Pola Interaksi Keluarga dan Survivalitas Seorang Korban Bullying

Holy Ichda Wahyuni
Mahasiswa dan Ibu Satu Anak


Keluarga adalah rumah bernaung. Jalan pulang yang selalu tertapak penuh kerinduan dalam setiap langkah. Begitulah gambaran idealnya, sehingga kenyamanan dalam menjalani keseharian dapat tercipta.

Perasaan bahwa seseorang tidak hidup sendiripun akan terbangun. Bagi orang-orang dengan rasa nyaman dan keyakinan saling memiliki, berapapun susah dan desah lelah, selalu ada peraduan akhir yang mereka sebut keluarga.

Potret keluarga ideal tersebut, seyogyanya mampu memberikan secara optimal pendidikan informal yang dibutuhkan dalam perkembangan seorang anak. Sebagian pakar telah sepakat bahwa keluarga adalah letak pendidikan pertama dan utama bagi seorang anak. Bahkan firman Tuhan juga menyatakan demikian. Perkembangan seorang anak yang dimaksud dalam wacana ini, adalah termasuk perkembangan psikologisnya.

Bullying dan Beban Psikologis

Seseorang dalam melakukan interaksi sosial di luar rumah, seperti di lingkungan bermain, sekolah, ataupun lingkungan masyarakat lainnya, tak jarang mengalami hantaman psikologis dari arah mana saja. Bullying atau perundungan menjadi pemicu utama yang mampu mengoyak psikologis seseorang tatkala dihadapkan dengan interaksi sosial.

Saya sendiri, dalam berbagai momentum pernah merasakan bagaimana perundungan mampu mematikan karakter dan kepercayaan diri. Perundungan itu saya terima dari seorang teman sekolah, dengan serta merta ia kerap memberikan cemooh di muka umum yang menciptakan kondisi memalukan.

Pengamatan saya di salah satu platform sosial media juga menemukan banyak kasus yang diungkap oleh pengguna, bagaimana perundungan ini telah memberikan akibat fatal pada dirinya dan/atau orang-orang di sekitar mereka.

Dikutip dari Jayani (2019), data hasil riset Programme for International Students Assessment (PISA) tahun 2018, korban bullying di Indonesia terutama dalam lingkungan sekolah masih berada di angka 41,1%.

Indonesia juga berada di urutan kelima dari 78 negara dengan kasus bullying. Fakta ini menunjukkan bahwa kasus perundungan merupakan persoalan serius yang harus mendapatkan perhatian ekstra dari semua pihak.

Selama ini, perundungan masih sering dianggap remeh oleh sebagian orang. Dalih bahwa korban bullying hanya sosok yang baperan, cengeng, menjadi sebuah legitimasi pembiaran. Belum lagi, tatkala bullying bersembunyi di balik topeng pernyataan, “Ah, itu hanya bercanda,” atau penganggapan senada yang menganggap bahwa hal tersebut adalah sebuah konten komedi semata.

Faktanya, bullying dapat menjelma dalam berbagai bentuk, sehingga pada kasus tertentu tak hanya menjadi beban psikologis korban. Tidak jarang kasus bullying ini mengakibatkan luka fisik serius pada diri korban yang menerima tindak kekerasan, bahkan dilakukan oleh sebayanya. Lebih parah dari itu, bahkan kematian.

Perwitasari (2019) mengelompokkan tindak bullying ini menjadi beberapa bentuk, yakni; intimidasi verbal, intimidasi kekerasan fisik, intimidasi sosial, dan perundungan lewat situs cyber.

Kita mungkin seringkali membaca di media masa, kasus anak depresi, bahkan yang lebih parah-bunuh diri. Ketika diruntut akar masalah, seringkali mereka adalah para korban bullying yang berada di titik terendahnya.

Mereka tidak mampu survive karena suara mereka jarang didengar. Ada juga yang bahkan tidak mampu bersuara, sebab ketidaktahuan mereka terhadap tempat untuk mengadukan kemalangan yang dialaminya. Ironis, seharusnya keluarga sebagai kelompok primer dalam hal ini mengambil peran utama untuk memotong tali perundungan ini.

Kelompok primer yang dimaksud dalam hal ini memiliki makna bahwa di dalam keluargalah letak intensitas tatap muka yang paling sering. Jangan sampai sebuah keluarga yang tinggal satu atap namun tak pernah tatap. Berada pada satu rumah namun jauh dari kata ramah. Berpijak pada satu pondasi namun berspasi.

