Menggaungkan Literasi Sejak Dini


Risma Novita Mahasiswa UIN Sunan Ampel


Budaya literasi di Indonesia masih rendah dibanding beberapa negara lain di dunia. Tampaknya buku-buku di perpustakaan ibarat barang kuno berselimut debu tak penah tersentuh. Dalam sekolah kini jarang sekali ada kebiasaan membaca yang di tanamkan kepada siswa atau mungkin gurunya kurang memiliki jiwa literasi.

Di sisi lain, digitalisasi media informasi deras tak terbendung menyerbu semua lapisan hingga masyarakat pedalaman. Perkembangan teknologi informasi belum pernah mencapai seperi sekarang. Banyak pakar dalam penelitian mengatakan bahwa jika ingin mengikuti perkembangan teknologi seperti smartphone, PC, kamera dan teknlogi sejenis, setidaknya harus mengganti gadget setiap enam bulan. Bisa di bayangkan betapa derasnya inovasi teknologi tersebut.

Dengan demikian, dulu mengenal dunia hanya lewat buku dengan slogan “buku adalah jendela dunia” kini hal tersebut bisa ditepis dengan mudah. TV yang dulunya adalah satu-satunya media visual informasi dan hiburan, sekarang sudah terganti. Teknologi memaksa semua orang bertransformasi menuju era serba digital. Melihat fenomena tersebut, muncul sebuah pertanyaan dalam diri, “Benarkah budaya membaca buku konvensional telah ditinggalkan? Bagaimana dengan buku digital, e-book, berita online, jurnal?”. Sebagian orang berpendapat lebih baik buku digital dari pada tak membaca buku sama sekali. Sekarang zamannya sudah berkembang.

Apapun bahan bacaannya, ternyata masih cukup banyak generasi kekinian yang suka membaca. Faktanya setiap saat mereka menulis dan membaca status di berbagai media sosial. Budaya membaca dan menulis merupakan sebuah rutinitas, namun kegiatan baca dan tulis yang dilakukan kurang menemukan makna yang berarti. Kicauan minim arti yang bertebaran di media sosial menunjukkan lemahnya pengetahuan. Hingga kepribadian seseorang yang bersifat privasi sering diumbar dan dijadikan sebagai bahan gunjingan.

Kini yang diperlukan adalah membuat “Daya Tarik” bagaimana menumbuhkan budaya literasi dengan gaya “kids jaman now”. Sehingga kesan bahwa buku adalah barang kuno dalam perpustakaan bisa ditepis. Perlu inovasi yang bisa mengantarkan generasi muda mengenal literasi sebagai kebutuhan pengetahuan.

Menjadikan literasi sebagai sahabat dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi digital dan inovasi perpustakaan. Zaman sekarang, buku menjelma menjadi bentuk yang mudah dibawa kemana saja. Perpustakaan bukan lagi satu-satunya tempat untuk melihat semua koleksi buku. Perpustakaan seharusnya bisa menjadikan tempat yang menyenangkan dalam belajar, menjadi rumah ramah bagi pembacanya.

Daya tarik yang dimaksud agar generasi milenial mampu mendekatkan diri mereka dengan berbagai bahan bacaan. Perpustakaan harus memikat dengan inovasi yang menyenangkan. Menjadikan bacaan sebagai sahabat sekaligus kebutuhan yang harus dipenuhi, untuk mewujudkan diperlukan kesadaran dari semua pihak terutama diri sendiri.

Sinergi menggaugkan literasi sejak dini menjadi tugas bagi semua pihak. kenalkan pada anak sedini mungkin akan urgensinya budaya berliterasi. Untuk kebutuhan anak terdapat banyak variasi buku kreatif yang di kemas untuk memenuhi kenyamanan anak dalam belajar. Pendidik dan orang terdekat mempunyai peran penting bagi anak dalam mengenalkan kebiasaan membaca. Sadar sejak dini urgensi berliterasi. Melek baca, sinergi menggaungkan literasi. Salam Literasi, Salam Aksara.

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment