Lusa Indrawati
Anggota Competer
Di sebuah negeri yang makmur, hiduplah seorang Raja perkasa yang sangat baik lagi bijaksana. Raja ini memiliki seorang putri yang cantik dan berbudi. Sudah puluhan tahun Raja mengabdikan diri untuk rakyatnya. Namun, tepat di tahun ini sang Raja harus turun tahta.
Hal ini bermula ketika Raja hendak berburu ke hutan. Raja memiliki keinginan untuk berburu seekor rusa. Raja pergi bersama beberapa prajurit menuju hutan yang ada di balik sebuah desa. Sesampainya di tengah hutan, Raja melihat seekor rusa sedang minum di sungai. Rusa itu sangat cantik. Raja segera mengambil busur dan anak panahnya. Anak panah Raja melesat, dan Raja berhasil membidik sasarannya dengan tepat.
Anak panahnya berhasil mengenai kaki Rusa itu. Hewan malang ini berusaha berlari tapi tidak bisa. Saat Raja mendekati Rusa itu, tiba-tiba Raja mendengar suara
“Kau memang Raja yang baik untuk rakyatmu. Tapi kau tidak peduli dengan kehidupan para hewan di hutan.”
Mendengar suara itu, Raja sangat terkejut. Suara itu berasal dari Rusa yang ia lukai. “Apa maksudmu?” Raja bertanya dengan heran.
“Masih ingatkah dulu kau pernah berjanji dan memerintahkan semua rakyatmu untuk tidak mengganggu kehidupan para hewan di hutan ini? Kau berkata bahwa semua rakyatmu hanya boleh mengambil bahan pangan nabati dari hutan ini. Tidak dengan mengganggu atau melukai kehidupan para hewan di sini. Apakah kau benar-benar melupakan janjimu?”
“Maafkan aku, Wahai Rusa. Aku tidak berniat menyakitimu. Kau sangat cantik. Aku hanya ingin menjadikanmu sebagai hewan peliharaanku di istana. Masalah janjiku, maaf, aku benar-benar khilaf akan hal itu,” jawab Raja.
“Wahai Raja yang baik, aku sungguh menyayangkan kekhilafanmu. Sebuah janji seharusnya ditepati. Sebuah janji dibuat tidak untuk dilanggar. Sebenarnya aku penjaga hutan ini. Aku menjaga hutan ini supaya tetap aman dan bisa menghasilkan sumber pangan bagi rakyatmu. Namun kau membalasku dengan cara seperti ini. Karena kecantikan kulitku, kau rela melukaiku demi menjadikanku sebagai hewan peliharaan.” Rusa terlihat sangat kecewa.
“Apakah kau tidak berpikir, perbuatanmu ini bisa menjadi contoh bagi yang lain untuk ikut memburu hewan-hewan di hutan ini. Kehidupan damai di hutan akan terganggu oleh tangan-tangan jahil akibat ulahmu. Jika itu terjadi, keseimbangan hutan yang kujaga selama bertahun-tahun bisa hancur!” tutur sang Rusa.
“Sungguh aku tidak mengira perbuatanku bisa berdampak seburuk itu. Sekali lagi, aku minta maaf. Aku akan melepaskanmu. Wahai Rusa, bagaimana caranya aku bisa memperbaiki kesalahanku?” Raja bertanya dengan nanar.
“Hanya satu cara jika kau ingin menebus kesalahanmu. Pergilah mencari seorang pemuda berhati tulus dan jujur. Seorang pemuda yang mampu menjaga hutan dan seluruh kawasan desa ini agar bisa hidup berdampingan tanpa kerusakan. Seseorang yang mampu menjaga amanah dan janjimu tanpa cela. Tidak melukai apalagi membunuh hewan-hewan di hutan ini hanya demi kepentingan diri sendiri. Jika kau menemukannya, nobatkanlah ia menjadi raja. Dan kau, bertapalah untuk menebus dosa-dosamu di hutan ini selama 5 tahun. Dosa yang kau buat dengan melanggar janjimu sendiri dan berusaha melukai hewan di hutan ini.” Sang Rusa berujar panjang lebar.
“Baiklah. Demi menebus semua dosa-dosaku aku akan melakukan hal itu,” Jawab sang Raja.
