M. Irfan Anas
Agen Diplomasi RI untuk Timur Tengah dan Dunia Islam
[I] Perdebatan
Aku terlahir di tengah perdebatan lebat.
Selebat hutan rimba dengan auman penghuninya yang kuat.
Saat ayah dan ibuku berdebat hebat.
Siapakah nama yang pantas untukku tersemat.
Bagaimana dan dengan apa aku akan dididik dan dirawat.
Semua dan semuanya satu-persatu tiada terlewat.
Bahkan walau kabut harus menerjang dengan pekat.
Aku terlahir di tengah debat.
Aku dibesarkan di tengah perdebatan zaman.
Zaman yang kata orang adalah zaman edan.
Saat semua orang tak mau kalah menentukan.
Si dia berseru langkah dialah pemegang kebenaran.
Juga mereka yang tak kalah lantang tak mau kalah kemudian.
Semua orang berdebat tak mau salah dan disalahkan.
Bahkan sampai laknat datang dikirim Tuhan.
Aku dibesarkan di tengah debat kehidupan.
Aku hidup di tengah perdebatan akbar.
Seakbar lautan dengan airnya yang tak tertakar.
Saat pemuda hanya sibuk berbingar.
Tak mau kalah, orang tua bertengkar-tengkar.
Tiap orang tak mau kalah tak mau cari jalan keluar.
Semua yang diseru dan teriakkan dianggapnya benar.
Bahkan sampai hujan air berganti bebatuan besar.
Aku sungguh hidup di tengah debat dan kelakar.
Akhirnya, aku pun mati di tengah perdebatan keras.
Sekeras kepala orang yang dijejali miras.
Saat Sang Tuan dan Si Babu sama-sama buas.
Saling berebut, saling beradu, berdebat tak berpuas.
Di tengah kematian aku bertanya kapan mereka akan lemas.
Menghentikan segala perdebatan dan pertikaian yang semakin panas.
Sampai semua berdamai dan berbagi kasih dan belas.
Aku tak mau mati di tengah perdebatan yang sungguh menguras.
[II] Wirid Kehidupan
Seperempat abad aku dicipta.
Sampai kutahu guna kaki untuk berjalan.
Namun belum juga aku temui.
Adimarga mana yang harus kulalui.
Selama ini aku hanya berjalan.
Tanpa arah berbekal harapan.
Jika kurentangkan kedua tanganku.
Dua sisi dinding telah mampu kusentuh.
Aku pun tahu tangan ini harus dibubuh.
Tak seperti sekian ini, hanya menjulur rapuh.
Namun belum juga aku mampu.
Mengangat keduanya untuk yang butuh.
Merangkul sesama agar tak jauh.
Mulutku, lobang dua kutup bibir ini.
Hanya makan dan minum yang masuk.
Atau sekedar berkecap-ucap, tak jarang menusuk.
Keluar serentak menjadi duri.
Terima kasih mataku.
Tanpamu betapa gelap hayatku.
Berjalan tersandung batu.
Meraba tertusuk paku.
Namun lagi-lagi apa gunamu.
Hanya menikmati indah merahnya gincu.
Biram berair-air karena melotot melulu.
Dalam kepala ini sebukur otak alat tepekur.
Namun lagi-lagi namun.
Apa gunamu selain melamun.
Kau otak bukan untuk otak-atik.
Aku berjalan.
Aku meraba-raba.
Aku berucap.
Aku melihat-lihat.
Aku berpikir.
Bagaimana seharusnya hidup!
[III] Tersesat
Larut ini aku kembali tersungkur.
Ditikam oleh ambisiku sendiri.
Benar saja aku terkurung di dalam sangkar.
Dipenjara oleh independensiku sendiri.
Setelah sehenyak kucoba buka mata.
Keliling seperti maling.
Tiada juga sepetik kirana.
Selantas lalu coba kuangkat kata.
Antap buatku jadi lompong.
Tenggelam sebab diam.
Kurasa Sang Hayat senang bercanda.
Berguling di hadapan Sang Maut yang kuasa.
[IV] Kutukan pada Kantuk
Gelap malam dengan buaian suluk.
Semilir angin yang campah mencerai sejuk.
Dan anjing yang makin keras mendengking buruk.
Sengaja menanti balasan jago-jago berkukuk.
Kantuk.
Biasa kawal mereka pada nyenyak terbubuk-bubuk.
Pulas walau di tengah topan kecamuk.
Tak juga serang pelupuk.
Aku terpuruk.
Terpenjara dalam pikirku yang sungguh menyumuk.
Ingin aku mengamuk.
Melawan, busungkan dada tegaskan telunjuk.
Mereka yang kepedulian dan kemanusiaanya tumpas terkeruk.
Oleh dunia yang telah kelabui lubuk.
Aku mengutuk.
Menyalak-nyalak pada mereka yang terselap rayuan busuk.
Mereka dirayu lalu merayu-rayu pada yang dunguk.
Petunjuk wahai petunjuk.
Sergah gagah peradaban diri ini ambruk.
Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.
Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.
1 Comment
Utivafe
Toremifene is as effective as tamoxifen in treating metastatic breast cancer priligy 30mg Routledge, G