Mengenang Karl Marx: Agama adalah Candu

Wahyu Hendra
Mahasiswa FKIP UMM


Tepat pada tanggal 05 Mei adalah sebuah momentum di mana seorang Karl Marx dilahirkan. Marx lahir di Kota Trier pada tanggal 05 Mei 1818. Kelahiran seorang Marx adalah sebuah sintesa peradaban di dunia pemikiran. Gagasan dan pemikirannya yang sampai saat ini masih dijadikan rujukan di dunia intelektual, akademik, politik sampai pada gerakan.

Tan Malaka, Soekarno, Mohammad Hatta dan  founding father bangsa Indonesia lainya, kalau kita telusuri lebih jauh, pikiran mereka tidaklah lepas dari gagasan Marx. Meskipun pada akhirnya, ketika masa transisi dari orde lama menuju orde baru (tahun 65) pikiran Marx mulai dibumihanguskan, karena dianggap sebagai hantu bagi pemerintah.

Layaknya sebuah oksigen, pikiran dan gagasan Marx sampai saat ini masih menjadi kebutuhan pokok yang dijadikan rujukan oleh aktivis gerakan yang berhaluan kiri. Mengingat, ketimpangan yang terjadi di Indonesia masih sangat kentara antara kelas borjuis versus kelas proletar. Oleh karena itu, cita-cita besar Marx yang sampai saat ini masih digeluti oleh aktivis gerakan adalah untuk mewujudkan struktur masyarakat tanpa kelas sosial.

Sebagai seorang sosiolog moderen, tentu pikiran-pikirannya sangat mempengaruhi struktur lapisan sosial masyarakaat. Mulai dari materialisme dialektis-historis, tentang teori perjuangan kelas sampai pada determinisme ekonomi. Tapi ada yang menarik dari pikiran Marx, yaitu tentang konsepsinya terhadap agama.

Dalam rangka mengenang seorang Marx, tulisan ini hendak mengurai sedikit konsepsi Marx tentang agama yang bertajuk ‘agama itu candu bagi masyarakat.’

Ketika Agama Menjadi Candu

Sejatinya pandangan Marx terhadap agama bukanlah sebuah penilaian apakah agama itu positif atau negatif. Pandangan Marx tentang agama merupakan sebuah tanggapan kritik terhadap Ludwig Feuerbach tentang konsepsinya terhadap agama. Feurbach mengatakan bahwa agama hanyalah sebatas fantasi manusia untuk mencapai kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup.

Lanjut, ketika manusia tidak mendapatkan kebahagiaan dunia, manusia akan mengaleniasikan dirinya dalam agama. Agama dijadikan sarana yang harus ditarik dalam kehidupannya sehingga kebahagiaan tersebuh dapat tercapai. Asumsi seperti inilah yang sebenarnya dikritik oleh Marx.

Pada dasarnya, Marx setuju dengan pandangan Feuerbach tentang konsepsinya terhadap agama. Namun siapa sangka, Marx ingin mengetahui lebih jauh dengan mempertanyakan dan menelusuri, ‘Sebenarnya apa sih penyebab yang membuat manusia mengaleniasikan dirinya ke dalam agama?’ Oleh karena itu, kita harus mengetahui setting historis kala itu, sehingga muncul gagasan besar Marx yang bertajuk ‘agama adalah candu bagi masyarakaat’.

Bagi Marx, yang dibutuhkan bukanlah kritik terhadap agama, melainkan revolusi. Dengan revolusi, manusia tidak akan lagi mengalienasikan dirinya ke dalam agama. Karena kita tau betul, bahwa tidak hanya negara dan hukum, tapi juga agama telah dijadikan alat kekuasaan. Agama digunakan oleh para penguasa sebagai benteng pertahanan untuk melanggengkan eksploitasi terhadap kelas buruh atau pekerja.

Kembali lagi, bahwa agama adalah candu bagi masyarakat. Agama adalah tanda bahwa manusia sebenarnya teralienasi dari kondisi sosial di sekitarnya. Konsep agama telah dipahami sebagai institusi yang mempengaruhi kehidupan dan kelas-kelas sosial. Agama telah diakomodir oleh kelas borjuis/penguasa, kemudian dihadirkan dalam kehidupan sosial sambil menjanjikan kebahagiaan di alam sesudah kematian.

Dalam hal ini, membuat golongan kaum tertindas semakin tertindas, tanpa pernah mereka berpikir untuk melakukan sebuah revolusi. Karena sudah jelas, bahwa sejarah manusia dari dulu hingga sekarang adalah sejarah pertentangan antar kelas. Mirisnya, kaum tertindas tidak mengetahui hal itu, karena agama telah dijadikan sebuah pelarian akan realitas sosial yang ada. Maka wajar, jika Marx menanggap agama adalah sebuah candu bagi masyarakat.

Menurut Frans Magnis suseno, dalam buku Pemikiran Karl Marx (1999), Marx memandang bahwa agama sebagai penghambat perubahan sosial. Menurutnya, karena ajaran agamalah yang membuat kaum tertindas menerima begitu saja nasib mereka dan terperangkap didalammnya tanpa mau bergerak untuk memulai perubahan. Kondisi semacam inilah yang sebenarnya ingin diubah oleh Marx, yaitu ketika agama dijadikan candu oleh masyarakaat.

Marx yakin bahwa agama kala itu adalah produk kaum kapitalis untuk tetap melanggengkan kekuasaan dan status quonya. Sehingga masyarakat tertindas sebagai sasaran eksploitasi akan taklid begitu saja, dan selamanya akan tertindas jika tidak melakukan sebuah perubahan.

Sebuah Refleksi

Oke, kita telah memahami konsepsi Marx dalam memandang agama, di mana agama adalah sebuah candu bagi masyarakat. Dalam hal ini, yang perlu ditekankan untuk memahami kritik Marx terhadap agama adalah kita harus juga memperhatikan konteks sosial pada zaman itu. Pada masa itu penindasan terjadi secara nyata dan perbedaan antar kelas sosial sangat kentara.

Pada hakikatnya, konsepsi ‘agama sebagai candu’ adalah sebuah proses ritualitas keagamaan yang bersifat khayalan, ilusif serta fatalis. Hal itu seolah membuat manusia hidup dalam dunia khayal tanpa mau melakukan perubahan. Kritik Marx yang dimaksud dalam hal ini adalah untuk membebaskan manusia agar tidak terjebak dalam ritualitas yang ilusif.

Dengan kritik semacam itu, harapan Marx kepada kaum tertindas adalah agar mereka mau membuka mata dalam melihat kondisi real yang terjadi. Sehingga dalam melakukan perubahan tidak lagi terjebak dalam sebuah dogma sentral di mana agama dijadikan alat legitimasi dalam melanggengkan sebuah penindasan.

Hingga sampai pada kesimpulan bahwa Marx bukanlah seorang ktitikus agama, melainkan yang dikritik adalah lebih pada cara manusia dalam memandang sebuah agama. Tentu, saya sepakat dengan hal ini. Bahkan dalam agama islam sendiri, Allah berfirman dalam surat Ar-Ra’d (13) : 11 yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka.”


Pucukmera.ID – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id

What's your reaction?
1Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment