Uswah SahaL
Penulis Buku Merawat Luka
Desa dengan pagi yang selalu hangat, pepohonan jati menjulang tinggi menyegarkan saat musim hujan tiba dan warnanya tidak monokrom. Di ujung kabupaten, terdapat desa yang sangat terpencil dengan jumlah penduduk mencapai seribu pasang suami istri. Biru langit masih belia dan awan keriting masih seperti warna santan kelapa menggantung di atas bukit. Hingga 1 jam lepas subuh Desa Sami sudah menampakkan geliat kesibukannya sebagai petani dan pencari batu. Tak ada pekerjaan lain selain itu. Desa dengan segala keunikannya. Konon, keberadaan desa ini pernah menuai kontroversi dengan pasukan kolonial Belanda dan Jepang. Kabar yang didengungkan, banyak warga Desa Sami yang terbunuh dan diculik oleh tawanan penjajah. Salah seorang bernama Samin kabarnya telah berhasil menaklukkan pasukan penjajah dengan caranya yang unik. Hingga pada akhirnya desa ini dinamakan sebagai Desa Sami.
Ada pula yang mengatakan bahwa desa ini sudah ada sejak abad pertengahan saat Robinhood pencari keadilan dan sosok yang memperjuangkan kaum miskin. Sementara cerita lain menyatakan bahwa desa ini sudah ada sejak Ken Arok, Raja Singasari, menguasai Jawa dan menjadi perampok ulung. Ia pernah dikabarkan bersembunyi di sini sebelum membunuh Prabu Tunggul Ametung. Desa dengan senyum meruah para gadis yang tak bersekolah, masyarakat desa ini juga tidak mengenal Ilmu Ekonomi modern. Entah sejak kapan kesepakatan itu disepakati, namun mereka tak pernah memperhitungkan untung dan rugi, baginya tak ada konsep jual beli. Di desa ini kerap kali masih melakukan barter, lebih anehnya lagi, para gadis di desa ini hanya boleh mengawini dari dalam kelompok itu sendiri. Siapapun yang melanggarnya baik laki-laki maupun perempuan, akan dicap sebagai anak durhaka atau penentang adat.
Entah sejak kapan Ratna, si gadis Sami itu, jatuh cinta dengan Adam, laki-laki berbadan dempal bermata agak kemerahan. Entah sejak kapan pula pertemuan itu berlangsung. Tak ada masyarakat Sami yang mengetahuinya. Mereka seringkali mengindap-indap melabuhkan rindu di atas bukit saat senja datang hingga petang menghilang. Sudah sejak lama gadis itu berdiri di atas perasaannya yang selama ini Ia simpan mati-matian hingga hatinya menjadi marun. Hari-harinya menjadi merah. Begitulah cinta jatuh menimpa perawan. Degupnya menjadi kebat-kebit, hatinya kalang kabut seperti hendak menyambut datangnya seseorang yang diutus Tuhan.
Perlahan Ratna mencoba melunakkan hati Emak dan Bapaknya, sementara Adam juga melakukan hal serupa untuk menjinakkan keluarganya. Tak mudah bagi masyarakat luar memahami Desa Sami. Adatnya yang masih aneh dengan corak pakaian yang serba hitam. Desa ini sulit dipahami dan diterima oleh masyarakat luar. Sejak awal, hatinya sudah bimbang dan tak yakin jika keduanya bisa melewati kemelut keluarga. Sempat Ia pernah berpikir bahwa dia akan mengajak perempuannya lari saja ke kota membangun keluarga. Namun perempuan itu masih meyakini dan takut jika malapetaka menimpanya.
Tiba-tiba keganjilannya berubah menjadi sesuatu yang amat mendebarkan. Malam yang pekat dengan bintang gemerlap, tiga orang laki-laki berbaju hitam selutut dengan khas blankon di atas kepala mendatangi rumahnya. Dengan membawa setundun buah pisang yang telah masak. Perasaannya menjadi khawatir dan bergejolak. Dilihat wajah Emak dan Bapaknya, sumringah mempersilahkan tamunya. Gadis itu telah lama dijodohkan dan sebentar lagi akan dipinang. Kepalanya berdentum-dentum hatinya bergemuruh mendengar kabar itu. Air matanya menetes.
