“Minta dulu uangta’, Pak. Katanya baik ki, Pak.” Sepenggal Kalimat Menusuk dari Bocah Jalanan

Nur Fahmi Nur
Penulis Pucukmera.id


PUCUKMERA.ID – Bagi saya, Makassar adalah salah satu kota metropolitan milik Indonesia. Selain kehidupan masyarakatnya yang maju dan bangunan tinggi menjulang, syarat menjadi kota metropolitan adalah pengemis di jalanan.

Tidak hanya di Makassar, hampir di seluruh kota besar di Indonesia, pasti ada pengemis dan peminta-minta. Tapi, bagi saya, Makassar sudah setara dengan Jakarta untuk masalah pengemis dan peminta-minta.

Saya bandingkan dengan salah satu kota besar lainnya, Yogyakarta. Jogja, di mana tempat saya kuliah, bagi saya sudah menuju ke arah kota metropolitan. Kehidupannya sudah berjalan ala Jakarta. Tapi, masih sangat jarang ditemui pengemis dan peminta-minta. Walaupun tetap ada. Mereka tidak berkeliaran bebas. Berbeda dengan Jakarta dan juga Makassar.

Saya tidak ingin membicarakan Jakarta, toh saya jarang juga ke sana. Saya ingin membicarakan Makassar, lebih ke pengalaman saya menemui para peminta-minta dan pengemis di Makassar.

Sudah dua bulan ini saya tinggal di Makassar. Alasan pertamanya sebab menganggur dan kedua karena pandemi, sehingga pulang ke jogja ditunda dulu. Di Makassar, saya beberapa kali keluar untuk keperluan sesuatu menggunakan sepeda motor.

Di beberapa jalan yang saya lalui, yang terdapat lampu lalu lintasnya, selalu ada saja pengemis dan peminta-minta. Hampir semua yang saya temui adalah anak kecil sampai dengan remaja. Ketika lampu hijau, mereka menepi di pinggir jalan. Ketika lampu berubah merah, mereka mendekati mobil dan menempelkan muka serta tangannya ke kaca mobil. Beberapa kalimat yang keluar sering kali sama, “Minta dulu ta’ Pak.”

Sasaran utama tentunya para mobil, jarang sekali orang yang menggunakan motor didekati. Apalagi motor saya yang terlihat suram. Tentu menjadi opsi terakhir untuk dimintai uang.

Pengalaman kedua saya, kala itu saya ingin membeli sesuatu di minimarket yang lumayan jauh. Dan, harus melewati satu lampu lalu lintas. Di tengah jalan, ada anak yang datang menghampiri pesepeda motor. Anak ini membawa gitar. Saya kira dia pengamen, tapi bagi saya tidak. Kenapa saya bilang tidak? Alasannya karena tindakannya tidak seperti pengamen.

Masih wajar ketika pengamen tidak memiliki suara yang bagus, tapi bisa memetik gitar dengan benar. Anak ini sudah suaranya “wadidaw”, memetik gitar pun asal-asalan. Asal bunyi saja. Setidaknya walaupun tidak jago bermain gitar, saya paham kunci gitar. Tidak ada satupun susunan jari di atas senar yang membentuk kunci-kunci gitar tersebut.

Saya semakin yakin anak itu memang asal memetik gitar. Nyanyian dan suara gitarnya tidak selaras. Ya, saya akui usahanya untuk mencari uang, tapi tidak begitu juga, malah terkesan mengganggu pengguna jalan.

Pengalaman terakhir ini baru-baru saya alami beberapa hari lalu. Sebenarnya masih banyak pengalaman saya bertemu para pengemis di lampu lalu lintas. Tapi, ini pengalaman yang bagi saya unik. Jadi, waktu itu saya pulang menggunakan transportasi online, menggunakan mobil.

Mobil tersebut berhenti di lampu lalu lintas yang sedang nyala merah. Datanglah anak lelaki dengan gaya menempelkan tangan dan mukanya di kaca mobil. Sembari mengucapkan, “Minta dulu uangta’ Pak.” Karena ada uang di kantong, saya berikan uang itu. Kemudian anak itu pergi.

Temannya yang duduk dipinggir jalan melihat kejadian itu, segera berdiri dan berlari menuju kaca mobil yang saya tumpangi. Ia mulai menempelkan tangan dan mukanya, serta  mengucapkan, “Minta dulu uangta’ Pak.” Berulang-ulang kali. Bahkan terdengar sangat keras. Kenapa saya tahu sangat keras, karena beberapa pengendara di sekitar melihat anak itu.

Sebab saya tak kunjung memberikan uang, anak itu mengeluarkan kalimat yang bagi saya sangat berbeda. Sampai membuat saya kaget juga tersenyum dalam mobil itu. Dia berkata begini, “Minta dulu uangta’, Pak. Katanya baik ki, Pak.”

Ketika mendengar ucapan itu, saya jadi ingin membuka jendela dan berkata ke anak itu, “Kata siapa saya baik? Saya ini jahat. Saya pernah pura-pura sakit demi tidak sekolah. Saya pernah berbohong ke orang tua. Saya pernah makan gorengan 3 bayarnya cuma 1. Saya pernah pinjam duit, bilang bayarnya bulan depan, ternyata tahun depan. Saya ini jahat, Dik.” Tapi tidak mungkin juga saya melakukan itu, pertama karena anak itu tidak akan peduli juga. Kedua, karena saya membuka aib saya sendiri.

Dalam pikiran saya terlintas pikiran, “Wah, gila sih negara ini. Jahat amat.” Tapi pikiran itu menghilang begitu saja dan digantikan dengan ingatan tentang: Dandy Laksono yang dipanggil, Ananda yang ditangkap, Ravio yang diretas dan Bintang Emon yang dituduh pakai obat-obatan. Langsung saya ucapkan dalam hati, “Negara yang baik!”

Terlepas dari semua itu, sudah waktunya negara benar-benar serius menganggapi masalah ini. Pasal 34 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 bukan sebuah pajangan administrasi negara. “Dia” punya legitimasi kuat bagi para pemangku kebijakan untuk bergerak. Memelihara para fakir miskin dan anak terlantar. Sedang mereka terus dibiarkan terlantar di jalanan. Meminta-minta. Jangan sampai kata “dipelihara” ini menjadi sama artinya dengan berternak, semakin baik dipelihara maka semakin banyak pula jumlahnya.

Ada salah satu spekulasi saya kenapa para pejabat dan pemangku kebijakan belum benar-benar menyelesaikan masalah ini: mereka tidak pernah bertemu para anak-anak peminta. Kok bisa? Ya bisalah. Lha wong, kalau mereka lewat, jalanannya “dibersihin” atau kalau tidak “dibersihin”, kendaraan mereka diiring pengawal dari mobil polisi, sehingga bebas hambatan.

Tentunya anak-anak itu tidak mungkin sambil berlari mengejar mobil untuk meminta uang.


Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.

What's your reaction?
0Suka1Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment