Wacana Islam Moderat dan Upaya Mematikan Gerakan Radikal

PUCUKMERA – Narasi tentang Islam moderat kembali menjadi perbicangan yang hangat di kalangan intelektual muslim dewasa ini. Hal ini tidak lepas dari maraknya kemunculan kelompok radikal yang mengatas namakan Islam sebagai landasan gerakan yang dianut. Sebagai seorang muslim yang memahami ajaran Islam, sikap-sikap semacam ini (radikal) tidak dibenarkan dan bahkan ditentang. Apalagi diimplementasi sebagai bagian ajaran Islam dalam kehidupan sosial-masyarakat, jelas bukan bagian dari Islam yang bersumber dari Islam itu sendiri, maka salah jika ada kelompok yang membenarkan gerakan tersebut, apalagi sampai menumbalkan ratusan nyawa manusia dengan dalih syari’ah Islam dan simbol agama lainnya.
Gerakan radikalisme yang bersumber dari kelompok fundamentalis-radikal sangat marak terjadi di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, gerakan ini sangat mudah berkembang karena didukung dengan kondisi sosio-politik di mana ada sekelompok masyarakat yang mengharapkan berdirinya Indonesia sebagai negara Islam yang memegang teguh syariat sebagai hukum dan juga ketidakjelasan otoritas pemerintah dalam meregulasi perkembangan gerakan keagamaan.
Misi mereka menegakkan syariat Islam didorong oleh komitmen yang kuat untuk mempertahankan eksistensi Islam dari berbagai macam ancaman identitas asing yang mulai menggerogoti paham dan tradisi keagamaan umat Islam. Mereka beranggapan bahwa masuknya identitas asing di berbagai lini kehidupan umat Islam menjadi faktor utama tercampurnya ajaran Islam dengan ajaran-ajaran lain, yang pada akhirnya dinilai bahwa Islam saat ini tidak lagi otentik atau tidak sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Sallalahu Alaihi Wasallam.
Selain itu, kelompok fundamentalis-radikal juga memiliki sikap yang kaku dalam memahami teks al-qur’an karena mereka percaya bahwa nalar manusia tidak mampu mencapai maksud yang terkadung di dalam al-quran yang berujungan pada penolakan terhadap perkembangan wacana ke-Islaman yang terjadi, baik secara teoritis maupun metodologis. Sikap inilah yang oleh beberapa kelompok intelektual muslim dinilai sebagai stagnasi pemikiran yang menyebabkan wacana ke-Islaman tidak berkembang dengan baik atau bahkan mengalami kemunduran. Mereka hanya menjadikan Islam sebagai agama yang berkutat pada aktivitas ritual yang normatif dan jauh dari realitas sosial yang dinamis.
Maka tidak heran jika kelompok fundamentalis-radikal ini sangat menolak perkembangan zaman seperti yang terjadi saat ini, khususnya perkembangan wacana keIslaman yang lahir dari tokoh-tokoh pemikir Islam modern seperti Muslim Abdurrahman dan Nur Cholis Majid . Bahkan bagi beberapa orang kelompok tersebut dengan terang-terangan memberikan label kafir, karena dinilai telah keluar dari jalur yang telah ditentukan dalam al-Qur’an dan Hadis.
Menurut James Barr, salah satu ciri khas dari kelompok fundamentalis-radikal adalah posisi mereka yang selalu bertentangan dengan perkembangan paham keagamaan yang modern, mulai metode, hasil, dan akhibat studi kritik yang dilakukan. Argumentasi ini juga diperkuat oleh Martyn E. Marthy yang mengatakan bahwa kelompok tersebut selalu menentang segela sesuatu yang dianggap sebagai ancaman bagi keberadaan agama Islam. Ancaman-ancaman tersebut adalah sekularisasi, modernisasi, liberalisasi dan pemikiran barat secara umum.
Melihat situasi umat Islam di Indonesia, perkembangan gerakan fundamentalis-radikal tentu menjadi sebuah tantangan besar di tengah kondisi masyarakat Islam di Indonesia yang memiliki paham keagamaan yang majemuk, termasuk bagi dua organsasi besar, yaitu Muhammadiyah dan Nahdatul ‘Ulama (NU), yang lebih menekankan pada pemahaman keagamaan yang bersifat moderat, dan menerima gagasan-gagasan modern.
Sebagai langkah awal, Faturrahman Ghufron memberikan sebuah pendekatan yang mengarah pada penggunaan akal dalam memahami ajaran agama. Pandangan ini juga banyak lahir dari tokoh-tokoh agama yang menerima fakta bahwa umat beragama itu sangat plural, baik paham maupun sikap keagamaannya. Beberapa diantara tokoh tersebut adalah Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid dan Syafi’i Ma’arif. Mereka menerima dan meyakini bahwa pluralisme agama merupakan sunnatullah yang tidak bisa dihilangkan dalam kehidupan manusia yang beragama, baik Islam maupun agama lain.
