Surat Dua Dekade Dunia Semu

Zulfa Atikah

Seorang mahasiswi


PUCUKMERA.ID – Halo! Bagaimana suasana hati dan jiwa hari ini? Berdoa agar Tuhan senantiasa mengutus malaikatnya untuk menjaga anak buahnya saat melangkahi tangga kehidupan.

Mengurangi dan menambah umur bukan kendali sosok yang diciptakan. Menjadi hal yang istimewa jika kita merayakan kembali hari lahir manusia. Mengingat kembali rentang kisah kejadian menyenangkan yang terjadi dalam ruang dan waktu usia kehidupan.

Saat bertambahnya satu tahun hidup di dunia ini, ada sebagian manusia yang merayakannya dengan suka cita. Bahagia menjadi pusat perhatian karena dihujani dengan banyak harapan dan doa demi kebaikannya. Ada juga sebagian manusia yang rela menghabiskan banyak uang demi menggelar perayaan mewah yang katanya, Hanya setahun sekali, kok”. Ada juga sebagian manusia yang menganggap ulang tahun adalah suatu hari yang ditunggu-tunggu.

Meyakini korelasi bahwa saat usia mereka bertambah dan semakin dewasa maka semakin bebas pula ia, berasumsi akan bahagia dengan menjadi dewasa tanpa mengerti kenyataannya. Namun ada juga yang menganggap ketika umur mereka bertambah, maka jatah hidup mereka pun berkurang di dunia ini. Merasa semakin dekat dengan kematian dan sadar akan berbagai permasalahan datang menghujam sillih berganti. Kemudian perspektif kehidupan dewasa pun tidak sesuai dengan ekspektasi ramah yang mereka pikirkan dahulu.

Tulisan ini ingin membawamu memaknai kembali arti ulang tahun. Ada banyak pelajaran berharga yang bukan hanya sekadar perayaan belaka. Ada banyak makna mulia yang bukan hanya sekadar ucapan belaka. Diri ini selalu memaknai hari ulang tahun dengan berkurangnya jatah hidup di dunia. Kadang sampai berpikir, berapa lama lagi waktu Tuhan memberi jatah hidup ini? Sepuluh tahun? Tiga bulan? Empat puluh hari? Di luar kendali tapi entah mengapa memikirkannya sekilas seru.

Menjadi tua itu sebuah kepastian, tapi menjadi dewasa itu sebuah pilihan. Kutipan bijak biasanya yang mengatakan itu. Setiap hari pasti selalu ada pertumbuhan dan perkembangan, selalu ada sesuatu yang baru dan berbeda dalam kehidupan. Setiap manusia akan melewati fase-fase yang mewajibkan untuk berpikir lebih dalam lagi. Kehidupan dinamis dan tidak akan pernah sama.

Umpamakan jatah usia seperti air dalam sebuah teko, tiap saat segelas demi segelas air dalam teko tersebut diambil, maka isi air dalam teko tersebut akan habis dan teko pun akan kosong tak berisi.

Usia juga bisa diumpamakan seperti kayu yang dibakar api. Sepanjang apa pun kayu yang disiapkan, maka akan habis dilahap api sampai titik akhir pembakaran. Menggiring pola pikir tentang usia dan memaknai seperti ini bisa membantu merefleksikan kualitas diri. Menyadari hal-hal apa saja yang sudah dilakukan dan memilah perbuatan benar atau salah yang kemudian hari bisa diperbaiki.

“Karena hidup tentang belajar. Di mana dan kapan kita dilahirkan itu adalah sebuah takdir Tuhan yang tidak bisa diubah. Tapi bagaimana kita bertumbuh itu yang membedakan manusia satu dengan manusia yang lain, itu namanya proses. Apa pun yang kita ciptakan, entah bagaimana dan seperti apa kita di hari tua kelak, itu namanya keputusan”, sekilas nasihat ibu-ibu yang duduk di sampingku ketika perjalanan naik kereta menuju Jakarta tahun 2018 yang selalu teringat.

Di sisi lain, agak sulit memaknai kehidupan di zaman sekarang yang semuanya serba modern. Kehidupan seperti dikejar oleh waktu. Perbandingan membuat banyak impian dan perencanaan hidup menjulang tinggi dengan keberadaan diri sekarang yang kompleks. Kemudian muncul keterbatasan antara waktu dan diri sendiri. Yang sebenarnya pada hakikat dunia ini buruk seperti yang dipikirkan itu tergantung cara kita memandangnya dan cara menghidupi pemikirannya, mau dengan tatanan hidup positif atau dengan tatanan hidup negatif. Setiap detak jantung yang bergerak sudah diatur dari persimpangan jalan, bebas memilih opsi jalan Tuhan atau jalan setan. Meskipun begitu, hidup merupakan rentang kisah yang tercipta. Seiring bertambahnya usia, tersadar diri ini bahwa hal yang paling dihargai adalah kebaikan hati.

Pada akhirnya, ulang tahun dimaknai kembali sebagai pengingat. Pengingat diri akan hakikat hidup yang penuh dengan pengorbanan. Menahan dan mengontrol nafsu agar bisa kembali ke jalan yang benar dengan menempatkan segala sesuatu sesuai pada porsinya. Memaknainya kembali sebagai intropeksi diri agar kembali ‘hidup’. Sejatinya apakah diri ini bisa mendengarkan kata hati dan logika tanpa menyakiti orang lain ataukah masih dikuasai monster bernama ego.

Sesungguhnya kado terindah saat ulang tahun bukanlah penerimaan dari orang lain, melainkan penerimaan diri terhadap diri sendiri. Menemukan hakikat hidup dengan baik. Menemukan versi terbaik diri sendiri. Hidup tidak hanya sekadar siapa yang paling tua dia yang berkuasa, tapi siapa yang paling mampu memaknainya. Karena tidak semua orang yang sudah tua mampu memaknai kehidupannya. Usia ini akan terlalu singkat bila dilewatkan tanpa melakukan perubahan. Waktu akan terus menari dalam simfoninya. Terpijak dunia yang belum selesai tertulis cerita.


Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.

What's your reaction?
42Suka118Banget
Show CommentsClose Comments

1 Comment

  • Afif
    Posted June 7, 2021 at 12:03 pm 0Likes

    Sangat menginspirasi sekali, mengingat menjadi tua bukanlah suatu hal yang gampang melainkan selama hidup ini apa aja yang tercapai dan apakah kita bermanfaat bagi orang orang sekitar

Leave a comment