Saya Bingung dengan Donald Trump

Nabhan Mudrik Alyaum
Penggiat media sosial. Ketua PW Ikatan Pelajar Muhammadiyah DI Yogyakarta


Sejak terpilih, jujur saya bingung dengan Donald Trump—Presiden Amerika Serikat (AS).  Dia adalah sosok kontroversial banget, yang pada Pilpres AS 2016 menang tipis dari Hillary Clinton. Dia menang walaupun jumlah rakyat yang memilih dirinya lebih sedikit dari Clinton. Menarik memang, tapi tulisan ini nggak banyak membahas tentang sistem pemilihan di AS.

Meskipun sosoknya luar biasa kontroversial, visi utama Trump bisa dibilang berhasil—sangat wajar karena latar belakang dirinya adalah pebisnis. Trump sejak awal punya visi Make America Great Again! dengan misi mengembangkan perekonomian dalam negeri. Pengangguran berkurang, penghasilan naik, pertumbuhan ekonomi AS pun meningkat.

Namun, tetap saja, kontroversi Trump lebih banyak dibanding kesuksesannya.

Kontroversi


Trump ini, sejak awal kampanye sangat nggak bersahabat dengan media. Dia selalu menyebut bahwa media-media mainstream sering menyebarkan hoax. Karenanya dia nggak percaya media, bahkan dalam kampanyenya nggak menyertakan media.

Selanjutnya, yang sangat disesalkan, Trump menarik keluar AS dari Paris Agreement. Perjanjian ini berisi hasil COP21 di Paris tentang kesepakatan mencegah krisis iklim lebih parah, sekaligus mencari solusinya. Tindakan ini sangat disesalkan—karena AS bagaimanapun juga punya pengaruh besar terhadap negara lain—baik secara politik maupun untuk pendonor perjanjian tersebut.  

Presiden AS ke-45 ini bahkan terlibat kontroversi ketika melibatkan Ukraina untuk memata-matai Joe Biden—pesaing politiknya dari Partai Demokrat. Ia meminta Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, lewat telepon untuk memata-matai Biden. Kontroversi ini membuat Trump dituntut impeachment (pemakzulan).

Dirinya pun jadi presiden ketiga yang pernah menghadapi proses percobaan impeachment, setelah pengajuan impeachment diloloskan oleh Kongres AS. Namun, saat proses trial di Senat—yang menentukan apakah Trump bisa dipecat atau enggak—dia dinyatakan lolos. Jelas, Trump lolos dari ancaman pemakzulan karena mayoritas Senat adalah Republikan. Sementara, butuh dua per tiga suara Senat untuk membuat trial pemakzulan diloloskan dan Trump dipecat.

Sampai di sini, saya heran dengan kontroversi Trump yang luar biasa banyak, tapi tetap banyak yang membela.

Pemilih-pemilih Trump
Seorang presiden dapat terpilih karena memiliki pendukung. Karena itu menilai presiden terpilih juga bisa dilihat dari profil pemilihnya. Nah, pemetaan pemilih Trump dan pesaingnya, Clinton, bisa dibilang sangat spesifik.

Trump dipilih oleh golongan mayoritas. Orang tua memilih Trump, anak muda memilih Clinton. Orang-orang konservatif memilih Trump, yang moderat dan liberal memilih Clinton. Penduduk kulit putih cenderung memilih Trump. Sementara penduduk latin, berkulit hitam, maupun etnis Asia cenderung memilih Clinton. Trump dipilih penduduk beragama Kristen, sementara Clinton dipilih oleh penduduk beragama lain selain Kristen.

Menariknya, pemilih Trump adalah kalangan menengah-atas dan yang rajin beribadah. Sementara, yang lebih miskin dan jarang beribadah cenderung memilih Clinton. Saya nggak punya kapasitas untuk memahami data ini lebih jauh, tapi bagi saya ini menarik.

Nah, di bagian ini, saya bingung dengan Donald Trump karena dua hal. Pertama, ternyata penduduk Amerika Serikat yang saya anggap sangat maju bisa memilih pemimpin yang berkemunduran begini. Kedua, saya bingung, kok bisa orang-orang kaya dan umat beragama yang cenderung taat memilih Trump?

Donald Trump dan Corona
Kontroversi terakhir adalah kebijakan Trump terkait pandemi virus korona (Covid-19). Sejak awal isu korona merebak, Trump selalu menganggap keadaan baik-baik saja. Rakyat nggak perlu panik. Korona adalah flu biasa. Kematian karena korona nggak lebih tinggi dari pada kematian karena flu. Begitu deh, kira-kira.

Lebih parah lagi, Trump yang memang rasis—tapi nggak mau mengakui—sering banget menyebut korona sebagai “virus China” atau “virus Wuhan”. Bahkan setelah keadaan memburuk, saat Trump berkomunikasi dengan Presiden China Xi Jinping, ia masih terus menyebut korona dengan “virus China”. Hal ini terjadi seiring dengan kebijakan AS yang kalem-kalem saja menghadapi korona.

Deretan kebijakan yang kontroversial itu pun “sukses” membawa AS menjadi negara dengan kasus positif korona tertinggi sejagat. Lebih dari 500 ribu kasus pada 13 April 2020 WIB dengan kematian lebih dari 20 ribu kematian. Angka ini sangat jauh di atas Spanyol, Italia, Jerman, Inggris, Prancis, Iran, bahkan China yang sempat memiliki jumlah kasus terbanyak dengan lonjakan terbesar. Dan Trump masih biasa-biasa saja kebijakannya menghadapi pandemi ini.

Entah bagaimana hasilnya di masa depan. Tapi, yang jelas saya kembali bingung. Bingung, apakah Trump peduli dengan ratusan ribu nyawa penduduknya? Bingung juga, ketika melihat komentar-komentar di media sosial dan pendapat pendukungnya. Kok bisa-bisanya, masih banyak yang mendukung kebijakan Trump?

***

Trump memang lolos dari ancaman pemakzulan dan pemecatan. Tetapi, dia langsung terkena pukulan telak berupa pandemi yang menghajar AS habis-habisan di segala sektor. Kalau sampai di Pilpres 2020 nanti Trump terpilih lagi sebagai presiden untuk periode kedua, saya akan kembali bingung: kok bisa presiden yang kinerjanya nggak masuk akal begini terpilih lagi?





Pucukmera.ID – Sebagai media tempat anak-anak muda Indonesia untuk berkreasi dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu saja, Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu untuk mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment