Pajak Selama Pandemi Covid-19 Menurut Pemikiran Abu Yusuf

Fadhilatul Ula’ M

Dalam menjalankan pemerintahan yang baik, berbagai kebijakan ekonomi digunakan pemerintah untuk mengelola perkonomian terutama saat pandemi Covid-19. Indonesia merupakan salah satu negara yang terinfeksi pandemi Covid-19.

Saat ini, 05 Juli 2020, tercatat sudah 63.749 kasus positif virus corona, di antaranya, 29.105 dinyatakan sembuh dan 3.171 orang meninggal (Dikutip dari: www.kemkes.go.id)

Kondisi perekonomian Indonesia dalam pandemi Covid-19 menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah memperkirakan perekonomian Indonesia akan mengalami kontraksi hingga 3,8% pada kuartal II. Pada kuartal I, ekonomi hanya mampu tumbuh 2,97%. Pertumbuhan ekonomi minus diperkirakan berlanjut hingga kuartal III, di angka 1,6%. Pertumbuhan ekonomi diprediksi mulai positif lagi pada kuartal IV di angka 3,4%.

Secara total, Sri Mulyani memperkirakan ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh di kisaran -0,4% hingga 1%. Pada tahun 2019, ekonomi Indonesia masih mampu tumbuh 5,02%. Sementara Bappenas memperkirakan ekonomi hanya tumbuh -0,4% hingga 2,3%. Sebelum pandemi, perkiraan pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5,3%. Semua lini penyokong pertubuhan ekonomi diperkirakan mengalami kontraksi, kecuali konsumsi pemerintah. (Dikutip dari: https://tirto.id)

Dalam melakukan upaya sosialisasi atau pencegahan penyebaran Covid-19, peran pajak sangat berpengaruh untuk membantu mengatasi masalah, khususnya dalam segmen pendanaan. Juga dibutuhkan peran serta kebijakan-kebijakan pemerintah untuk menangani dan menanggulangi kemerosotan perekonomian Indonesia tersebut. Salah satu caranya adalah pendistribusian pajak yang merupakan pendapatan negara terbesar di Indonesia.

Studi komparatif tentang pemikiran Abu Yusuf, Abu Yusuf telah membahas tentang kemampuan dan kemudahan para pembayar pajak dalam pemungutan pajak. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang harus dikelola dengan baik, sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat.

Pelaksanaan pajak telah ada sejak masa Nabi Muhammad SAW dan penerapannya masih terus berlanjut. Pada masa Abbasiyah, hadir seorang ulama bernama Abu Yusuf yang diminta untuk menulis sebuah buku komprehensif yang dapat digunakan untuk permasalahan perpajakan yang berjudul “Al-Kharaj”.

Abu yusuf sendiri telah mengemukakan prinsip-prinsip tentang perpajakan dengan sangan jelas yang kemudian dikenal sebagai Canons of Taxation oleh para ekonom. Kesanggupan membayar, pemeberian waktu yang longgar bagi pembayar pajak dan sentralisasi pembuatan keputusan dalam administrasi pajak adalah beberapa prinsip yang ditekannya.

Konsep Pajak Menurut Abu Yusuf

Ya’qub bin Ibrahim bin Habib bin Khunais bin Sa’ad Al-Anshari  Al-Jalbi Al-Kufi Al-Baghdadi atau yang lebih dikenal sebagai Abu Yusuf, lahir di Kuffah pada tahun 113 H. (731 M). Abu Yusuf terkenal sebagai ahli tata kelola keuangan negara. Setidaknya ada dua hal yang menjadi kontribusi besar Abu Yusuf dalam perkembangan ilmu ekonomi, yakni pemikirannya tentang konsep keuangan publik (perpajakan) dan mekanisme pasar (hukum supply dan demand).

Yang menjadi prinsip dasar pemikiran Abu Yusuf tentang ekonomi adalah semua kekayaan yang dikumpulkan dan dikelola oleh khalifah adalah amanah dari Allah yang akan dimintai pertanggungjawaban. Semua kebijakan negara harus mengedepankan aspek kepentingan rakyat seluas-luasnya.

Menurut Abu Yusuf perlu adanya pemberlakuan pajak pada suatu negara. Dengan alasan perlunya pengembangan infrastruktur sosial ekonomi, mewujudkan keadilan dan efisiensi. Banyaknya daerah yang perlu dikembangkan khususnya ekonomi pada sektor pertanian, dan investasi negara untuk keberlangsungan negara dan jaminan sosial.

Dalam konsep perpajakan, Abu Yusuf lebih mengunggulkan sistem pajak proporsional (muqasamah) dibandingkan sistem pajak tetap (misahah). Misahah adalah metode penghitungan kharaj yang didasarkan pada pengukuran tanah tanpa mempertimbangakan unsur kesuburan tanah, irigasi dan jenis tanaman. Sedangkan metode muqasamah, tingkat pajak didasarkan pada rasio tertentu dari total produksi yang dihasilkan.

Abu Yusuf menilai sistem pajak proporsional lebih adil dan tidak memberatkan bagi para petani. Sedangkan sitem pajak tetap tidak memiliki ketentuan apakah harus ditarik dalam jumlah uang atau barang. Konsekuensinya, ketika terjadi fluktuasi harga bahan makanan, antara perbendaharaan negara dengan para petani akan saling memberikan pengaruh negatif.

Abu Yusuf juga menjelaskan mengenai restrukturisasi mekanisme pemungutan pajak dengan menerapkan kebijakan dengan sistem musaqomah, di mana pungutan pajak bisa bertambah dan berkurang bergantung pada produktivitas pengelolaan lahan/tanah, dan status pajak yang diubah dari sistem dzimmah (pajak perlindungan) kepada sistem musyarakah (kerjasama rakyat dengan pemerintah) dalam sektor pertanian.

Kontribusi pemikiran Abu Yusuf mengenai Peran dan Fungsi Pajak dalam Pandemi Covid-19

Berdasarkan pemikiran Abu Yusuf, pemerintah Indonesia tentunya perlu menerapkan pola kebijakan yang relevan dengan kehidupan di zaman ini. Agar kesejahteraan perekonomian umat dapat tercapai, apalagi saat ini, dunia khususnya Indonesia sedang mengalami pandemi Covid-19. Dalam pandangan Abu Yusuf, tugas utama pemimpin negara, di mana pemimpin negara Indonesia adalah Presiden yang harus mewujudkan serta menjamin kesejahteraan rakyatnya.

Pemungutan pajak di Indonesia dengan prinsip self assesment, yaitu suatu prinsip dengan memberi wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

Hal tersebut sesuai dengan pemikiran Abu Yusuf di mana pajak yang menggunakan sistem muqassamah, yakni sistem pemungutan pajak yang diberlakukan berdasarkan nilai yang tidak tetap (berubah) dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan dan persentase penghasilan atau pajak proporsional.

Berkaitan dengan perbendaharaan negara, di dalam kitab Al Kharaj karya Abu Yusuf terdapat pembahasan ekonomi publik. Dalam hal ini negara memiliki peranan penting dalam penyediaan fasilitas publik yang dibutuhkan rakyat saat pandemi Covid-19.

Di mana relevansinya sekarang yakni adalah pembangunan rumah sakit atau tempat karantina untuk menampung pasien yang sudah positif terinfeksi Covid-19, Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pemantauan (ODP) yang sudah sesuai dengan konsep ekonomi Islam di mana negara harus menyediakan berbagai fasilitas yang menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat umum saat pandemi Covid-19.

Meskipun penurunan omzet wajib pajak dipastikan akan terjadi akibat adanya wabah virus. Tetapi hal akan ditanggapi positif dengan diluncurkannya aturan pemberian insentif kepada wajib pajak. Rendahnya penerimaan pajak akibat dampak dari Covid-19 adalah konsekuensi yang harus diterima pemerintah. Namun, bukan berarti hal buruk tersebut juga diperburuk dengan tindakan menunda kewajiban perpajakan yang memiliki peran penting.

Peran wajib pajak dengan tidak menunda kewajiban perpajakan secara tidak langsung sudah membantu negara dalam berjuang memfasilitasi para tenaga medis yang menjadi garda terdepan dalam menyembuhkan dan menghentikan laju wabah. Setidaknya, inilah cara wajib pajak dalam upaya mendukung pemberantasan pandemi Covid-19

Pendapatan negara tidak hanya berasal dari pajak tetapi juga berasal dari usyr (bea cukai), zakat, infaq dan sedekah. Pendapatan negara tersebut tidak hanya digunakan untuk memenuhi fasilitas kesehatan dan membantu masyarakat yang terkena dampak pandemi Covid-19 saja. Tetapi juga dialokasikan untuk gaji pegawai karena pemerintah harus bertanggung jawab dan memberikan gaji yang layak bagi pegawai yang telah bekerja untuk pelayanan publik khususnya dalam membantu menanggulangi virus Corona ini yang diambil dari pajak.

Gaji yang layak tersebut diberikan kepada garda terdepan dalam menanggulangi Covid-19 yakni para dokter, perawat dan juga tenaga medis. Tenaga medis merupakan orang yang paling rawan terpapar virus, karena merekalah yang lebih awal melakukan penangan setelah adanya kasus yang dinyatakan harus dilakukan penanganan khusus atau harus diisolasi.

Tanggungjawab dan tugas mulia seorang dokter dan paramedis untuk menolong pasien bagaimanapun resikonya adalah hal yang harus diutamakan. Mereka bekerja tanpa pamrih dibanding kemungkinan resiko besar tertular virus yang dibawa oleh pasien.

Selain itu, Tugas utama pemimpin negara adalah mewujudkan serta menjamin kesejahteraan rakyatnya. Apalagi dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini, di mana rakyat membutuhkan sekali bantuan dari pemerintah untuk kelangsungan hidup mereka. Seperti, fasilitas kesehatan untuk menunjang orang-orang yang positif maupun yang terdampak Covid-19, bantuan kebutuhan pokok karena sebagian masyarakat harus bekerja dari rumah bahkan kehilangan pekerjaannya akibat pandemi Covid-19.

Oleh sebab itu, peran pemerintah serta kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah untuk menanggulangi Covid-19 sangat dibutuhkan, terutama pengadaan bantuan kepada masyarakat yang berasal dari pajak.



Pucukmera.ID – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

1 Comment

Leave a comment