Noktah Merah yang Berakhir dengan Indah

Irsyad Madjid
Redaktur Pucukmera.id


PUCUKMERA.ID — Di umur 15 tahun, orang tua saya memutuskan berpisah. Setelah kebersamaan yang mereka jalani 16 tahun lamanya. Saat itu, mungkin saya belum benar-benar mengerti apa konsekuensi dari perpisahan.

Tapi, saya sudah cukup dewasa untuk memaklumi bahwa mereka berdua memang sudah tidak seharusnya bersama. Saya ingat betul, beberapa bulan sebelum keputusan pisah itu diambil, rumah seperti neraka.

Ada saja hal yang membuat mereka bertengkar. Puncaknya saat pertengkaran itu memasuki wilayah fisik. Melihat kejadian itu di depan mata, sambil menggamit tangan ibu, setengah berteriak saya berujar, “Sudah cukup tengkarnya, bercerai saja kalau cuma begini terus!”

Orang tua saya terdiam. Momen itu jadi sekaligus menjadi pertengkaran terakhir mereka.

Kejadian itu membekas. Hubungan dan perasaan tak boleh dipaksakan. Dan durasi tak boleh jadi alasan utama mempertahankan hubungan. Itu pelajaran tak langsung pertama tentang hubungan yang saya pahami.

Hingga kemudian saya menonton film “Noktah Merah Perkawinan” besutan sutradara Sabrina Rochelle. Tokoh utamanya sepasang suami-istri yang memasuki saat-saat kritis pernikahan mereka setelah 10 tahun. Masalah utamanya cukup klise, komunikasi yang memburuk akibat campur tangan mertua.

Putusnya jalur komunikasi di antara mereka diawali dari perbedaan karakter, yang saya pikir sudah dapat dimengerti oleh pasangan 10 tahun menikah. Pihak perempuan selalu menganggap penyelesaian masalah adalah duduk bersama, dibicarakan hingga detail dan diakhiri dengan janji untuk berubah–tidak melakukan hal yang sama untuk kedua kalinya.

Sedangkan laki-laki, membicarakan masalah ibarat masuk ke dalam mimpi buruk. Tidak akan pernah menjadi semudah itu. Perspektif lelaki, duduk bersama dan membincangkan masalah selalu berakhir dengan terungkitnya masalah lain. Maka bagi lelaki, cara terbaik menyelesaikan masalah adalah dengan melupakan.

Gilang, pemeran utama pria dalam film ini, menggambarkan hal itu dengan epik. Hubungan mereka sejatinya sedang bermasalah. Rumah asri mereka hanya menjadi tempat berpapasan, bukan berhubungan. Apalagi ditambah karakter istrinya, Ambar, yang agak dominan, membuat ia sering kali merasa terpojok.

Akibatnya, dibanding mengobrol dari hati ke hati, ia memilih menghindar dan berusaha bersikap bahwa semuanya baik-baik saja. Sikap ini membuat amarah Ambar terpupuk. Namun, ia tak punya pilihan lain. Komunikasi adalah interaksi dua arah, dan Ambar tentu tak bisa memaksakan jika pasangannya tak menginginkan hal serupa.

Situasi ini membuat keduanya sama-sama tersiksa. Saya yang menonton pun ikut gelisah. Hubungan mereka menjadi hambar, hingga akhirnya Gilang bertemu Yuli. Perempuan muda yang energik dan menyenangkan. Hampir sempurna. Satu-satunya yang salah dari Yuli adalah punya pacar bossy yang memperlakukan dia layaknya bawahan, tidak equal.

Tapi dengan Gilang, Yuli merasakan frekuensi yang seirama. Scene paling favorit adalah kebersamaan antara Yuli dan Gilang di MRT. Sederhana, tapi penuh makna. Kebersamaan mereka serasa lebih hangat. Terlebih, Yuli tak menemukan ruang nyaman di tengah fasilitas mewah yang disediakan pacarnya. Kondisi ini berpadu dengan situasi Gilang, yang juga tak menemukan ruang aman di rumah. Tapi di MRT, rasa aman dan nyaman itu jelas terlihat.

Mungkin semua orang menduga akan ada affair antara Yuli dan Gilang. Sebab meskipun kata orang “Love is a sweet torture” sehingga harus sabar dan tabah dalam sebuah hubungan, tapi tetap saja, chemistry yang terbangun antara Gilang dan Yuli sulit dibantah. Apalagi, segala syarat untuk terjadinya perselingkuhan sudah terpenuhi. Saya pernah melakukan riset kecil di internet, mengetik kata kunci: Why people cheat? dan menemukan argumen penting yang membuat saya mengangguk setuju.

Sebenarnya, yang kita cari dalam sebuah affair belum tentu orang yang “lebih”. Sebaliknya, terkadang hal utama adalah kita ingin “terlihat” menjadi orang lain. Kita ingin menjelajahi bagian dari diri kita, yang untuk alasan apa pun, tidak bisa didapatkan dalam hubungan. Adegan Gilang tengah “melindungi” Yuli di tengah keramaian MRT, membuat prasangka ini semakin jelas. Dengan Yuli, Gilang menjadi “orang lain”.

Begitu juga Yuli, adegan ia memayungi Gilang yang tengah kehujanan, memunculkan simpatik pada sosoknya yang sebenarnya hadir sebagai (calon) orang ketiga. Kita seolah ingin memberikan pemakluman, Yuli lebih pas dengan Gilang, sebab ia diperlakukan lebih setara dan manusiawi.

Tapi, film ini membawa kita ke rasa yang berbeda. Yuli, yang setengah mati mengagumi Gilang, tak pernah memaksakan Gilang memilihnya. Pesan cinta dari Yuli tak pernah sekalipun terucap, meski rasa yang ia miliki sejelas tangisan dan air mata yang selalu mengucur deras tatkala mengingat Gilang.

Pada titik ini, saya berharap Ambar dan Gilang bercerai saja, lalu menjemput Yuli. Agak tega memang. Tapi, menurut saya cinta yang tumbuh di hati Yuli tak salah, hanya berada di waktu yang tak tepat. Lagi pula, perceraian bukanlah hal yang tabu.

Data terakhir statistik menyebutkan, jumlah perceraian di Indonesia mencapai 447.743 kasus. Ini berarti, setiap hari, paling tidak ada 1.232 kisah cinta di negeri ini yang kandas. Lagi pula, bukankah hubungan yang dipaksakan untuk terus bersama akan jauh lebih menyakitkan dibanding perpisahan?

Saya awalnya yakin, hubungan yang memasuki fase kritis, memang harus segera diakhiri. Sebab, jika pun mampu keluar dari fase itu, (mungkin) rasanya tak lagi sama. Namun, pilihan cerita dari film ini menyadarkan saya. Sesuatu yang sudah diawali dengan manis, berhak diperjuangkan agar tidak berakhir dengan pahit.


Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.

What's your reaction?
0Suka9Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment