PUCUKMERA – Sorak gembira, goal gol ale ale lae. Lantang teriakannya, horeee goaall timku menang ! . kondisi diluar stadion tak jauh berbeda dengan suasana tribun stadion. Dalam stadion bergemuruh teriakan bagi pendukung tim yang berhasil mencetak angka. Hening seketika bagi pendukung tim yang kebobolan. Namun berbeda dengan sebagain orang yang telah menggantungkan sebagain hidupnya pada akhir skor dalam pertandiangan 90 menit ini. Tak jarang hujatan dan rasa frustrasi ikut mewarnai hidup.
Ada kelucuan dalam setiap pertandingan bola, sejatinya pemain sepakbola yang ikut bermain ini berjumlah 11 orang yg ada dalam lapangan menurut peraturan FIFA. Namun sering disebut juga ada pemain lain dari pada itu. Bukan para pemain cadangan yang sedang menanti penantiannya dipanggil oleh sang kreator pertandingan, yang tak jarang kantuk menghinggapi mereka sampai akhir pertandingan.
Sepatu gagal merumput, jersey gagal berlumuran keringat. Memang hanya 3 saja jatah untuk menukar pemain yang ada dalam arena pertarungan nan hijau. Yhaa, pemain yang sering gsering disebut ialah pemain ke-12, (Supporter). Mereka yang selalu setia membuat keheningan lapangan bola, mengubah suara tendangan bola manjadi alunan nada yang teramat merdu.
Fanatisme mendarah daging bagi setiap pendukung tim kebanggaan masing-masing. Memakai baju kebanggan tim pada setiap laga, dihiasi dengan aksesoris yang membuat mata berputar dibuatnya. Rela merogoh kocek yang amat dalam, tak jarang barang berharga digadaikan tuk mendapat sebuah tiket pertandingan. Anak, cucu, dan sang istri tak jarang juga diajaknya datang kelapangan hijau.
Saat zaman romawi pertunjukkan masyarakat berada di Koloseum yang banyak mempertunjukkan berbagai pertarungan, hewan lawan tahanan, tahanan lawan tahanan, dan pertarungan antara gladiator. Yha, itu adalah peninggalan sejarah yang dampakya bisa kita rasakan sampai saat ini. Masyarakat butuh pertunjukkan, parahnya lagi sejak romawi sampai saat ini banyak yang menanggalkan peruntungan pada yang bertanding, jika beruntung mejadi kaya mendadak saat buntung miskin seketika.
Itulah gambaran sang raja yang sedang bertarung demi suatu kebanggaannya. Pada zaman now ini, era milenial. Banyak bermunculan supporter eceran, yang kandang di setiap sudut-sudut warung kopi. Bermodalkan layar-putih lebar dan proyektor serta tv kabel, jadi teringat kisah pertunjukkan layar tancap saat zaman kakek-nenek masih muda.
Warung kopi disulap menjadi basecamp tim tertentu, atribut dipasang. Hinggar-bingar lantunan chant menggetarkan setiap cangkir kopi. Saat pertandingan berlangsung komentator yang memimpin jalannya pertadingan bukan lagi yang berada pada pihak penyiar. Seisi warung kopi berhak menjadi komentator bola, ini adalah kebebasan berpendapat dan berbicara menurut undang-undang hehe.
Bergemuruh bagai suara ombak suara para pengamat bola yang tak jarang bermodalkan fanatisme belaka ini. Hujatan demi hujatan bermunculan kepada sang pemain, seolah latihan rutin mereka setiap hari, penerapan dan penyusunan strategi tak ada artinya saat berhadapan dengan pemain ke-12 yang sekaligus komentator eceran ini.
Dihujatnya djanc*k kipernya gitu aja kebobolan, pelatih ta*k kerjasama tim tidak berjalan maksimal yang ocehan seperti itu pastinya tak asing ditelinga kita semua saat ikut meontong di basecamp eceran tersebut.
Analis bola yang sejatinya belajar dari peristiwa dan riwayat pertandingan berpuluh-puluh tahun lamanya dikalahkan dengan alih-alih ini timku pake kostum pertama pasti menang ini. Pengamatan tiap pemain demi pemain dikalahkan dengan hujatan terkait fisik pemain, pemain cilik itu dibody ngelimpang dalam bahasa jawa.
Bahkan tak jarang tiap seusai pertandingan menimbulkan duka yang sangat dalam dalam jiwa pemain ke-12. Ada yang kecewa karena hangus harta bendanya, gengsi dengan pendukung lain yang tak jarang membuahkan bibit dendam dalam jiwa dan merana dibuatnya. Untungnya sekarang FIFA mempunyai Fair Play yang sejatinya berlaku bagi semua pencinta sepakbola bukan hanya pada 11 pemain dan wasit dalam stadion saja. Sudah taukan siapa si raja rimba hijau, hehehe
Karya : Didin
Editor/Ilustrator : Mufardisah