Ia mencoba menghela napasnya panjang-panjang setelah tiga laki-lagi itu pergi. Ia mencoba bertarung mengalahkan ketakutan dalam dirinya. Sudah waktunya untuk jujur, tentu bukan karena lamaran yang baru saja terjadi melainkan cintanya dengan Adam, laki-laki dengan lesung pipit yang bagi dirinya amat baik dan perlu dipertahankan. Tak boleh ada yang menggagalkan impian yang telah dibangun. Impian membangun rumah di kaki bukit dengan kolam kecil dekat undakan pekarangan bagian belakang, lalu mereka akan duduk berdua sekadar merasakan sepoi angin sore serta menyaksikan senja di bawah rindangnya pohon-pohon depan rumah dengan alunan musik kasik yang meliuk-liuk. Menyeduh kopi bersama berbagi cerita dan dia akan mencium keningnya dengan hangat.
Dengan langkah gontai Ia menghadap Emak dan Bapaknya bermata sembab . Ia ceritakan tentang Adam, tentang pertemuannya di atas bukit saat senja tiba. Tentang asal-usul yang berbeda, tentang tradisi yang berbeda, pakaian yang berbeda dan cara hidup yang berbeda. Emaknya tiba-tiba mendekapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Sementara mata Bapaknya menjadi merah menyala. Perkataan laki-laki dua anak itu tidak akan bisa dibantah oleh siapapun. Termasuk istrinya sekalipun. Ia semakin garang saat anak rujunya itu membangkang.
Malam itu langit rinai. Kaca jendela kamar dikerubuti rerintik gerimis. Malam yang basah air mata yang basah. Sebasah jiwa seseorang, jiwa yang mulai berkabut laksana embun: dingin menusuk tulang menyaput kenangan. Ternyata kesepian tak selamanya berkarib dengan merangsangnya nasib. Kesunyian malam ini bersembunyi dengan khidmat dalam celah-celah yang bernama ruang dan waktu. Berbantah dengan Bapak sejatinya menguras energi. Malam ini kesepian mengamuk tak mampu meredeam gejolak dengan kenyataan yang sangat bersebrangan dengan impiannya. Tanpa sadar mimpinya terlempar ke titik yang tak pernah Ia bayangkan; entah itu harapan atau sesuatu yang tak Ia harapkan. Meski sejatinya Ia paham dan mengenal perangai laki-laki yang dijodohkannya oleh Bapaknya adalah pemuda yang baik. Bapaknya pemangku adat di sini, yang Ia tahu Ia taat beribadah, petani yang baik dan pekerja keras. Kambingnya setiap tahun selalu beranak pinak dengan jumlah yang tak terkirakan. Pekarangan kambingnya paling besar di Desa Sami Ia juga dihormati. Namanya Joko.
Tak pernah terbesit memikirkan Joko sebagai suami, sejak kapan laki-laki itu jatuh cinta dengan perempuan yang tak pernah Ia temui. Mungkin hanya sekali dua kali saat malam pagelaran wayang. Beberapa kali Ia melirik dengan senyum tertarik. Dan sebagai perempuan yang digandrungi diam-diam Ratna merasa tak tertarik. Sebab malam-malam pagelaran menjadi saksi pertemuan untuk melabuhkan rindu yang panjang. Adam akan menunggunya di kaki bukit, pertemuan hingga larut malam hanya sekadar menanyakan kabar dan percakapan apa saja dibicarakan.
Kabar buruk memang cepat menyebar. Keesokan paginya Ia berusaha bangun dengan mata sembab. Badannya masih malas memeluk guling. Suara tawanya nyaring, bersatu dengan angin pagi dari jendela dan dadanya masih terasa sakit mengingat kejadian malam yang meracah hatinya. Pikiranya hanya tertuju pada satu orang. Adam. Keduanya mencoba memikirkan cara, tapi semuanya seperti menemui jalan buntu. Ia sudah dipingit, tak diperbolehkan keluar rumah. Kabar pinangannya oleh Joko sudah terdengar di Desa Sami. Orang-orang berdatangan memberikan doa dan selamat, sebab pinangan adalah awal menuju kesakralan. Jika pinangan diterima oleh pihak perempuan, selamatan akan digelar besar-besaran. Sementara jika pinagan ditolak, keduanya harus sama-sama berbesar hati. Sebab sakit hati tak boleh dipelihara belama-lama pada masyarakat Sami karena akan mengotori hatinya.