Beragama dengan memaksimalkan potensi akal muncul atas dasar bahwa agama akan sangat relevan jika didekati dengan akal. Karena agama merupakan bagian dari pengalaman eksistensi manusia. beragama dengan akal juga sangat menguntungkan, karena dengan akal seseorang tidak hanya akan melakukan refleksi atas ajaran keagamaan saja, tetapi juga seseorang akan berani mempertanyakan, memutuskan dan mengambil sikap yang rasional.
Pendekatan ini menjadi sangat penting untuk kita dilakukan, apalagi jika dibenturkan dengan fenomena besar yang terjadi di tengah perkembangan paham agama yang dibawa oleh kelompok fundamentalis-radikal tersebut. Di mana agama dan akal berjalan tidak beriringan, sehingga menimbulkan sikap yang keliru dalam beragama. Pendekatan ini juga sekaligus mengkritik kelompok fundamentalis-radikal yang memahami agama tidak melalui aktivitas akal, melainkan doktrin-doktrin agama yang diterima secara mentah dan tekstual.
Oleh karena itu, beragama dengan akal menjadi langkah yang solutif dan bisa kita bangun untuk menyelesaikan persoalan yang timbul dari gerakan kelompok fundamentalis-radikal ini. Beragama dengan akal ialah memahami nilai dan ajaran agama Islam melalui aktivitas nalar kritis yang dibuktikan dengan sikap keagamaan yang berkemajuan dan berkesesuaian dengan realitas yang ada. Fungsi akal dihadapan agama tidak lain ialah untuk menafsirkan pesan-pesan agama agar sesuai dengan kebutuhan realitas sosial yang ada. Jika hal ini dilakukan maka wacana islam moderat sebagaimana yang disampaikan agan dengan mudah terealisasikan di tengah umat beragama.
Beragama dengan memaksimalkan potensi akal juga bagian dari upaya kita dalam menjadikan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin sebagaimana yang terkadung dalam surah al-Anbiya’ 107. Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa ayat ini memiliki makna bahwa Islam adalah agama yang harus memberi manfaat bagi seluruh ciptaan Allah tanpa harus melihat perbedaan makhluk tersebut. Pandangan ini juga diperkuat oleh tafsiran Muhammad bin Jarir Ath-Thabari yang menjelaskan bahwa Islam hadir untuk memberikan manfaat kepada seluruh manusia, terlepas dari status keagamaan, etnis dan budaya yang mereka miliki.
Islam moderat dalam berbagai literatur disebutkan sebagai ber-Islam dengan memposisikan diri di tengah-tengah (adil), tidak condong ke kanan atau ke kiri. Sehingga dalam berbagai hal, khususnya ketika menampilkan sikap keagamaan tidak berlebihan seperti kalangan ekstrimisme lainnya. Apalagi di dua tahun terakhir kemunculan kelompok-kelompok radikal baru sangat marak terjadi, ditambah dengan situasi politik (Pilkada DKI) yang mempertemukan kelompok Islam dan non-Islam di panggung politik bangsa dewasa ini.
Menurut Kuntowijoyo, Islam moderat dapat dipahami dalam dua makna, yaitu Islam adalah sebuah agama yang menekankan posisi di antara dua posisi ekstrem dan Islam menggabungkan dua kerangka konseptual yang bersebrangan. Intinya adalah, bahwa Islam moderat sangat menekankan pada pentingnya keseimbangan (adil) dan berkesesuaian dengan konteks realitas yang ada. Contoh di dalam bidang ekonomi, di mana dua ideologi besar yaitu sosialis dan kapitalis sangat berpengaruh, di mana sosialis memiliki konsep ekonomi yang menekankan pada kepemilikan bersama dan kapitalis menekankan pada kepemilikan pribadi.
Munculnya semangat moderatisme Islam juga karena konsekuensi perkembangan zaman yang tidak dapat dibendung (globalisasi) yang ikut mempengaruhi pergulatan Islam diberbagai belahan dunia. Sehingga, Riaz Hassan mengatakan bahwa globalisasi mendorong militansi kelompok Islam untuk berkembang biak dan yang menonjol, salah satunya adalah Islam moderat. Islam moderat adalah Islam yang memilih jalan tengah dalam memahami, memaknai, dan mengaktualisasikan ajaran Islam.

Oleh : Nur Alim MA
Illustrator : Mufardisah

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

1 Comment

Leave a comment