Moh. Tohirin Hasan
Widyaiswara Pusdiklat KKB- BKKBN

“Tuhan ingin kita kaya!” demikian teriak Paul Zane Pilzer dalam salah satu bukunya. Manusia diciptakan tidak untuk menjadi miskin, lalu termarjinalkan dalam laju peradaban. Mereka dibekali dengan seperangkat instrumen yang canggih untuk melakoni kehidupan. Ditanam dalam dirinya perangkat super lengkap, manusia mampu merasakan dengan hatinya, sekaligus berpikir jernih dengan nalarnya.

Dengan kedua modalitas itu, manusia dapat menggunakan rasio dan rasa secara simultan. Hanya manusia yang mampu mengambil keputusan untuk menjadi kaya atau miskin. Hanya manusia yang sanggup untuk menciptakan kehidupan menjadi hitam atau putih.

Menelusuri beragam literatur tentang manusia yang berhasil dalam hidupnya, ternyata ada satu benang merah yang sama. Rahasia keberhasilan mereka ada pada keberanian diri untuk menerapkan disiplin. Tak ada keberhasilan tanpa persyaratan, sindir Nick Williams dalam salah satu tulisannya. Manusia yang berhasil selalu mendisiplinkan diri dari sejak bangun tidur hingga kembali ke tempat tidur pada malam hari. Waktu yang dimiliki sama dengan yang lain, tapi cara mereka memanfaatkan waktu begitu istimewa. Detik demi detik dimanfaatkan dengan cerdik. Setiap menit yang terus melaju digunakan dengan sungguh-sungguh. Bukan berarti hidupnya selalu serius dengan wajah berkerut karena diburu waktu. Justru sebaliknya, mereka begitu bahagia dan sumringah sebab mampu mengendalikan waktu yang dipunya.

Begitu banyak manusia yang berhasil dalam hidupnya. Memetik pengalaman mereka tentu menjadi pilihan bijak. Nasihat dan petuahnya patut didengar dan diteladani. Dalam banyak aspek kita bisa mencontoh mereka. Tentu dengan penyesuaian atau kontekstualisasi situasi yang kita hadapi saat ini. Bagaimana mereka mampu melakukan hal-hal yang biasa dengan cara yang luar biasa. Bagaimana mereka melalukan aktivitas reguler dengan teknik yang spektakuler. Bagaimana mereka memenangkan transaksi dengan teknik negosiasi yang tinggi tanpa membuat orang lain terluka atau rugi. Bagaimana mereka berdebat dengan cara yang cerdas, meyakinkan, dan positif. Bagaimana mereka berbicara dan menjalin komunikasi dengan siapa saja secara elegan dan menyenangkan. Bagaimana mereka menempatkan orang lain sebagai saudara, apapun latar belakang dan motif hidupnya.

Manusia berhasil memang kadang hanya berbeda dalam cara! Prinsip yang mereka anut adalah “membuat beda atau mati!” Mereka bersedia merangkak dengan memunguti kisah-kisah kegagalan masa lalu. Bedanya, mereka adalah sedikit berani dengan tidak mengulangi kesalahan sama. Mereka melakukan dengan cara yang berbeda. Bersedia memetik buah dari tiap peristiwa. Sudut pandangnya selalu positif dan tidak hanyut dalam perspektif monolitik.

Apakah manusia berhasil selalu mulus dan tak pernah jatuh dalam hidup? Sebagian dari mereka telah megalami pasang-surut dalam kehidupannya. Pernah mencapai puncak kesuksesan, tapi juga pernah sekarat di dasar jurang yang gelap. Mereka mungkin pernah jatuh terjerembab dalam kubangan lumpur yang paling mematikan. Hidupnya tak selalu lurus dan menempuh jalan yang lempang. Pernah mengalami krisis, tapi mampu bangkit dan yakin bahwa esok mentari masih terbit. Di sini letak bedanya, ketika sebagian orang jatuh behenti pada ratapan, mereka terus berusaha bangkit dengan impian dan harapan.