Sehari menjelang pernikahan, pukul 10 malam, cahaya Bulan menyelinap di dalam celah kamar. Hati Joko menjadi semakin tidak karuan. Ia tak bisa tidur. Ia mencoba memejamkan mata namun bayangannya kembali lagi pada gadis yang akan Ia nikahi besok pagi. Sejak bangun hanya hilir mudik di kamar memandangi kaca. Pagi itu ia tidak mandi. Konon kepercayaan masyarakat Sami pemuda yang hendak menikah tidak diperbolehkan mandi agar mendung dan hujan menjauh. Rexona sudah beberapa kali ia gesekkan pada ketiaknya biar wangi tak berkeringat dan mengeluarkan aroma tak sedap. Berdiri dihadapan cermin memandangi wajah, lalu merapikan rambut dengan separuh minyak rambut. Dua jam lagi, Ia akan bersanding dengan Ratna, perempuan yang telah lama ia taksir. Alangkah cantik perempuannya saat dirias dengan sanggulan Jawa.
Sementara di luar sudah ramai tamu berdatangan. Makanan telah dipersiapkan. Kursi telah ditata. Mobil yang telah dihias telah dipersiapkan menuju rumah pengantin wanita. Tak sampai satu jam Ia akan tiba. Saat hendak diberangkatkan, wajahnya cerah sekali. Di belakang kasak kusuk kerabatnya mengatur seserahan, Ia jelaskan urut-urutan kendaraan kepada para pengiring. Menerangkan tradisi pengiring setiba di rumah pengantin perempuan. Pengantin adalah raja. Setelah Ia masuk ke dalam mobil, tabuh kendang telah ditabuh, lengking suaranya menjejah ke seluruh desa, membelah angkasa.
Dadanya bergemuruh, kulitnya merinding. Penantiannya akan gadis yang Ia cintai diam-diam akhirnya telah sampai. Gemuruh kendang berhenti saat Ia tiba di rumah pengantin perempuannya. Tamu sudah mulai berdatangan. Masyarakat sami menyalaminya, dan kelurga pengantin memeluknya. Seseorang sedang berbisik kepadanya. “Ratna cantik sekali, kau akan dibuat pangling olehnya, sempat tadi aku mengintipnya di balik jendela kamarnya.”
Senyap menyergap, tiba-tiba saat Ibunya keluar dengan mata basah, agaknya ada yang salah. Ia berbisik-bisik dengan suaminya. Tiba-tiba wajah suaminya menjadi kaget dan merah. Ia mencoba menghela napas dan berusaha tetap tenang, walaupun dadanya semakin berdegup kencang. Semua tatapan menjadi bingung. Ia mencoba mendekati keluarganya. Bapaknya seperti dibebani pikiran berat, jalannya mondar-mandir wajahnya makin gelisah. Sebentar-bentar berdiri diam kembali berdiri bagai patung.
Sekilat petir menyambar dada pemuda Sami tersebut, mengobrak-abrik ke dalaman perasaanya. Tidak ada yang tahu kapan Ratna kabur. Semua orang menggelengkan kepala. Tiba-tiba air matanya tumpah, perasaanya menjadi porak poranda. Kemudian menggumpal dan mengerucut pada satu titik yakni: amarah! Ya, amarah seketika memenuhi jantungnya. Kecewa mengalir dalam darah di sekujur tubuhnya. Matanya gelap ingin menumpahkan semuanya, kupingnya berdenging. Urat-urat di lehernya menegang. Badannya lemas nyalang gemetaran.
Dua keluarga yang dirundung nestapa. Sebagai laki-laki ia mencoba tegar. Kaca jendela terbuka, kayunya jatuh ke bawah. Ia tak meninggalkan apapun termasuk surat. Semuanya masih tertata rapih aroma wangi masih menyerbak di penjuru kamar. Hatinya dipilin-pilin kebingungan, dengan siapa Ratna kabur. Pelbagai pikiran buruk kembali berkelebat dibenak. Tetapi sunyi serupa labirin mengerikan bagi siapapun saat kehilangan. Dan tidak ada kehilangan yang menyenangkan. Dia masih di sana dengan pikiran-pikiran buruk. Mendadak langit-langit kamar Ratna tampak menakutkan, bagai lidah kematian yang menjulur. Bayangannya masih menggantung bersanding di pelaminan; berbulan madu dan memiliki banyak anak. Kertas putih bergaris-garis terempas dibawah bantal besar. Tangannya gemetar kala memegang kertas putih yang dilipat seukuran amplop.