Setelah kejadian itu, Raja jatuh sakit. Pagi harinya, Raja terbangun dengan perasaan gelisah. Raja begitu khawatir akan masa depan Putri dan kerajaannya jika tidak bisa menemukan pemuda itu. Raja memutuskan akan mengumpulkan semua rakyatnya di aula kerajaan untuk mengumumkan sebuah sayembara.
Diutusnya beberapa ajudan istana pergi ke seluruh penjuru desa untuk mengumumkan hal ini. Beberapa ajudan raja bergerak dari satu desa ke desa lain. Mereka menunggang kuda untuk sampai ke pelosok-pelosok desa. Butuh dua hari untuk mereka bisa menyelesaikan tugas ini.
***
Matahari memeluk wajah bumi. Sinar hangatnya memenuhi semesta. Burung-burung berkicau dengan merdunya. Tepat hari ini seluruh rakyat dari penjuru desa berkumpul di aula kerajaan. Banyak warga berbondong-bondong pergi ke sana dengan memakai pakaian paling bagus. Tiba saatnya Raja mengumumkan sebuah sayembara.
“Wahai rakyatku, aku sangat berterimakasih kalian sudah memenuhi panggilanku. Semoga kesejahteraan dan kebahagiaan selalu meliputi kalian semua. Hari ini, aku akan mengumumkan sebuah sayembara.” Raja membuka sebuah gulungan kertas.
“Aku mempunyai sekeranjang penuh biji tanaman langka. Aku akan membagikan biji ini kepada kalian satu persatu. Siapa saja yang berhasil membuat biji ini tumbuh dan berbunga, maka dia akan menjadi raja di kerajaan ini. Biji ini harus kalian bawa kembali ke istana dalam kurun waktu 2 tahun. Ingat! Saat membawanya kesini, biji ini harus sudah berubah menjadi tanaman berbunga yang cantik.” tutur sang Raja.
Mendengar sayembara ini, semua rakyat terlihat senang. Mereka berlomba-lomba untuk membuat biji ini tumbuh dan berbunga. Tak terkecuali seorang pemuda miskin bernama Batara. Dia juga berusaha semaksimal mungkin untuk menumbuhkan biji ini menjadi tanaman. Waktu berjalan begitu cepat. Dua tahun sudah ia berjuang untuk menumbuhkan biji tersebut. Rasa sedih dan khawatir mulai menghampiri Batara.
“Wahai Ibu, apa yang harus aku lakukan? Aku sudah berusaha semaksimal mungkin untuk merawat biji ini selama 2 tahun. Tapi biji ini tetap tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Aku khawatir jika nanti aku ke istana, aku akan mendapat hukuman dari Raja karena gagal menjalankan perintahnya.” Batara mengeluh di samping ibunya.
“Kenapa kau harus khawatir, Nak? Kau sudah berusaha semaksimal mungkin merawat biji itu. Katakanlah pada Raja apa yang sebenarnya terjadi. Kau harus berkata jujur dan jangan sekali-kali berkata dusta. Meskipun nanti akhirnya kau harus dihukum karena kegagalanmu ini, aku sebagai ibumu bangga bahwa kau anakku berani menjunjung tinggi sebuah kejujuran.” Ibu mengusap pelan kepala Batara.
“Jangan lupa, Nak. Meskipun kita miskin dan tidak punya apa-apa, jangan sampai kita miskin kejujuran. Kualitas seseorang itu tidak dipandang dari kekayaan atau jabatan yang dipunya, Nak. Tapi dari hati dan apa yang dia ucapkan,” lanjut ibu Batara.
“Baiklah, Ibu. Aku mengerti. Aku akan berkata jujur pada Raja, dan aku berjanji padamu, Ibu. Anakmu ini tidak akan berdusta. Meskipun nantinya Raja akan menghukumku, aku tidak akan menyesal. Aku yakin sang Kuasa akan selalu bersamaku. Aku meminta doamu, Ibu.” Batara mencium tangan ibunya.
“Doaku selalu menyertaimu, Anakku”
***
Tibalah hari dimana semua rakyat berkumpul di aula istana. Mereka membawa tanaman masing-masing dari biji itu. Begitu cantik dan indah. Kecuali Batara. Dia hanya membawa sebuah pot tanpa tanaman. Di dalamnya hanya ada sebutir biji yang masih tetap seperti dua tahun lalu. Sang Raja berkeliling melihat semua tanaman-tanaman cantik milik rakyatnya.
