Melawan Stereotip Gen Z

Hasanuddin Jimly

Penulis Pucukmera.id


PUCUKMERA.ID — Tempo hari, saat saya sedang menggeser layar gawai di salah satu platform media sosial, muncul satu video yang menarik perhatian. Dalam video tersebut, disebutkan beberapa detail perihal karakteristik Gen Z yang banyak dikeluhkan orang. Video itu membahas secara khusus dari sisi dunia kerja. Muncul keresahan setelah menontonnya. Bukan menjadi permasalahan di bidang apa Gen Z dikeluhkan, melainkan satu pertanyaan: bagaimana mungkin dengan akses informasi yang melimpah, generasi ini—termasuk saya justru menjadi generasi yang dipenuhi stereotip buruk? Bukankah seharusnya generasi ini justru dapat menjadi pelopor pembawa perubahan yang ulet dengan segala fasilitas yang ada?

Namun ironisnya memang demikian. Beberapa kali saya sendiri menjumpai secara langsung karakter negatif generasi yang kerap juga disebut digital native ini. Seolah mengamini setiap stigma yang telah disebutkan dalam video tersebut.

Pertama, stigma negatif yang sering diungkit berkaitan dengan perubahan sikap dan karakter luhur yang sudah pudar. Gen Z dianggap tidak memiliki unggah-ungguh yang sudah dijunjung tinggi di Indonesia. Mereka seolah tak menghiraukan sopan santun yang menjadi ciri khas negeri ini dalam kehidupan sosialnya.

Kedua, Gen Z dicap memiliki awareness span yang rendah. Arus informasi yang begitu deras menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, Gen Z bisa selalu up-to-date, namun di sisi lain hal tersebut berdampak pada kurangnya atensi pada setiap detail informasi yang ada dan cenderung mudah terdistrak oleh hal lain. Sehingga pada akhirnya, mereka kurang mampu menyerap inti suatu permasalahan dengan baik.

Ketiga, Gen Z kerap dilabeli generasi yang lack of work ethic dan seringkali bermalas-malasan. Stigma ini ada karena mereka terbiasa dengan segala hal-hal praktis, instan, dan serba cepat. Sehingga apabila dihadapkan pada problem yang mengharuskan mereka untuk berpikir dan bekerja keras, opsi untuk menyerah akan lebih dipilih daripada harus bekerja lebih banyak dari biasanya.

Keempat, kurangnya social awareness  yang dimiliki Gen Z. Khususnya kepekaan personal terhadap kondisi di sekitar dan nilai-nilai konkret yang berlaku beserta konsekuensi mengikutinya—yang seharusnya mutlak diketahui oleh seluruh orang. Gen Z lebih menyukai interaksi melalui media sosial daripada pola komunikasi langsung dengan orang lain. Sehingga lama kelamaan kepekaan terhadap kondisi di sekitar mereka bisa menumpul.

Stigma-stigma negatif tersebut tidak bisa serta merta dibiarkan begitu saja hingga menjadi penyebab generasi ini tak mampu menyambung pembangunan peradaban. Semua ‘tuduhan’ itu muncul dari tendensi Gen Z yang secara tidak sadar menjadi objek perubahan, bukan sebagai subjeknya. Saya pribadi sampai pada kesimpulan bahwa apa yang dikeluhkan orang-orang di media sosial bukanlah karakter asli generasi ini. Pertanyaannya, bagaimana Gen Z—termasuk saya sendiri mampu menemukan karakter asli tersebut?

Ada beberapa hal yang harus dipahami betul oleh generasi ini agar mampu menemukan jati dirinya yang murni. Diantaranya adalah kesadaran bahwa yang sebenarnya dibutuhkan zaman ini adalah identitas yang orisinil. Berpegang pada karakter yang dimiliki bukan bagian dari pola pikir konservatif. Karakter santun orang Indonesia tidak melambangkan inferioritas bangsa. Justru kita selaku penerus generasi harus merangkul itu sebagai ciri khas bahwa intelektualitas tidak selalu ditunjukkan dengan kecongkakan. Melainkan dapat lebih tersampaikan dengan baik dengan nilai respek yang ditunjukkan.

Kedua, kesadaran bahwa apapun proses yang dilakukan haruslah beriorientasi pada tujuan yang jelas. Dengan demikian, sebanyak apapun gelombang teknologi informasi yang menerjang, pijakan kaki tak akan goyah dan bisa tetap fokus pada titik yang sudah ditetapkan di awal, baik itu pada dunia pendidikan ataupun kerja.

Ketiga, kesadaran bahwa setiap detail yang sekarang berawal dari apa yang dilakukan oleh otak dan tangan manusia. Kesadaran ini perlu diingat betul agar fokus tidak terpaku pada hasil saja, melainkan juga pada proses yang ditempuh. Semakin maksimal hasil yang diinginkan, perlu semakin tinggi pula usaha yang dibutuhkan dan kecemerlangan ide yang ditemukan.

Keempat, kesadaran bahwa dunia yang seharusnya ditinggali adalah dunia nyata, bukan dunia maya. Meskipun mayoritas kebutuhan sudah dapat diakses secara digital, fitrah manusia yang selalu berinteraksi sosial secara langsung akan selalu melekat. Media sosial hanyalah perantara yang seharusnya tidak mengurangi hakikat interaksi itu sendiri. Media sosial adalah suplemen dalam kehidupan nyata manusia, bukan menjadi komplemen.

Dengan setidaknya empat kesadaran tersebut, Gen Z akan lebih mampu menguatkan karakter luhur negeri ini meski diterpa budaya-budaya luar alih-alih melunturkannya. Gen Z akan memiliki potensi besar menjadi orang-orang yang multitasking tanpa harus mengurangi fokus alih-alih memiliki awareness span yang rendah. Gen Z akan memiliki daya pikir kreatif lebih guna menemukan solusi permasalahan yang praktis, efektif, dan nyata alih-alih memilih bermalas-malasan.

Dengan berpegang pada nilai-nilai yang disebutkan sebelumnya, Gen Z akan mampu mengaktualisasikan bentuk kepeduliannya secara masif melalui media apapun. Baik dalam kehidupan nyata di sekitarnya, atau utamanya dunia maya yang menjadi keahlian mereka sejak mula.

Dengan nilai-nilai tersebut pula, Generasi Z dapat ‘membersihkan’ nama mereka yang belakangan menyimpan stigma negatif. Sekaligus menjadi pembuktian bahwa generasi ini masih sanggup memikul amanah nomenklatur ‘pengguncang dunia’ sebagaimana yang diucapkan bapak proklamator Ir. Soekarno. Jangankan sepuluh, Gen Z pasti berjumlah lebih dari itu, bukan?


Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.

What's your reaction?
5Suka7Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment