Menengok Wajah Baru Kampung Tua Kayutangan

Nindia Syamsi

Redaktur Pucukmera.id


Cukup sulit menemukan tempat wisata di jantung kota ini. Jika terdapat kerabat atau kolega bertanya kemana mereka harus pergi saat berada di sini, jawaban saya berkutat pada itu-itu saja. Toko-toko makanan atau minuman yang khas, unik, dan enak, atau kedai-kedai kopi cantik namun tersembunyi yang tengah ramai menjadi pembicaraan di sosial media.

Kini, saya punya tempat yang bisa diceritakan saat pertanyaan itu datang kembali. Sebuah kampung tua yang bermetamorfosa menjadi destinasi wisata. Terlebih setelah kampung ini mulai menunjukkan wajah barunya. Warga sekitar menamainya, Kampung Heritage Kayutangan.

Kampung tua ini sebenarnya sudah lama diresmikan oleh Pemerintah Kota Malang menjadi destinasi wisata, yaitu pada 22 April 2018. Ditambah, jaraknya dari Alun-Alun Malang, Masjid Agung, Gereja dan Mall sekitar 1 kilometer saja. Orang dari luar kota tentu sejak lama sudah mempertimbangkan kampung ini jadi tempat untuk dikunjungi. Namun, dua tahun belakangan pembangunan di kawasan Kayutangan terlihat di berbagai titik. Salah satu perubahan yang mencolok adalah pemasangan puluhan lampu hias dan tempat duduk di sepanjang jalan raya.

Selain itu, semakin banyak pertokoan baru dengan ciri khas mereka masing-masing. Mulai dari kedai kopi bernuansa lawas, pujasera yang menyediakan hidangan tradisional, gerai makanan dengan menu peranakan hingga toko pernak-pernik hasil karya seniman lokal. Nampaknya proyek penataan kawasan Kayutangan kini mulai berdampak. Saat ini kawasan Kayutangan tampak semakin dipenuhi kunjungan, baik oleh warga lokal hingga wisatawan mancanegara.

Saya adalah salah satu warga lokal yang pada akhirnya tertarik untuk mengunjungi kembali kampung ini sebab melihat keramaian yang tidak biasa dan menemukan titik-titik baru yang menarik untuk didatangi. Sore itu, kami memutuskan untuk berkeliling kawasan Kayutangan. Dimulai dari gang empat, kami membeli tiket masuk seharga 5000 rupiah/orang. Harga ini sudah termasuk postcard dengan foto bangunan-bangunan bersejarah yang ada di Kampung Kayutangan. Berbekal google maps, dimulailah perjalanan kami menyusuri kediaman warga dan menemukan titik-titik yang kami ingin tuju.

Titik pertama adalah sebuah jembatan kuno di atas Kali Sukun. Kawasan ini sudah dipoles dengan sejumlah ornamen bercorak eropa dan lukisan mural tiga dimensi. Selama perjalanan menuju jembatan, kami menyadari bahwa masyarakat sekitar cukup memperhatikan kerapihan lingkungan, mulai membangun toilet umum dan petunjuk jalan yang tentunya akan membantu para pengunjung yang datang tanpa pemandu wisata. Ini tentu aspek penting dalam sebuah kampung wisata.

Di tengah perjalanan menuju titik tujuan kedua, kami menemukan sebuah tempat cantik yang sedang ramai dibicarakan di internet. Hanya sebuah tangga dengan bunga bugenville merah muda yang sedang mekar di sekelilingnya. Tapi, jika foto diambil dengan sudut yang tepat, tempat ini akan terlihat seperti di luar negeri. Setelah puas mengambil gambar, kami melanjutkan perjalanan.

Kami melewati cukup banyak titik lokasi bersejarah. Beberapa diantaranya yaitu Galeri Pak Eko, Rumah Jacoeb, Gubuk Ningrat, dan Makam Eyang Honggo. Sebuah papan deskripsi yang menceritakan sejarah tempat-tempat tersebut terpasang di depan setiap lokasi. Sayangnya, beberapa bangunan sudah tutup karena hari yang semakin gelap.

Sampailah kami di tujuan kedua dan terakhir, Rumah 1870. Estetika rumah dengan desain arsitektur bergaya Betawi – Belanda serta perabotan antiknya langsung memanjakan mata kami. Begitu kami tiba di depan pintu, pemilik rumah sekaligus kedai kopi ini menyapa dan menawarkan menu yang bisa kami pesan.

Selama menunggu hidangan, kami menyempatkan untuk mengobrol dengan sang pemilik yang begitu ramah. Beliau banyak sekali menyampaikan cerita-cerita perihal rumah ini hingga kawasan kayutangan yang dulunya memiliki lintasan trem. Trem tersebut menjadi transportasi andalan masyarakat Malang pada zaman kolonial Belanda. Rumah 1870 sendiri saat ini menjadi rumah tertua di Kampung Kayutangan.

Di akhir obrolan, sang pemilik memberitahu kami bahwa di dalam rumah terdapat beberapa permainan tradisional yang bisa kami mainkan selama menunggu untuk mengusir rasa bosan. Dengan senang hati kami mengambil bola bekel, congklak, dan ular tangga untuk dimainkan. Selain itu, ada pula beberapa buku tentang program Kota Tanpa Kumuh (KOTAKU) yang bisa kami baca jika ingin mengetahui lebih jauh tentang kawasan Kayutangan.

Tak lama setelah makanan habis, beberapa anak kecil menghampiri kami. Pertemuan kami berakhir dengan bernyanyi bersama sebelum memutuskan pulang. Suasana di Rumah 1870 yang tenang dan penghuni sekitar yang ramah membuat kami merasa sedang di rumah sendiri. Ditambah, hidangan lezat dengan porsi cukup besar yang membuat kami kenyang. Tak terasa, malam semakin larut. Pengalaman mengeksplorasi kampung tua Kayutangan kali ini tercatat sebagai memori menyenangkan. Semoga, hal-hal baik ini dari hasil pembangunan ulang kawasan ini bisa terus dipelihara dalam waktu yang lama. Sebab membangun tentu lebih mudah dari memelihara. 


Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.

What's your reaction?
1Suka4Banget
Show CommentsClose Comments

62 Comments

Leave a comment