Merdeka Dalam Mencintai

PUCUKMERA – Merdeka ialah suatu kata dengan pemaknaan yang bisa jadi sangat luas. Keluwesan arti merdeka memang tidak serta merta menjadikannya ia sebuah kata yang memiliki arti bebas dan lepas.

Merdeka bisa jadi menyatakan untuk mampu berdiri sendiri dan terpisah dari hal hal yang menurut kita membelenggu langkah atau tujuan yang sudah ditentukan. It’s okay selama kita menyatakan merdeka adalah bebas tanpa ada paksaan dan merupakan suatu keinginan yang berasal dari diri sendiri.

Indonesia menjadikan kata merdeka menjadi sebuah kata yang iconic saat merayakan HUT RI sejak zaman dulu hingga sekarang. Sebab bagi bangsa Indonesia, merdeka adalah terlepas dari segala bentuk penjajahan yang dilakukan oleh bangsa kolonial yang telah menyengsarakan hidup dan hati rakyat indonesia pada zaman itu. Merdeka bagi bangsa indonesia merupakan teriakan kemenangan atas dikalahkannya para boss boss berambut pirang lagi bengis itu sehingga mereka diusir dari bumi ibu pertiwi. Maka, kata merdeka barangkali telah menancap di hati terdalam rakyat Indonesia dari dulu hingga diturunkan kepada anak cucu cicitnya kini. Ditambah dengan lagu lagu kebangsaan yang senantiasa di dengungkan saat hari-hari tertentu dan saat upacara bendera. Inilah kata yang paling nasionalis dan yang paling sakral untuk dikaitkan dengan bangsa kita, bangsa Indonesia.

Maka kini, arti merdeka barangkali bukan hanya tentang bebas dari segala macam bentuk penindasan dan penjajahan oleh bangsa kolonial. Merdeka kini telah merekahkan maknanya secara mendalam. Bagi penulis, merdeka adalah inti dari segala macam solusi yang sedang dihadapi bangsa Indonesia sekarang. Mengahadapi pemilihan presiden tahun depan, menghadapi Asian Games, menghadapi naiknya bahan bahan pokok, hingga menghadapi panasnya ruang media sosial tentang isu isu yang tak tau dimana asal mulanya ia dihembuskan.

Pernahkah kita berfikir bahwa setiap problema yang ada dalam hidup kita timbul dan mencuat ke permukaan sehingga membuat amarah kita menggebu-nggebu untuk menanggapinya. Maka cinta merupakan peredam sekaligus kekuatan dalam jiwa yang mampu sekaligus mengurai problematikanya. Indonesia kini dirundung rasa saling membenci, saling menyerang, saling fanatik terhadap keberpihakan sehingga sekat dan dinding tercipta antara kita masing-masing. Mari kita mulai merefleksikan diri terhadap apa yang telah terjadi paling tidak akhir dua tahun ini.

Menguatnya isu isu politik di berbagai media membuat berbagai macam sekte bermunculan di Indonesia. Kefanatikan atas sebuah pilihan kemudian membuat satu orang dengan orang yang lain nampak begitu berbeda. Padahal ini hanya soal pilihan, namun tak jarang bermunculan di pemberitaan bahwa perbedaan membuat panas suatu ruang forum, membuat kelompok A dan kelompok B saling main keroyokan, bahkan tak jarang pula di bumi Indonesia yang mistis ini antar kelompok saling menyerang melalui bantuan mbah dukun dengan kekuatan magisnya.

Tidak hanya sampai di sana, satu isu saja (dalam hal ini isu politik), dapat menyebabkan isu yang lain bermunculan. Misalnya sekte A mempersoalkan harga kebutuhan pokok yang naik serta janji janji yang tidak pernah di tepati oleh sang calon. Maka sekte B pun membalas dengan isu yang lain lagi “daripada calonmu, stadion ajah belum kelar udah ditinggal nyawapres!”. Melalui perdebatan ini kita memperoleh dua problema lagi yang ditanggung oleh rakyat Indonesia. Belum lagi perang yang di lakukan oleh para warganet di media sosial. Segala macam bentuk problematika ditudingkan kepada satu sama lain. Saling melempar tanggungjawab, tuduh menuduh dan terkadang tak mau tau. Sempat saya berfikir, ternyata orang indonesia sebegitu hafalnya dengan problematika yang di hadapi bangsanya, namun minim aksi untuk bersama menyelesaikannya.

Ini masih isu politik, belum lagi jika dibumbuhi isu SARA yang belakangan ini sangat sensitif untuk diperbincangkan. Banyaknya konflik yang bebau SARA membuat masalah apapun dikaitkan dengan isu ini, dan jelas saja bahwa isu ini lebih besar lagi menciptakan perbedaan – perbedaan antar sesama. Apalagi Indonesia merupakan negara majemuk dengan beragam suku, agama, ras dan antar golongan (SARA). Dilansir dari laman okezone.com Kasubdit I Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskim Polri Kombes Irwan Anwar menyebutkan bahwa penyebaran isu SARA di media sosial meningkat saat Pilkada 2018. Hal ini menjadi bukti bahwa isu SARA telah dikaitkan dengan isu isu yang lainnya. Inilah sebuah awal dari perpecahan yang sesungguhnya.

Tanpa para penjajah, tanpa boss boss yang berambut pirang, tanpa kerja rodi, tanpa penindasan dari bangsa lain. Indonesia kini dengan secara sadar dan sukarela telah bersama-sama menghancurkan persatuan bangsanya sendiri. Telah secara berjama’ah saling menjajah antar kawan sebangsanya sendiri. Inikah yang disebut merdeka? Apabila kita merdeka, mengapa kita masih membenci antar satu sama lainnya. Maka apalah arti merdeka apabila tiada cinta di dalamnya. Kemerdekaan menjadi abu-abu apabila rakyatnya saling membenci dan menyerang satu sama lain.

Kemajuan dunia informasi dan komunikasi menjadikan ruang ruang perdebatan dan perselisihan tersedia kapanpun dan dimanapun. Hate speech dan perilaku kasar yang lainnya tidak serta merta menciptakan suatu gagasan atau solusi, malah menghantarkan pada sakit hati dan tindakan kriminalpun tak dapat di pungkiri.

Tidak bisakah kita belajar untuk saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Meskipun beda suku, ras, agama atau bahkan beda pilihan, itu semua tak menjadi masalah. Toh, sejak awal para pendahulu kita sudah menitipkan pesan Bhineka Tunggal Ika sebagai suatu bekal dan nasihat yang harus selalu diingat oleh para rakyatnya. Bahwa apapun yang membuat kita beda, Indonesia adalah satu jua. Indonesia harus tetap bersatu tanpa ada kompromi. Bhineka Tunggal Ika mengisyaratkan kepada kita semua bahwa bersatu adalah bentuk cinta antar sesama. Para pendahulu juga memperjuangkan kemerdekannya atas dasar cintanya kepada ibu pertiwi dengan merah putih sebagai benderanya. Apakah kita yang memang memiliki sisi baik dan buruk ini lebih memilih membenci daripada mencinta untuk menyambung kemerdekaan yang sudah di angka tujuh tiga?

Mari kita berefleksi bersama, apabila problematika yang kita hadapi di Negara Indonesia ini merupakan tanggungjawab kita bersama, maka mari bersama sama mencari jalan tengah dengan saling menggenggam erat saudara-saudara kita. Menghargai dan menghormati juga merupakan bentuk cinta. Mengurangi hate speech di media sosial juga merupakan bentuk cinta, menghargai pilihan politik seseorang juga merupakan bentuk cinta, tidak mencampur baurkan isu politik dengan isu SARA juga merupakan bentuk cinta, semua yang kita lakukan untuk mengisi kemerdekaan dengan menekan angka perbedaan antar sesama adalah bentuk cinta.

Maka sekali lagi, merdeka bukan hanya menyoal tentang terlepas dari belenggu kolonial, namun merdeka juga merupakan kebebasan kita untuk saling menghargai sesama dan mewujudkannya dalam bentuk cinta kasih kepada saudara sebangsa dan setanah air. Selamat HUT RI ke-73. Selamat merdeka dalam mencintai! Kamu dan aku mungkin berbeda, tapi cinta akan merekatkan kita semua. [Mufardisah]

What's your reaction?
2Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

1 Comment

  • Cortez
    Posted March 8, 2025 at 10:26 am 0Likes

    The Truth About Forehead Wrinkles Most People Overlook

    The Truth About Forehead Wrinkles Most People Overlook

    Forehead wrinkles are often overlooked in discussions about aging, but they can be
    a significant indicator of skin health. These lines appear due
    to the loss of collagen and elastin, which keep skin firm and supple.
    While some people may attribute these changes solely to age, environmental factors like sun exposure and lifestyle choices
    play a substantial role.

    The Science Behind Those Stubborn Forehead Lines

    The formation of forehead wrinkles is primarily driven by the natural aging process,
    which reduces collagen production. Collagen is essential for maintaining skin elasticity, and its depletion leads to the
    development of lines and creases. Additionally, prolonged sun exposure can damage collagen fibers,
    exacerbating wrinkle formation.

    Why Digital Lifestyles Accelerate Wrinkle Formation

    Modern lifestyles, dominated by screen time and reduced physical activity, can accelerate wrinkle development.

    Prolonged exposure to blue light from screens may contribute to oxidative stress, while poor hydration and inadequate skincare routines can further degrade skin health.
    This digital-induced stress is a growing factor in early wrinkles.

    Prevention Strategies That Actually Work

    Preventing forehead wrinkles begins with daily skincare habits, such as using sunscreen, moisturizing, and exfoliating.

    Antioxidants like vitamin C can protect against free radicals, while hyaluronic acid helps retain hydration. Maintaining a healthy lifestyle, including balanced nutrition and regular exercise, also supports skin health.

    Professional Treatments for Established Wrinkles

    Once wrinkles are visible, professional treatments like Botox,-fillers, or laser therapy can offer effective solutions.
    These options work by smoothing lines, plumping skin, or stimulating collagen production. They are particularly useful for
    deeper wrinkles and those who want immediate results.

    Creating an Effective Home Care Routine

    A robust home care routine includes consistent application of sunscreen, gentle cleansers, and nourishing serums.

    Regular mask use can help remove excess oil and impurities, while
    avoiding harsh chemicals that may irritate the skin. Incorporating omega-3s and antioxidants into
    your diet can also promote skin health from the inside out.

    When to Start Anti-Aging Treatments

    The decision to pursue anti-aging treatments should be based on individual
    needs. Visible signs of aging, such as fine lines or loss of
    volume, are key indicators for considering professional interventions.
    Early prevention is crucial to maintain a youthful appearance and
    combat the effects of aging proactively.

    Remarkable Ways Divorce Transforms Men as Partners

    (Note: This section does not align with the article context provided and has been ignored)

    Dangerous Liver Pain Warning Signs

    Persistent pain in the liver can signal serious issues, such as hepatitis or gallstone disease.
    Symptoms include right upper quadrant abdominal pain,
    dark urine, nausea, and fatigue. Ignoring these signs can lead to severe complications,
    so consulting a healthcare professional is essential
    for an accurate diagnosis.

    Ways Stress Fuels Inflammation and Damages Health

    Stress responses trigger the release of cytokines, which are
    inflammatory proteins. Chronic stress can compromise the immune system,
    increasing vulnerability to infections and diseases like arthritis or heart conditions.
    Managing stress through mindfulness, adequate
    sleep, and support networks is crucial for overall
    health.

    My blog post … which of the following compounds is not derived from cholesterol?,
    only.icpkorea.com,

Leave a comment