Pola Interaksi Keluarga

Apa yang menyebabkan keluarga tidak mampu menjalankan peranannya? Salah satu faktornya adalah pada pola interaksi yang dibangun dalam keluarga.

Walgito (2003) mendefinisikan interaksi sebagai hubungan komunikasi dua arah antara satu individu dengan individu lain yang dapat saling memengaruhi. Sebuah penelitian Jeong-Mee dan Mahoney (2004) telah menilai gaya interaksi antara orang tua dan anak, kemudian membaginya menjadi empat gaya.

Pertama, adalah mengemban tanggung jawab dalam hal ini meliputi kemauan saling mendengar, sensitivitas, dan efektivitas. Kedua, adalah kemampuan memengaruhi, dalam hal ini meliputi penerimaan, kenikmatan, kenyamanan, dan kehangatan. Ketiga, adalah pemberian pujian, dan yang keempat adalah kecenderungan untuk mengarahkan.

Munirianto (2017) juga membagi kriteria pola interaksi dalam keluarga yang bisa diterapkan oleh orang tua dan anak, agar suasana kondusif dapat tercipta.

Beberapa kriteria tersebut di antaranya; menciptakan kehidupan beragama atau spritiualitas dalam keluarga; adanya peluangan waktu untuk bersama; pola komunikasi yang santun dan baik; saling menghargai dan menghormati; berupaya menjaga keakraban, kedekatan, keeratan agar tidak rapuh; serta apabila terjadi krisis, prahara, maupun benturan, maka keluarga menjadi perioritas utama.

Pola interaksi ideal di atas, apabila dapat terbangun, maka akan membentuk suasana harmonisas dalam keluarga. Potret orang tua yang selalu mendengarkan keluh kesah anak, serta sensitivitas untuk menangkap perubahan gejolak emosi pada anak.

Bagi seorang anak korban bullying, penguatan lingkungan inilah yang menjadi pasokan kekuatan untuk mereka agar mampu bertahan, bangkit dari keterpurukan, atau bahkan melakukan pembelaan diri.

Survivalitas seorang korban bullying

Tindakan bullying atau perundungan ini bisa menimpa semua usia, bukan hanya anak sekolah, dan bisa menimpa semua kalangan. Baik itu anak-anak, remaja, ataupun dewasa. Kalangan masyarakat menengah ke bawah, bahkan selebriti. Mulai dari pelajar, pekerja, sampai ibu rumah tangga.

Tidak mudah bagi seorang korban bullying untuk bangkit. Gejolak emosi yang seringkali terpendam, bisa menjadi bom waktu yang akan meledak kapan saja, menciptakan kehancuran yang terwujud pada hal tak diinginkan.

Sebaliknya, tatkala lingkungan hadir untuk merangkul, mendekap, serta memberi dukungan kepada korban bullying, kemudian mereka bangkit. Bisa jadi mereka akan menemukan sebuah titik balik dan perubahan besar dalam hidup.

Saya jadi teringat dengan pengamatan saya di sebuah status sosial media yang diunggah oleh seorang perempuan. Perempuan ini sukses berkuliah di luar negeri dan menerima beasiswa penuh, lebih lanjut, karir perempuan ini bisa dikatakan sukses, bahkan karya-karyanya telah banyak terbit dan sangat dimintai khalayak pembaca. Siapa sangka, perempuan ini- dulunya adalah korban bullying.

Kehangatan dan harmonisasi keluarga serta bangunan spiritualitas yang melekat menjadi motivasi utamanya untuk bangkit, dan melambung tinggi setelah terjerembab. 

Contoh di atas, menunjukkan bahwa sebenarnya makna dan peran keluarga terhadap survivalitas seorang korban bullying adalah penting. Seorang korban bullying hanyalah orang yang ingin suara keluh kesahnya didengar, mendapatkan dukungan dan pembelaan. Mendapatkan hegemoni untuk tujuan penguatan diri bahwa kehidupan ini nyatanya masih ada sisi indahnya.

Tidak semua penduduk bumi kejam terhadapnya, hari-harinyapun tak akan seterusnya kelam. Seorang korban bullying hanya ingin diyakinkan, bahwa semua kemalangan itu akan segera berlalu, dia tak sendiri, dan masih ada hal penting dalam hidup untuk diupayakan demi menyambut hari yang cerah tadi.


Pucukmera.ID – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment