PUCUKMERA – Romi duduk di ruang tengah, memandangi foto dengan pigura kecil. “Maafkan aku, Tiara”, bisiknya bersama air mata yang mengalir.
Pikirannya pun melayang pada kejadian 17 tahun yang lalu. Ia teringat akan istrinya yang meninggal saat hamil tua karna kecelakaan. Ia ingat akan kejadian malam itu sehingga Tiara istrinya harus dioperasi untuk menyelamatkan bayinya. Namun nyawa ditukar dengan nyawa, bayinya selamat tapi ibunya tidak. Pria itu menjadi tersangka dalam kecelakaan tersebut sebab dia mengendarai mobil dalam keadaan mabuk. Sehingga ia harus melalui proses hukum sedangkan bayinya yang kini ia beri nama Dini, dirawat oleh salah satu kawannya.
Dini harus menerima kenyataan bahwa ia tidak memiliki Ibu sejak setelah ia lahir ke dunia. Serta tidak merasakan hangatnya cinta Ayah hingga ia berusia 6 Tahun. Setelah keluar dari penjara, Romi membawa Dini dan membesarkannya seorang diri. Namun, ia harus menerima bahwa labelnya sebagai seorang mantan narapidana telah terkenal di sekitar lingkungannya. Ia tak ingin Dini tumbuh dengan kenyataan bahwa Ayahnya adalah seorang kriminal, Romipun merahasiakan darinya. Itu sebabnya ia tak pernah mengantar ataupun menjemput Dini ke sekolah, dia takut semua ini akan memperburuk keadaan. Namun kini, ia menyadari bahwa ia telah gagal menjadi Ayah untuk Dini. Ia menangis malam itu dengan memeluk foto Tiara,
Hari ini, Dini telah beranjak dewasa, dia telah tumbuh menjadi remaja usia 17 tahun yang cantik jelita seperti ibunya. Romi duduk di teras rumah. Sudah jam 11 malam, namun Dini tak kunjung pulang. Pagi tadi Dini keluar tanpa berpamitan kepada Ayahnya seperti biasanya. Namun, ada yang berbeda akhir-akhir ini. Dini lebih sering keluar malam dan akan pulang pukul 10 malam. Itulah sebab Ayahnya sangat khawatir, apalagi Dini kini telah beranjak dewasa.
Tiba-tiba ia melihat mobil tua berhenti di depan rumahnya. Dini keluar dari sana sambil berkata kasar pada seseorang di dalam mobil, Ayahnya melihat dengan seksama. Ia menyadari bahwa itu adalah seorang lelaki, dia berfikir mungkin itu kekasih Dini. Namun yang lebih mengalihkan perhatiannya adalah tangisan Dini yang kemudian masuk kedalam rumah. Pria itupun berusaha untuk menanyakan kepada anaknya, namun seperti biasanya, Dini menghindar.
“Dini, ada apa Nak? Siapa pria itu? Kenapa kamu menangis?”, Kata Romi dengan keras sambil mengetuk kamarnya.
Tak ada suara balasan dari Dini, Namun pria itu mendengar suara yang aneh. Tanpa pikir panjang ia mendobrak kamar Dini dengan kencang hingga terbukalah pintunya sampai rusak, benar saja sudah tidak ada orang disana. Romi bergegas memakai mantelnya, kemudian keluar untuk mencari Dini. Ia berlari dengan cepatnya ditemani dengan rintik hujan yang tiba-tiba turun malam itu. Tak terlihat sama sekali tanda-tanda keberadaan Dini, iapun berlari lagi menuju jalan besar siapa tau Dini akan menaiki bis disana.
Cemas dan kalut menyelimuti hati Pria besar itu. Sesampainya disana ia menemukan gadis kecilnya berjalan ditengah tengah jalan raya, tatapannya kosong dan jalannya lunglai. Iapun bergegas menghampirinya, namun tiba tiba mobil dari arah berlawanan melaju kencang dan menabrak Dini.Tidak mungkin, Tidak mungkin!!!!, bayang bayang 17 tahun yang lalu memenuhi kepalanya. Wajah Tiara yang bersimbah darah kini tergantikan oleh Dini yang tergeletak di pinggir jalan. Pria itu berlari dan memeluk putrinya. Dini sudah tak sadarkan diri, namun Pria itu berusaha keras mencari bantuan.
Suara sirine ambulan meraung-raung memecah derasnya hujan. Dini lemas dalam dekapan Ayahnya yang malang. Pria itu tak memikirkan apapun kecuali keselamatan putrinya. Sampai dia tak sadar bahwa darah Dini telah memerahkan bajunya yang putih sebelumnya. Tangannya tak pernah sekalipun ia lepaskan dari genggaman Dini. Wajahnya pucat pasih dan berlinang air mata.
“Ga..dis kecil ber…berlari di awan, memetik bintang dan mulai tertawa… Gadis kecil.. ialah putri im..pian..Can..tik rupa dan juga hatinya”, gumamnya dengan tangis yang tak kunjung reda.
“Oh…Ayah sungguh sayang, Oh…Ayah sungguh cinta..Gadis ke…cil kini mulai dewasa, Namun cinta itu ada selamanya…” nyanyiannya bersahut-sahutan dengan sirine ambulan yang melaju kencang. Ia menangis, lagi.. dan lagi sambil menggenggam tangan anaknya.Haru biru menyelimuti perjalanan menuju rumah sakit. Terngiang setiap kekecewaan Dini terhadapnya yang tak mampu membuatnya bahagia. Hingga tiba-tiba tangisnya terhenti, jari Dini bergerak. Matanya mulai terbuka. Sayup-sayup terdengar ia berkata.
“A.. Ayah..”
Maka, itulah kali pertama setelah sekian lama Romi mendengar putrinya memanggilnya kembali dengan tatapan yang nanar dan bercahaya. Nyanyian itu seolah membuat Dini tersihir dan menitikan air mata. Di dalam hati Pria itu berjanji, takkan membiarkan putrinya menangis lagi. Hanya melalui genggaman tangan itu, dua insan Ayah dan Anak bertukar kasih sekaligus sakit yang menjalar ke seluruh badan. Tiada yang sanggup menerjemahkan apa arti dari tangis haru di malam itu, kecuali mereka dan Tuhan Yang Maha Tahu. [Mufardisah/Ifan]