Mereka menjalani hidup dan bekerja dengan orang lain layaknya, meminjam istilah Bennis “memelihara kucing.” Mengelola manusia bukan dengan cara-cara yang kasar. Mendekati manusia dengan perpaduan etik dan teknik yang selaras. Tidak dengan menghardik, tapi secara manusiawi mendidik. Tidak dengan membentak, tapi berbicara tegas dan lugas sehingga tak ada yang memberontak. Tidak dengan memukul, tapi dengan tulus merangkul.

Mereka tak gagap menghadapi perbedaan, sebab ketaksamaan adalah kekayaan yang harus dirayakan. Mereka menyadari bahwa dalam tiap kerja tim akan ada perbedaan dari segi kapasitas dan penampilan. Karena itu mereka berhati-hati agar tidak terjebak dalam “tyranny of the bottom line” seperti dikatakan Ralph Estes , yaitu membuat kerumunan orang-orang baik yang bertindak buruk. Satu hal yang menarik, mereka justru mengarahkan manusia dalam tim untuk mendongkrak dan menampikan kinerja terbaik.

Menyadari bahwa hidup tak lebih dari sekadar permainan, maka satu-satunya cara untuk memenangi permainan adalah dengan menjadi pemain yang baik. Memahami medan secara utuh dan menyeluruh. Menggunakan visi jangka panjang dan tidak terjebak dalam kaca mata miopik. Mengalah dalam pertempuran tapi tak pernah kalah dalam peperangan. Tak masalah kalah dalam satu babak, tapi unggul di laga final. Memahami tren masa depan, sehingga tidak terlalu lama berkubang dalam permainan saat ini. Beranjak satu langkah lebih cerdas, lebih cepat, dan lebih baik.

Dalam kecerdasan dan kecepatan mereka tak kehilangan kehangatan dan kedalaman. Hubungan kekerabatan justru terasa semakin hangat. Dalam kehidupan yang serba cepat, mereka tak kehilangan ketenangan. Mampu merasakan gerakan ritmik bukan detak mekanik. Dengan teknologi yang semakin canggih ia mampu menerapkan ajakan John Naisbith “high tech, high touch.”

Manusia berhasil tak bosan belajar. Baginya hidup adalah petualangan intelektual yang tak berujung. Ia mencari guru dalam pengertian yang luas untuk setiap hal yang belum dikuasai. Tak jenuh menelusuri jalan berkelok untuk sekadar bertanya. Tak menyerah untuk menemui para bijak pandai dari zaman klasik hingga modern.

Prinsip hidupnya tegas, menjadi kaya raya untuk menyelamatkan kaum duafa. Jika diumpamakan kehidupan adalah perang, maka hidupnya adalah perang melawan ketidakadilan dalam segala bentuk dan rupa. Kaya raya tidak diartikan secara sempit satu dimensi. Kaya raya adalah multidimensi yang melampaui segala hal yang bersifat materi. Inilah yang disebut kaya raya paripurna. Kekayaan materialnya tidak menjadikan mereka buta terhadap realitas yang timpang. Mata batinnya jernih melihat kenyataan, sehingga mampu mendengarkan segala yang tak terucapkan. Mereka mampu menyelaraskan dirinya dengan semesta untuk tetap menjaga harmoni.

Dengan cara-cara yang khas seperti diurai di atas, manusia berhasil akan meninggalkan jejak kehidupan yang manis. Berharap hidupnya yang serba singkat mengantarkan ke alam keabadian dengan senyuman. Mereka memahami benar the art of dying, hidup senang karena banyak menoreh kebaikan, mati tenang karena diiringi doa dan senyum orang-orang baik atas pusara. Kepribadian yang luhur, pemikiran yang mencerahkan, serta kedermawanan yang melintasi sekat-sekat artifisial akan menjadi jejak kebaikan yang abadi. Tutur dan lakunya akan dikenang dalam kitab kebajikan yang sarat pesan keagungan moral.

Pucukmera.ID – Sebagai media tempat anak-anak muda Indonesia untuk berkreasi dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu saja, Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu untuk mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id