Wahyu Hendra
Mahasiswa FKIP UMM
Indonesia dan berbagai negara lainnya kini tengah dilanda permasalahan yang serius. Adalah wabah virus korona (COVID-19), yang kini WHO menetapkannya sebagai pandemi. Indonesia mulai menyatakan kasus awal wabah COVID-19 sejak tanggal 2 Maret 2020 dengan jumlah penderita dua orang. Hingga kini tanggal 23 Maret 2020 terhitung 579 kasus COVID-19 di Indonesia.
Berkaitan dengan kasus ini, pemerintah pun mengimbau seluruh masyarakat untuk mengurangi aktivitasnya di luar rumah. Hal tersebut dilakukan untuk menekan penyebaran virus tersebut. Masyarakat diimbau untuk melakukan seluruh aktivitas di rumah saja, mulai dari belajar, bekerja sampai ibadah.
Meskipun secara resmi pemerintah tidak menerapkan lockdown seperti negara lainnya, tetapi imbauan #dirumahaja masih menjadi jalan alternatif bagi pemerintah. Di sisi lain, juga adanya seruan tentang social distancing sebagai upaya menghindari kontak langsung dengan orang lain supaya virus tidak menjangkit dan menular ke objek lainnya.
Tetapi yang kemudian menjadi persoalan adalah tidak semua orang memiliki privilege untuk tetap bertahan di rumah. Ada sebagian besar elemen masyarakat yang mengharuskan dirinya tetap melakukan aktivitas di luar rumah demi kelangsungan hidupnya dan keluarganya. Mereka adalah para petani penggarap, buruh tani dan petani-petani lainnya.
Bukan Bebal, Tapi Mereka Sadar
Tidak ada pilihan lain selain harus tetap bekerja. Dengan bantuan alat produksi berupa cangkul dan arit, setiap fajar terbit mereka harus sudah berada di sawah. Basis struktur ekonomi mereka secara penuh berada di sana. Apapun kondisinya, mereka para petani harus tetap pergi ke sawah, karena tidak mungkin bisa dilakukan di rumah. Masa iya, bertani dilakukan secara online?
Mereka bukan orang bebal yang tidak patuh terhadap aturan yang mengharuskannya tetap berada di rumah. Tetapi mereka adalah orang yang sadar, sadar akan pentingnya kehidupan. Para petani justru akan lebih parah jika berada di rumah saja. Rantai kehidupan mereka akan terputus, bahkan bisa jadi rantai kehidupan manusia secara luas juga terputus. Mengingat petani adalah pekerjaan yang menjadi fondasi kehidupan.
Melihat hal demikian, jangan langsung menghakimi bahwa para petani itu tidak patuh terhadap aturan. Mereka semua tahu akan bahaya COVID-19, tapi mereka juga sadar bahwa akan lebih bahaya jika hanya berdiam diri di rumah. Oleh sebab itu, ini harus menjadi perhatian serius oleh masyarakat dan pemerintah untuk mengakomodir kebutuhan perlindungan kesehatan para petani.
Mengingat wabah COVID-19 ini kita tidak tahu kapan akan berakhir. Pun, jika seluruh elemen masyarakaat diwajibkan di rumah saja juga tidak ada jaminan subsidi sebagai keberlangsungan hidup. Apalagi hari ini dolar sedang naik drastis akibat wabah COVID-19. Di sisi lain, hutang Indonesia juga makin menumpuk dan pemerintah juga pasti dilematis jika akan menghentikan kegiatan ekonominya.
Berbicara masalah keselamatan, asas yang harus digunakan adalah kemanusiaan dan keadilan. Pemerintah jangan hanya memprioritaskan segelintir orang saja. Belum lagi, pagi tadi ada isu yang mencuat ke permukaan bahwa DPR dan anggota keluarganya mendapatkan rapid test virus korona. Ya, siapa rakyat yang tidak geram mendengar kabar itu?
Sampai, direktur YLBHI, Asfinawati memberi kritik sarkas, “Tes khusus untuk anggota DPR dan keluarganya ini semacam korupsi. Karena menggunakan kedudukannya untuk mendapatkan keuntungan bagi diri dan keluarganya.” ungkap Asfinawati saat diwawancarai (24/3/2020).
Pemerintah harusnya lebih memberi perhatian pada masyarakat yang lebih rentan terhadap gejala wabah COVID-19. Adalah mereka yang masih memiliki mobilitas tinggi untuk keluar rumah demi kelangsungan hidupnya. Seperti halnya distribusi masker secara gratis, pemberian hand sanitizer sampai pada prioritas rapid test COVID-19.
Terakhir, bagi kalian yang memiliki privilege untuk tetap di rumah saja, kalau bisa jangan suka keluyuran dan tetap jaga kesehatan. Bahkan, akan lebih bagus kalau saling membantu memberikan akomodasi perlindungan kesehatan bagi masyarakat yang cenderung lebih rentan. Karena kita adalah rakyat, dan seyogianya rakyat harus bantu rakyat. Dari kasus ini, mari kita tingkatkan kesadaran sosial kita.