“Wahai rakyatku aku begitu gembira melihat kalian semua disini. Kalian benar-benar hebat bisa menumbuhkan biji yang aku berikan dua tahun lalu. Mereka menjadi tanaman yang sangat cantik. Diantara kalian adakah yang gagal melaksanakan tugasku?” tanya Raja.
Di tengah kerumunan, terlihat seorang pemuda mengacungkan tangan sambil berkata, “Hamba, Paduka. Hamba Batara. Maafkan hamba, Paduka. Hamba sudah gagal memenuhi perintah paduka.” Batara kemudian berlutut.
“Bagaimana bisa kau gagal, Batara? Mereka semua bisa menumbuhkan biji itu. Kenapa kau tidak bisa?” tanya Raja.
“Maaf beribu maaf, Paduka. Hamba sudah berusaha semaksimal mungkin untuk bisa menumbuhkannya. Hamba selalu merawat biji ini dengan penuh kasih selama 2 tahun. Tapi biji ini tetap saja tidak bisa tumbuh sesuai keinginan paduka,” jawab Batara.
“Aku mengerti. Mungkin hal ini adalah kesalahanmu karena kau tidak bisa merawatnya dengan baik. Aku salut dengan keberanianmu. Namun, aku heran bisa saja kau memasukkan tanaman lain untuk kau tanam ke dalam potmu. Kenapa kau tidak melakukan hal itu?” tanya sang Raja.
“Maaf paduka, ibu hamba tidak pernah mengizinkan kehobongan sekecil apapun itu. Meskipun kami tidak punya apa-apa tapi sebuah kejujuran bagi kami adalah hal yang sangat berharga. Lebih baik kami kehilangan harta daripada kehilangan kejujuran. Jangan sampai untuk mendapatkan sesuatu, kami menghalalkan segala cara. Hamba sudah berjanji kepada ibu hamba untuk tidak berkata dusta. Jika paduka kecewa atas perkataan hamba dan hendak menghukum hamba, hamba rela paduka.”
“Baiklah kalau itu yang kau mau Batara, kau akan dihukum sesuai perbuatanmu.”
Mendengar percakapan Batara dan sang Raja, semua rakyat yang hadir di sana menertawakan Batara. Mereka mencibir. Bahkan, ada yang berkata bahwa Batara adalah pemuda sangat bodoh.
Sampai tiba sang Raja mengumumkan hasil sayembara.
“Wahai rakyatku sekalian, aku akan mengumumkan siapa yang akan menjadi raja untuk menggantikanku. Orang itu adalah Batara.”
Semua orang yang hadir di istana terkejut dan heran. Wajah mereka berubah muram. “Bagaimana bisa, Paduka? Biji pemuda itu tidak tumbuh menjadi tanaman seperti yang paduka perintahkan. Ini tidak adil, Paduka!” protes salah satu rakyat.
“Aku mengerti. Sebenarnya itu hanyalah caraku untuk menguji kalian. Sebutir biji yang aku berikan kepada kalian adalah biji yang sudah masak. Mustahil kalian bisa menumbuhkannya. Aku hanya ingin melihat siapa dari rakyatku yang punya hati tulus dan berani berkata jujur kepada rajanya. Aku tidak mau kerajaanku nantinya dipimpin oleh orang yang tidak tepat. Demi kemakmuran kerajaanku, aku melakukan cara ini. Dan aku tahu semua tanaman yang kalian bawa bukan dari biji yang aku berikan” Raja tersenyum pada Batara.
Semua orang tertunduk mendengar penuturan sang Raja. Mereka merenungi kesalahannya.
Beberapa hari kemudian, Batara dinobatkan menjadi raja dan menikah dengan putri sang Raja. Semua rakyat bersuka cita. Sang Raja pun memberikan amanah kepada Batara untuk menjaga kehidupan seluruh desa beserta hutan yang mengelilinginya. Raja juga menceritakan perihal masalahnya dengan seekor rusa. Mendengar penjelasan Raja, Batara berjanji akan melaksanakan tugasnya dengan baik demi kesejahteraan rakyatnya.
Mendengar penuturan Batara, Raja sangat bahagia. Sang Raja akan memulai penebusan dosanya di dalam hutan. Raja pergi meninggalkan istananya dengan hati tenang dan lapang.
Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangunkk budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.
Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.