Menjadi Ayah Rumah Tangga, Kenapa Tidak?

Alfiana Yuniar Rahmawati
Mahasiswi Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


Terdengar celetuk dari seorang kawan setelah melihat ayahku datang dari pasar, “Kok ayah kamu sering ke pasar sendiri beli sayuran sih? Terus juga nyapu teras, ngepel lantai? Eh iya, pernah aku lihat ayah kamu masak di dapur lho. Jangan-jangan mau gantiin peran ibu rumah tangga ya?” Begitulah gumamnya sambil tertawa kecil.

Ketahuilah sahabat, menjadi ayah rumah tangga seringkali di pandang sebelah mata. Padahal ada banyak alasan mengapa peran ini bukanlah sebuah aib semata. Kita mungkin sudah terlanjur menerima norma yang diadopsi masyarakat bahwa peran seorang ayah adalah menjadi kepala keluarga yang bertanggungjawab mencari nafkah.

Melakukan rutinitas pekerjaan dari pagi hingga petang demi menghidupi seluruh anggota keluarga. Tidak jarang juga sosok ayah menjadi orang yang paling disegani di rumah, sepaneng, bahkan sulit untuk sekedar menjadi tempat curhat bagi anak-anaknya. Hal ini dikarenakan faktor kelelahan setelah bekerja seharian. 

Dampaknya adalah aktivitas untuk keluarga di rumah menjadi berkurang. Lantas pertanyaannya, bagaimana jika seorang ayah banyak melakukan aktivitas di rumah? melakukan pekerjaan rumah seperti mengurus anak, memasak di dapur hingga melakukan sebagian pekerjaan rumah? apakah hal ini berpengaruh pada perekonomian keluarga?

Sebagai keluarga kita tidak boleh terjebak dalam pembagian kerja berdasarkan gender. Paradigma ini telah lama didengungkan oleh penganut pemikiran tradisional yang memandang bahwa laki-laki harus bekerja mencari nafkah di luar rumah sedangkan perempuan menjadi istri dan ibu rumah tangga.

Adanya pemikiran tradisional ini disebabkan oleh faktor stereotype yang memandang bahwa laki-laki sebagai sosok yang dianggap maskulin sehingga lebih sesuai untuk bekerja serta bertanggungjawab penuh atas semua kebutuhan keluarga, sementara perempuan sebagai sosok feminim cenderung di rumah untuk mengurus semua kebutuhan rumah termasuk mengasuh anak. Dalam pandangan tradisional, perempuan tidak memiliki tempat untuk melakukan pekerjaan di luar rumah.

Di era sekarang, pemikiran tradisional ini sudah bergeser dengan pemikiran modern yang memiliki pandangan terbuka dalam menyikapi posisi gender. Salah satu hikmahnya dalam keluarga adalah suami istri bisa berbagi peran dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Ketika istri sedang bekerja di luar rumah seperti di kantor, sekolah, maupun membangun wirausaha di luar rumah, sang suami dapat menggantikan peran istri untuk mengurus kebutuhan rumah tangga.

Suami dapat menjadi ayah rumah tangga dengan tugas mengasuh anak maupun melakukan pekerjaan rumah ketika peran istri sebagai ibu rumah tangga terbengkalai lantaran bekerja. Menjadi ayah rumah tangga bukan berarti menggantikan posisi ibu dalam keluarga, melainkan berbagi peran demi lancarnya kehidupan rumah tangga.

Sejatinya, keluarga tidak hanya terbatas pada ruang yang berorientasi pada gender seperti dapur, ruang kerja, ruang tamu, teras hingga kebun. Keluarga adalah sekumpulan individu yang tergabung dalam satu atap rumah tangga yang sama karena hubungan darah, ikatan perkawinan dan lain sebagainya.

Bagi kebanyakan orang, keluarga adalah tempat berbagi kasih sayang, tempat sharing antar anggota keluarga, juga sebagai tempat untuk membentuk karakter masing-masing individu dalam keluarga. Keluarga tidak hanya dipahami sebagai denah fisik yang terdiri dari ruang-ruang melainkan keluarga adalah bagian dari cerita kehidupan yang memiliki komitmen jangka panjang antar satu dan lainnya.

