Rezza Deviansyah
CEO bolehbaca.com dan Pustakawan di Boba Library
Kehidupan senantiasa berubah. Dinamis.
Kenyamanan yang kita nikmati hari ini suatu saat bisa menjadi milik orang lain. Milik mereka yang mau dan berani berubah, mau dan berani menyesuaikan diri dengan keadaan dan kondisi yang baru. Mau dan berani mempertaruhkan zona nyaman dengan masa depan yang penuh ketidakpastian.
Apa yang terjadi pada tubuh orang yang sudah mati? Ya, kaku. Orang-orang kaku yang menolak perubahan bisa dianalogikan dengan orang mati.
‘Mati’ sebelum mati.
Sayangnya, ‘kematian’ inilah yang selama ini jarang disadari oleh banyak orang. Mereka yang sudah ‘mati’ selalu mengira bahwa kehidupan terus menerus seperti yang mereka bayangkan: Statis.
Masa depan tampak seperti bukit berkabut sehingga menimbulkan perasaan khawatir dan takut untuk menjelajahinya. Ketakutan ini tercermin dari sikap mempertahankan status quo dan keengganan untuk mengambil resiko.
Mereka enggan berubah karena takut kenyamanan yang bertahun-tahun mereka nikmati bakal hilang. Mereka khawatir bahwa perubahan akan memindahkan privelese dan kesenangan yang selama ini erat tergenggam di tangan mereka lepas ke tangan orang lain.
Alhasil, ketika gelombang perubahan menerjang, mereka terkaget-kaget dan akhirnya pasrah dihempas ombak perubahan. Apa yang selama ini dikira bakal mereka genggam sampai mati, ternyata telah direbut oleh orang lain.
Hal ini bisa terjadi pada siapa saja. Siapapun yang ‘mati’. Mahasiswa, pegawai, entrepreneur atau siapapun mempunyai peluang yang sama untuk tergulung arus perubahan bila tidak siap menghadapinya.
Beberapa tahun lalu, demo sopir taksi dan ojek konvensional kerap terjadi karena lahan yang selama ini mereka kuasai tiba-tiba direbut oleh taksi dan ojek berbasis aplikasi. Padahal, gejala perubahan selera konsumen tersebut telah banyak terjadi di negara-negara lain. Namun, mereka tidak sigap mengantisipasi gejala perubahan tersebut.
Banyak faktor yang menentukan pergeseran selera masyarakat tersebut, antara lain kemudahan penggunaan (ease of use), pelayanan prima (excellent service), dan biaya yang terjangkau (affordability). Sementara alasan mereka yang masih menggunakan moda transportasi konvensional lebih didasari pada faktor-faktor non-teknis, seperti ketidaktersediaan layanan transportasi online atau upaya merawat bisnis lokal. Tidak mengherankan bila masyarakat dengan mudah berpindah hati.
Bila kita menariknya ke ranah lain, kita juga akan menemukan banyak contoh ‘kematian’ di sekitar kita. Bagi kalangan aktivis kampus, perubahan pola dalam menyuarakan kritik dan aspirasi adalah agenda mendesak yang harus segera direalisasikan. Demo turun ke jalan, dan tak jarang berujung pada tindakan anarkis, dalam banyak kasus tidak lagi efektif dan tidak menghasilkan perubahan yang signifikan.
Oleh karena itu, dibutuhkan pola penyuaraan aspirasi yang lebih ampuh dan efisien, misalnya dengan memanfaatkan media sosial atau petisi online. Bila tidak, waktu, energi dan pikiran akan banyak terkuras namun tidak membuahkan hasil apa-apa.
Dalam konteks pendidikan, digitalisasi proses belajar-mengajar adalah kenyataan yang tak terhindarkan. Lingkup aktivitas belajar-mengajar tidak sebatas di ruang kelas. Media mengajar pun kian bervariasi dan paperless.
Misalnya, Massive Open Online Course (MOOC) merupakan terobosan di dunia pendidikan yang didesain untuk memeratakan akses terhadap pendidikan bermutu dan meningkatkan efektivitas-efisiensi pembelajaran. Alhasil, mereka yang masih mengandalkan pertemuan tatap muka dan kertas sebagai medium mengajar jelas akan ketinggalan kereta zaman.
Maka dari itu, menolak ‘kematian’ adalah kunci agar tidak tergilas roda zaman yang berputar sangat cepat. Caranya bisa beragam, tapi intinya: selalu membuka diri dengan hal-hal baru, beradaptasi dengan situasi baru, dan mencari solusi baru untuk menyelesaikan masalah-masalah baru.
Akhirul kalam, semoga Tuhan kokohkan batin kita dengan kemauan dan keberanian untuk menyesuaikan diri dengan perubahan sehingga kita tidak termasuk golongan mereka yang ‘mati’ sebelum mati. Sebab, sungguh mengenaskan bila udara yang kita hembus ternyata hanya memperpanjang usia ‘kematian’ kita di dunia yang serba berubah ini. []