“Tak perlu mencariku, sebab seseorang telah membawaku lari ke sebuah negeri membangun mimpi.”
Sementara laki-laki yang Ia cintai telah membawanya pergi. Ia terabas semak belukar, terburu-buru sebab ingin segera menemuinya dan membawanya lari, mengecup keningnya dan menenangkan hatinya dengan pelukan sepenuh kasih. Air matanya berlinang saat mendapati laki-lakinya datang, menyeka air matanya. Mereka telah sepakat meninggalkan semuanya. Tangannya dingin dengan bicara agak gemetaran. Saat dia membawanya lari dari luar kamar, orang-orang di luar sedang ramai menata seserahan. Meski jauh pada ke dalaman hatinya Ia bersedih meninggalkan Emak dan Bapaknya. Matanya menatap dengan tatapan sedih. Kita akan membangun rumah sederhana di kaki bukit dengan kolam renang kecil dan pohon-pohon rindang dengan alunan musik klasik.
Benar yang telah dijanjikannya, sejak kapan laki-laki itu memiliki rumah dengan sebidang tanah di bawah bukit dengan kolam kecil benar-benar menakjubkan hati perempuan yang kini telah menjadi istrinya. Mereka seperti menjadi raja dan ratu. Rumah itu kini menjadi singgasana. Ia merasa semakin tersanjung dalam dekapan laki-laki yang telah membawanya lari dari keluaraganya membuat dadanya semakin bergemerincah. Sementara meja, kursi kayu jati telah berada pada ruang makan, lemari berbahan akrilik. Kompor, dan lukisan-lukisan di dinding. Hampir sulit dipercaya Ratna mengucek-ucek matanya antara terharu dan batinnya yang nelangsa. Hidupnya seperti diimpit kebahagiaan dan kesengsaraan karena orang-orang pasti telah menganggapnya perempuan penentang adat.
Tiga bulan setelah pernikahannya ternyata kesepian sedang berkarib kepadanya. Sebagai seorang perempuan yang sedang mengandung dan telah menentang ada, kesepian menjadi tempat yang paling mustajab untuk merenung. Merenungi apapun. Termasuk masa lalunya dan hidup yang telah dia pilih sekarang. Ia merindukan pelukan Emaknya. Perempuan itu, selalu dikepung perasaan-perasaan cemas. Ia tak bisa membayangkan, bagaimana membesarkan anak seorang diri. Bukan, bukan perkara Ia tak mampu! Tapi karena perih mendapati jauh dari kelurganya. Pikirannya gundah gulana membayangkan anaknya besar tanpa mengenal silsilah keluarga. Semakin hari, Tuhan sepertinya sedang memproses kutukannya di waktu yang berdekatan. Benar apa yang telah Ia pikirkan, bayi yang belum sempat lahir itu meninggal di usia yang belum genap tujuh bulan. Bayi itu tiba-tiba meninggal dalam kandungan. Ia benar-benar jatuh tertimpa tangga. Ia bukan dirundung duka karena telah meninggalkan keluarga. Hidupnya seperti dikejar-kejar rasa bersalah. Menjadi miskin serta merta. Mencoba meredam kepiluan agar tidak terjerembab.
Perempuan yang malang, Ia ingin pulang!
Pucukmera.ID – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.
Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id
5 Comments
Utivafe
For 15 years the standard has been to take a tamoxifen pill once a day for 5 years priligy premature ejaculation pills
Escactaps
Valente MA, Voors AA, Damman K, Van Veldhuisen DJ, Massie BM, O Connor CM, Metra M, Ponikowski P, Teerlink JR, Cotter G, Davison B, Cleland JG, Givertz MM, Bloomfield DM, Fiuzat M, Dittrich HC, Hillege HL dapoxetine priligy Right 22, 21, and 20
Escactaps
In February 2011, the US Food and Drug Administration FDA approved for clinical use the Hologic Selenia Breast Tomosynthesis Mammography system priligy 30mg price
Escactaps
[url=https://fastpriligy.top/]what is priligy dapoxetine[/url] Bajracharya P, Bhatnagar S, Pauliks LB
can you get cytotec
Once Snowden flung open Pandora s box there is no getting everything back the way it was buy cheap cytotec pills This medication should be used with caution if you have heart disease, according to prescription information, which includes