Ulang Tahun: Seni Selebrasi atau Apresiasi Diri?

Nuhbatul Fakhiroh Maulidia


PUCUKMERA.ID – Hari jadi kita di dunia alias hari ulang tahun sama halnya seperti mengulang hari kelahiran. Dengan kata lain, banyak sekali yang menafsirkan. Sebagai hari bersejarah bagi seseorang, ada yang bilang usia mulai menua di hari ulang tahun namun ada juga yang bilang bahwa hari ulang tahun adalah kesyukuran tertinggi untuk kembali menyambung nyawa.

Ada suatu perasaan dan vibes tersendiri ketika mendekati hari lahir. Anekdot-anekdot bahwa hari lahir harus selalu dilalui dengan traktiran, kalau tidak ada pasti tidak ada yang mendoakan, semakin menjadi-jadi di benak pikiran. Atau ada juga yang bilang bahwa tuntutan, pekerjaan, tanggung jawab akan semakin dibebankan pada usia lanjutan, pasti akan dirasakan. Begitulah, bagaimana jiwa–jiwa overthinking itu tidak semakin meronta–ronta? Bagaimana jiwa ingin terus dimanja akan semakin menjadi–jadi kalau usia memang tidak pernah abadi?

Anggapan bahwa ‘tua itu pasti, dewasa itu pilihan’ semakin dibenarkan. Semakin hari, jiwa yang haus akan pahit getir kehidupan itu akan selalu memforsir diri untuk makan asam garam, tanpa banyak gula apalagi micin kehidupan. Semakin memaksa diri untuk melakukan perbaikan, perubahan, revolusi, dan improvisasi diri atau justru tidak menambah rasa kesyukuran. Pada akhirnya, banyak sekali kasus pendewasaan dini pada usia yang bukan sewajarnya. Usia belia, tetapi sudah harus berpikir 30 tahun ke depan. Semua ini, bukan karena eksistensi dalam dunia karir, realita dan pekerjaan, bukan hanya itu. Tapi memang salah satu indikatornya adalah menyikapi fase bertambahnya usia.

Banyak pula timbulnya perasaan insecure, atau perasaan tidak percaya diri, tidak punya hal untuk bisa dibanggakan, tiba tiba berkembang biak dan beranak pinak dalam diri. Seenaknya saja, ego menyalahkan diri. Menyalahkan raut muka yang tak kunjung glowing, pencapaian yang masih sangat minim, karir yang hanya dilakoni mutar–muter sekeliling kampung halaman saja. Memang tugas ego paling unggul dalam urusan salah menyalahkan. Padahal, ego tidak pernah memposisikan sebagai badan, tidak pernah tahu lelahnya tungkai dan lengan. Kalau sudah sakit terkapar, lagi–lagi ego kan semakin menyalahkan. “Lagian, ngapain kok suka maksa?”

Seni dalam merayakan ulang tahun banyak rupa. Ada yang menghabiskan diskonan swalayan, traktiran restoran, sekadar selametan atau dahulu di kampung kami, selalu dirayakan dengan jenang abangan. Ada pula yang memperingati hari lahirnya dengan puasa sunnah. Entah, kalau memang tidak melulu hari Senin atau Kamis, intinya puasa di hari lahir adalah bentuk kesyukuran. Sebenarnya, itu hanya bentuk tradisi selebrasi. Yang terpenting dalam kesyukuran betambahnya angka di catatan kelahiran adalah sikap bertumbuh. Seni yang terpenting bukanlah perihal sorak dan meriah. Adalah berkolaborasi dengan senyawa dan serupa, berusaha untuk bisa berdamai dan bersahabat dengan diri.

Apa guna jika usia semakin bertambah tapi belum bisa banyak berubah? Kalau bicara tentang beban dan tanggung jawab, sudah pasti akan bertambah. Mau tidak mau. Karena ironisnya, orang-orang banyak beranggapan semakin bertambah usia, akan bertambah pula pengalaman, dan diharapkan bisa berperan untuk masalah dan maslahah. Semakin bertambahnya angka di catatan kelahiran, orang-orang banyak menaruh harapan. Padahal, tanpa interupsi kita punya masing-masing pencapaian.

Kembali lagi. Memaknai tanggal kelahiran memang perlu lahir dari diri kita sendiri dahulu. Urusan kebisingan dan usikan, sejatinya bukan lahir dari orang lain. Bising dan pusing tentang pencapaian masa depan itu adalah sebab overthinking. Memang benar, ada kalanya mendengar saran dan nasihat yang tentu manfaatnya sarat. Tapi, itu tergantung pribadi kita masing-masing. Tidak perlu kita menerima dan menyogok diri kita berlebih hanya karena ingin terlihat baik di mata orang. Filterisasi memang perlu bagi setiap orang yang ingin sebuah perubahan. Ada kalanya kita beradab dan menyenangkan orang sembari mendengarkan. Namun juga kita mesti tahu, mana yang perlu diambil dan mana yang perlu diolah.

Lahir dengan fitrah yang disematkan, rasanya tidak patut jika kita banyak negoisasi dengan banyak pilihan. Fitrah-fitrah dalam diri yang telah diamanatkan tentu spesial. Hanya karena omongan lepas dan bebas, sampai kita lupa banyak hal yang justru kita punya. Perlahan, mengubah diri, mengubah akal, bahkan hingga mengubah jiwa. Semakin bertambahnya usia ada saja, “Kamu itu udah gede, dewasa. Cobalah konsekuensi dengan satu pilihan. Coba dipikir. Seharusnya kamu itu sudah bisa mengarahkan, lihat temen–temen sebaya, udah pada menghasilkan kan?” Mungkin, hanya sebagian cuitan yang terdengar. Entah mau bersikap bodo amat atau tidak, nurani dan hati kecil-lah yang bisa menyadarkan.

Ada sebagian pendapat, usia hanya angka. Selebihnya, kembali menjadi muda itu pilihan. Atau, usia hanya angka, dewasa tak selalu berpatok pada numeral saja. Alangkah baiknya kita iringi masa pertumbuhan dengan rasa syukur yang mendalam. Kembali kepada diri sendiri, terlebih ketika kita bisa meyakinkan konsekuensi yang akan kita peroleh itu sungguh lebih baik. Tidak usah melulu ikuti ambisi, punya goals memang baik dan sangat penting. Tapi, terlalu memforsir diri justru mencelakakan, itu tentu dilarang. Kita semua punya prioritas dan pencapaian. Kalau orang lain menginterupsi, bahkan mendistraksi hidup kita, itu adalah pilihan. Bukan maksud untuk tidak mempersilakan asupan saran. Tapi, memaknai dan menghargai diri, mengapresiasi diri, kadang mesti perlu dibutuhkan.

Untuk diri dan bagi siapa pun yang genap merayakan kelahiran, tidak usah risau dengan hidup dan masa depan. Ucapkan selamat atas pencapaian hebat pada diri sendiri, sebelum terdahului siapa pun yang berada di luar diri kita. Teruslah bermetamorfosis. Semakin bertumbuh, akan banyak bunga bermekaran, banyak buah yang berjatuhan. Dan tentu, di fase itulah sekelilingmu akan banyak sangat membutuhkan, mencari, dan menganggap kamu lebih dari apa yang kita tak pernah tahu sebelumnya. Percayalah, kita akan selalu menjadi yang paling spesial, di mata orang–orang yang paham dan membutuhkan.


Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.

What's your reaction?
4Suka8Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment