Ronaa Nisa’us
Seorang anak dan seorang mahasiswa
Masa kecilku banyak dihabiskan di rumah. Sewaktu aku masuk Sekolah Dasar, orang tua menitipkanku ke pesantren kecil dekat sekolah. Alasanya, di sana ada Kakakku yang sedang duduk kelas 6 dan bisa merawatku. Aku lebih manja daripada Kakak, akhirnya hanya bertahan satu setengah tahun saja. Selanjutnya, fokus pada lingkungan sekitar rumah.
Kali ini aku akan bercerita tentang rumah Si Mbah dari Ibuku yang tidak jauh dari rumah. Rumah Si Mbah tergolong besar untuk ukuran lingkungan sekitarnya. Rumah ini layaknya rumah zaman dulu, Joglo. Rumah Si Mbah tampak ada sisi modern setelah Tante mendirikan rumah di sebelahnya. Dan, masih satu lahan dengan rumah Si Mbah.
Konsep rumah Si Mbah tidak seperti joglo di keraton yang lengkap, belum ada pendopo, pringgitan, dll. Rumah Si Mbah cukup ada Senthong saja. Ibuku bilang, rumah yang ada Pringgitan itu hanya ada di rumah orang kaya. Sedang, rumah biasa hanya ada Senthong dan Emperan.
Senthong adalah ruang yang terletak di bagian belakang rumah dengan posisi lebih tinggi dari lantai bawah. Senthong dibagi menjadi tiga bagian; senthong kanan, senthong kiri, dan senthong tengah. Pada umumnya, senthong sebelah kiri dan kanan dipakai untuk menyimpan hasil panen, sedangkan senthong tengah dipakai untuk tempat tidur keluarga.
Senthong di keluarga priyayi berbeda lagi fungsinya.Senthong kiri untuk menyimpan bahan makanan, karena senthong ini lebih dekat dengan dapur. Senthong kanan digunakan untuk menyimpan benda-benda untuk keperluan resmi, seperti pakaian adat, sarana upacara (dupa, kemenyan, atau wewangian), dan benda-benda bertuah atau pusaka.
Senthong tengah dipakai untuk tempat beribadah atau pemujaan kepada dewa-dewa. Ruangan ini mempunyai nilai paling sakral dibandingkan senthong lainnya. Ruangan senthong tengah memiliki banyak nama, misal kerobongan, pasren, dan pedaringan.
Kerobongan berarti tempat pembakaran (berasal dari kata obong, berarti bakar). Disebut demikian karena senthong tengah merupakan tempat untuk membakar kemenyan, ketika pemilik rumah melakukan upacara Pitra Yadnya (pemujaan kepada leluhur). Pasren berasal dari kata pa-sri-an, yang berarti tempatnya Dewi Sri, dewi penguasa tanaman padi. Sedangkan pedaringan berarti tempat padi (dari kata daring yang berarti gabah kering), walaupun tidak digunakan untuk menyimpan padi. Sebab padi identik dengan Dewi Sri.
Jika dilihat dari fungsi dari senthong itu sendiri, penggunaanya tergantung tiap keluarga. Jika keluarga itu muslim, senthong akan digunakan untuk tempat sholat. Namun, karena konsep rumah joglo berasal dari adat Jawa, maka wajar sekali jika pendefinisian tentang senthong mengarah pada pemujaan dewa dengan pembakaran dupa dan kemenyan.
Aku tidak pernah tahu apa isi senthong yang ada di rumah Si Mbah, karena sewaktu main ke rumah Si Mbah, ruangan itu jarang dipakai. Imajinasi kecilku yang liar berkata bahwa senthong berisi sesajen untuk para leluhur. Imajinasi itu aku dapatkan dari film atau sinetron Jawa. Entah kenapa, perihal menanyakan kebenaran. Aku lebih memilih mengurungkannya.
Senthong yang aku lihat di rumah Si Mbah waktu masih duduk di bangku Sekolah Dasar, sudah direnovasi. Senthong bagian kiri dibuka lebar dan dijadikan tempat ibadah. Sedangkan senthong dua lainnya masih tertutup rapi dengan tirai lusuh. Setiap aku salat sendiri, sering memikirkan hal yang aneh, misal muncul Kuntilanak dari senthong sebelah tempat salat.
Pada tahun 2000-an, penggunaan senthong di rumah Si Mbah sudah tidak digunakan lagi. Banyak barang tidak bisa disimpan dalam senthong dan tersimpan di luar. Seperti, baju sudah disimpan di lemari, kasur tidak menggunakan kapuk sehingga tidak cukup masuk ke Senthong, dan lain-lain. Akses ke senthong sudah ditutup barang-barang seperti lemari, kasur, dan televisi. Ruangan ndalem belakang dipakai untuk kumpul keluarga.
Sebagai anak kelahiran 1996, rumah yang aku tempati sudah tidak berkonsep joglo lagi. Arsitektur rumah lebih modern meski dibangun pada tahun 1991. Rumahku layaknya rumah Tante yang satu lahan dengan rumah Si Mbah. Namun, rumah Si Mbah dari Ayahku di sini tidak ada senthong.
Pengetahuanku tentang senthong sebatas dari rumah Si Mbah dari Ibu dan rumah saudara yang aku kunjungi setahun sekali waktu lebaran. Desain senthong hampir semua sama. Namun, ada beberapa sudah dipugar atau dihancurkan. Senthong di rumah Si Mbah masih utuh sampai sekarang, meski sudah tidak difungsikan lagi untuk tempat ibadah.
Pucukmera.ID – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangunkk budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.
Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.
1 Comment
Κωδικ Binance
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?