Menerapkan Egaliter

Dalam keluarga, perlulah menerapkan adanya konsep egaliter. Konsep egaliter selalu mengedepankan kesetaraan sebagai kerangka bersikap. Penerapan konsep egaliter dalam keluarga dapat menjadikan pembagian peran dan tugas antar anggota keluarga menjadi lebih fleksibel.

Konsep ini sekaligus menentang aturan sosial yang mengatakan bahwa seorang ayah atau suami tidak cocok untuk memasak di dapur, mengasuh anak bahkan melakukan pekerjaan rumah. Aturan ini juga diperkuat dengan doktrinasi bahwa ayah seharusnya bekerja di luar rumah, sedangkan istri menjadi ibu rumah tangga, memasak di dapur, mengasuh anak dan lain-lain hingga munculnya berbagai pemikiran tradisional yang menyudutkan satu dan yang lain.

Sahabat, hadirnya konsep egaliter dalam rumah tangga menjadikan anggota keluarga bebas menentukan peran dan tugasnya dalam keluarga. Egaliter dalam konteks ini tidak harus dimaknai sebagai sama rata atau sama kedudukan. Tentunya setiap anggota keluarga memiliki posisi masing-masing dalam strata keluarga.

Konsep egaliter ini diharapkan dapat memberikan kemudahan dalam pembagian peran dan tugas dalam sebuah rumah tangga. Hal ini bisa dimulai dengan sikap saling terbuka dalam berbagai hal seperti harapan dan keinginan, keahlian, minat, bakat hingga hobi yang paling disukai setiap anggota keluarga.

Seperti halnya, seorang ayah yang memiliki bakat memasak. Pekerjaan memasak oleh laki-laki bukanlah sebuah aib semata. Justru semua anggota keluarga haruslah mendukung penuh bakat dari sang ayah karena bisa saja bakat ini dapat memberikan peluang bisnis yang dapat menambah perekonomian keluarga. Termasuk juga keahlian ayah dalam hal mengasuh anak.

Salah satu manfaat dari peran ayah dalam mengasuh anak adalah dapat mengetahui secara langsung tumbuh kembang sang anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa ayah memiliki peran yang signifikan bagi perkembangan sosial, emosional dan intelektual bagi sang anak. Seorang anak yang diasuh oleh ayahnya memiki kecenderungan untuk mudah bersosialisasi, percaya diri, berani, memiliki jiwa pemimpin dan juga cerdas.

Dalam Islam, Rasulullah SAW sebagai role model dalam berumah tangga juga telah memberikan contoh yang baik sebagai seorang suami sekaligus ayah. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ‏ ‏صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ‏ ‏خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي

 “Sebaik-baik diantara kamu adalah yang terbaik kepada keluarganya, dan aku adalah sebaik-baik diantara kamu terhadap keluargaku.” (HR.Tirmidzi)

Sebagai pemimpin yang bertanggungjawab dalam keluarga, Rasulullah SAW kerapkali terlibat langsung di dalam urusan rumah tangga seperti membantu pekerjaan istri hingga mengasuh anak. Rasulullah SAW selalu memberikan suri tauladan yang baik dalam berkata dan bersikap kepada istri maupun anak-anak. Suri tauladan yang baik sangat berpengaruh pada pembentukan karakter keluarga. Hal ini juga berdampak pada kecerdasan serta pembentukan mental anak di masa yang akan datang.

Pada hakekatnya, hubungan antar anggota keluarga tidak hanya dipahami sebatas saling melengkapi. Tetapi juga harus saling mengisi. Semua anggota keluarga baik itu ayah, ibu, kakak, adik, atau anggota keluarga yang lain dapat berbagi peran untuk menciptakan kebersamaan, kerukunan dan keharmonisan keluarga.

Harmonisasi keluarga akan terwujud ketika masing-masing anggota keluarga dapat merasakan kebahagiaan yang ditandai dengan berkurangnya ketegangan, perselisihan, kekecewaan, serta merasa puas dengan seluruh keadaan dan keberadaan masing-masing.

Dengan menerapkan konsep egaliter dalam keluarga, menjadikan pekerjaan rumah tangga menjadi terasa ringan dan mudah, sehingga dapat mengurangi adanya stress sebagai pemicu munculnya konflik keluarga. Berbagi peran, keterbukaan, sikap saling melengkapi dan juga mengisi, secara langsung dapat mendekatkan pada cita-cita keluarga Islam yaitu sakinah, mawaddah warrohmah.


Pucukmera.ID – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment