Tongseng Legendaris dan Gratis, tak Lekang oleh Waktu


Mas OktaTreveler lokal


Di tengah hiruk pikuk orang-orang membicarakan corona, sebelum ada himbauan resmi untuk tetap #dirumahsaja saya berniat menikmati Tongseng legendaris. Tanpa basa basi kawan yang merupakan ketua salah satu organisasi kepemudaan di Bantul saya ajak sarapan bersama. Salah satu warung Tongseng legendaris di Bantul yang sudah ada sejak tahun 1960an ini menjadi tempat tujuan, yaitu Tongseng ayam kampung Sudimoro.

Tongseng Sudimoro terletak di Pusat Kota Bantul, selatan pasar Bantul. Sekitar pukul 08.00 setelah berenang kami menuju ke Warung Tongseng tersebut, ternyata sudah ramai penuh dengan pelanggan. Setelah mendapat tempat yang kosong akhirnya saya memesan satu porsi tongseng ayam kampung dan teh panas. Pagi itu menjadi spesial, tak disangka tempat yang kami duduki bersampingan dengan Bupati Bantul. Orang nomer satu di Bantul itu menyempatkan sarapan di warung legendaris ini sebelum rapat bersama Gubernur membahas corona. Selama menunggu pesanan, kami pun berbincang bersama bupati dengan suasana hangat sembari menikmati teh panas yang sudah tersedia.

Setelah menunggu beberapa saat akhirnya pesanan datang, satu porsi tongseng ayam kampung dengan satu porsi nasi putih. Tongseng ayam kampung dengan kuah yang berwarna coklat kental menenggelamkan potongan daging ayam kampungnya, disajikan lengkap dengan tambahan sayuran berupa potongan kubis dan tomat. Di dalam kuahnya yang kental terlihat irisan cabe dan taburan bawang goreng, menjadikan tongseng ayam kampung semakin menggugah selera.

Jika makanan berkuah, tentu yang pertama dicicipi adalah kuah. Rasa kuahnya yang manis dan gurih memiliki citarasa yang khas dari Tongseng Sidomoro. Potongan cabe menambahkan rasa pedas yang sangat cocok di santap ketika hidangan masih panas. Pepaduan rasa manis dari kecap, gurihnya rempah-rempah serta pedasnya cabe menghasilkan rasa yang kuat di lidah.

Ayam kampung yang dipotong kurang lebih satu ruas jari terasa sangat empuk, dan mudah untuk di gigit. Mungkin ini alasan banyak orang tua datang kesini, karena dagingnya empuk tidak menjadi kendala bagi orang tua yang punya masalah pada gigi. Kembali ke potongan daging, rasa kuah yang kuat meresap ke daging sehingga tekstur ayam kampung ditambah dengan kuah yang kuat memanjakan lidah para pelanggan.

Untuk menemani hangatnya suasana pagi itu, saya memesan teh panas. Teh panas ini cukup spesial, disajikan dalam satu gelas kecil dengan gula batu ditambah satu cangkir seduhan daun tehnya atau orang sini menyebutnya “dekokan teh”. Seduhan teh berguna untuk menambah teh saat teh di gelas kecil sudah habis. Di jogja teh semacam ini memiliki beberapa nama, ada yang namanya teh “damel” ada juga yang menamai dengan “teh gawe” yang sebenernya memiliki arti sama yaitu “membuat” mungkin karena tehnya dibuat sendiri jadi memiliki nama teh damel atau teh gawe. Rasa manis yang tidak terlalu kuat membuat teh semakin nikmat menemani santapan Tongseng Sudimoro pagi itu.

Untuk harga satu porsi tongseng ayam kampung dan teh panas di bandrol dengan harga lima belas ribu rupiah, cukup murah untuk menu ayam kampung. Tak terasa waktu sudah menunjukan pukul 09.00, sembari menikmati tongseng dan obrolan hangat bersama orang nomer satu di Bantul harus diakhiri. Bapak Bupati ada agenda rapat bersama Gubernur, ternyata seluruh makanan dan minuman kami telah dibayar oleh orang nomer satu di Bantul. Suatu keberuntungan kami, makan gratis dan bisa ngobrol hangat bersama Bupati Bantul. Terima kasih pak bupati buat obrolan hangat serta sarapan di pagi yang cerah ini.

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment