Galih Arozak
Penulis Pucukmera.id
PUCUKMERA.ID – “Tidakkah selain kelahiran, salah satu perayaan terbesar manusia adalah kematian?” Demikian tegas Cak Rusdi menggambarkan kehidupan semu yang dipenuhi euforia ini. Meskipun sebenarnya perihal perayaan itu urusan masing-masing, dan selagi tak berlebihan, bukan masalah merayakan pencapaian-pencapaian kecil sebagai apresiasi atas usaha yang telah dilakukan.
Belakangan, banyak di antara kita yang melangsungkan pernikahan. Prosesi sakral yang menuntut perayaan sesuai adat maupun budaya masing-masing. Selagi bukan dari kalangan artis atau keluarga yang kelewat kaya tujuh turunan, agaknya perayaan pernikahan masih dalam kategori wajar. Toh puncaknya bukan pada pestanya. Melainkan hari-hari pasca itu; mengatasi konflik dalam rumah tangga, hingga menguasai kemampuan basic seperti membetulkan pipa yang bocor atau menyambung kabel yang putus, agar setiap kali ada yang rusak tidak buru-buru panggil tukang.
Dalam sebulan terakhir, saya menghitung ada lebih dari lima kawan yang melangsungkan pernikahan. Saya bersyukur mereka telah menyempurnakan separuh agamanya. Lebih dari itu, saya juga bersyukur kondisi saat ini masih pandemi, sehingga wajar bila saya tak mendapat undangan yang mengharuskan saya hadir dengan membawa amplop.
Sudah bukan hal baru, banyak pasangan yang menikah di tanggal unik, misal 12-12-20 atau 20-12-20. Entah apa pertimbangannya. Supaya mudah diingat, sekadar cari sensasi, atau memang itu waktu yang pas sesuai rumus perhitungan weton Jawa bila masih meyakininya. Yang pasti, Desember bukan hanya berkah bagi toko-toko online dan pemburu diskon akhir tahun dalam menyabut Harbolnas, tapi berkah untuk lebih banyak pihak seperti wedding organizer, vendor suvenir, katering, dan dekorasi dalam memenuhi kebutuhan pesta pernikahan.
Di balik hari bahagia pasangan yang menikah, pasti ada barisan sakit hati yang mungkin terlupakan, tak tersorot perhatian. Meski tak sedikit juga yang viral di media, datang ke pernikahan mantan dengan beragam tingkahnya.
Demikian telah diungkapkan Thales, jauh sebelum hari ini bahkan sejak sebelum Masehi, bahwa yang paling kuat ialah takdir, itulah yang menang atas segala sesuatu. Tidak sedikit yang membangun cinta bertahun-tahun namun tak berujung di pelaminan, atau ada yang tinggal selangkah lagi, sudah lamaran tapi takdir berkata lain. Orang-orang seperti itulah yang sebenarnya punya legitimasi untuk menyumbang lagu –minimal playlist lagunya– Kandas, Cidro, Ditinggal Rabi, dan lagu-lagu sejenisnya.
Sebenarnya yang tak kalah dari rasa sakit hatinya ialah rasa malunya. Terutama bagi mereka yang terlanjur mengumbar kemesraan di sosial media, seolah kisah romantisnya akan abadi, tapi kenyataan punya kehendak lain.
Demi apapun, mereka sungguh malu sendiri bahkan tanpa seorang pun yang menertawai nasibnya di depannya. Butuh waktu cukup lama untuk mengobati rasa malunya, belum lagi untuk menghapus postingan-postingannya. Postingan-postingan barunya akan berisi motivasi, untuk menghibur diri, juga memotivasi kawan yang senasib. Polanya seperti itu, mudah ditebak, sama seperti pola sinetron azab.
Dalam relasi apapun –percintaan, persahabatan, pekerjaan, setiap pertemuan pula perpisahan yang tampak seperti kebetulan, itu sebenarnya suatu ketetapan. Selama kita masih hidup, selama itu pula kita jumpai kejutan-kejutan dari Tuhan. Mirip seperti saat kita membeli Mystery Box di online shop. Bedanya, kalau Mystery Box isinya kadang belum tentu berguna bagi kita. Kalau sial bisa panjang urusannya, seperti kisah seorang Bapak yang dapat celana dalam wanita ukuran gadis dan berujung ribut dengan sang Istri. Kalau kejutan dari Tuhan, sudah tentu itu yang terbaik bagi kita.
Sembari turut bersedih sambil kadang tertawa melihat orang-orang yang usahanya dikalahkan takdir, saya mencoba mengambil pelajaran. Bisa jadi seseorang kelak menikah dengan ia yang saat ini menolaknya. Sebaliknya bisa pula seseorang tidak jadi menikah padahal saat ini mereka saling mencintai. Sungguh, tiada yang tahu apa yang akan terjadi esok hari. Ibarat peta politik, masih sangat dinamis, akan banyak pasang surut yang bakal terjadi.
Mari terus hidup dengan penuh optimis tapi tetap santuy. Sembari berharap Mystery Box dari Tuhan isinya sesuai harapan kita. Terakhir, soal percintaan yang kandas, kita sama-sama belajar dari tulisan kaos yang dikenakan Mas Puthut EA, “Nek raiso dijupuk atine, dijupuk hikmahe.”
Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangunkk budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.
Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.