Malapetaka

Ainiyatul Febri Mahiyah
Perempuan penyuka es krim dan segalanya, kecuali DPR.


PUCUKMERA.ID – Kita tahu bahwa hidup di Indonesia rasanya hanya untuk memenuhi ekspetasi orang. Pertanyaan beruntun keluar dari mulut kerabat seolah kran air yang tak pernah ditutup. Setelah pertanyaan “kuliah di mana? Negeri apa swasta?” disusul pertanyaan “kapan lulus?” setelah itu “kerja di mana? Ijazahnya masih nganggur?” dan pertanyaan legendaris yang mungkin menyinggung banyak orang “kapan menikah?”.

Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi dilema anak muda yang berusaha memenuhi ekspetasi orang pada dirinya. Alih-alih dipenuhi, ekspetasi sanak saudara rasanya tak pernah berhenti. Pertanyaan ‘kapan menikah?” paling menjadi dilema dan berhasil menyambar hati anak muda.

 Jika dicerna mendalam, pertanyaan “kapan nikah?” seolah merepresentasikan bahwa kesuksesan hidup ditentukan ketika kita berhasil ‘menikah’, bukan ketika berhasil membangun keluarga bahagia. Hal inilah yang kemudian menimbulkan tren menikah muda tanpa persiapan. Jelas, ini bentuk kesalahan fatal ketika anak muda merasa keren dengan menikah muda.

Lalu, apa yang sebenarnya menjadi duduk permasalahan ketika menikah menjadi malapetaka bagi anak muda? Jelas, tidak semua pernikahan menjadi malapetaka, juga tidak semua anak muda yang memutuskan menikah berakhir tidak bahagia. Tidak, tidak seperti itu adanya. Namun, banyak hal yang perlu dipersiapkan sebelum menikah. Jangan sampai, setelah menikah masih menjadi beban orang tua.

Mirisnya, masyarakat ‘plus enam dua’ sering bersembunyi dengan dalih agama bahwa menikah menjaga syahwat dan mendatangkan rezeki. Memang Tuhan bisa memberi rezeki dan kemudahan, tapi kalau kita tidak berusaha, kenapa Tuhan repot-repot mewujudkan? Maka dari itu, jangan sampai setelah menikah kelak mengalami penyesalan, merasa pasangan berubah, apalagi sampai ingkar pada komitmen.

Menikah adalah perjalanan yang kompleks. Kali ini saya membicarakan topik yang saya sendiri belum mengalami. Topik ini tiba-tiba mencuat dalam benak saya ketika mengamati pernikahan dini di sekitar. Lantas, apasih yang perlu dipersiapkan sebelum menikah?

Pertama, kesiapan mental. Jelas satu hal ini menjadi penyeimbangan dan komponen utama untuk menghadapi berbagai perdebatan. Dalam hal kesiapan mental, pasangan seharusnya mengerti apa yang disukai dan dibenci oleh masing-masing, juga mengerti dan sanggup membaca bahasa kasih mereka. Dengan saling mengerti bahasa kasih pasangan, akan lebih mudah memahami isi hati pasangan untuk menyelesaikan masalah bersama.

Kedua, finansial. Mengapa masalah finansial menjadi momok setelah menikah? Jelas, karena hidup memang tidak gratis. Apalagi setelah menikah, kita tidak sendiri. Ada pasangan yang juga harus ditunjang kebutuhannya atau saling menunjang. Uang masing-masing harusnya menjadi uang bersama, atau ada kesepakatan tersendiri mengenai finansial. Jangan sampai, kebutuhan finansial masih menjadi tanggungan orang tua.

Ketiga, komitmen. Yap, komitmen menjadi aspek fundamental dalam sebuah pernikahan. Kenapa? Ya namanya menikah adalah pengikatan diri dengan individu lain untuk saling membersamai dalam suka dan duka. Maka dari itu, pasangan dituntut berkomitmen hidup bersama.

Keempat ialah tujuan hidup dan rencana hidup. Ini yang kebanyakan orang lupa untuk berdiskusi dengan pasangan. Kemudian tidak pernah mengerti life goals dan life plan pasangan. Jika suatu hari timbul perdebatan mengenai tujuan hidup dan rencana hidup, ya tidak salah. Sebab tidak pernah didiskusikan sebelumnya. So, sebelum menikah harusnya masing-masing mengetahui life plan dan life goals pasangannya.

Setelah kita mengetahui dan bersepakat terkait life goals dan life plan masing-masing, hendaknya perasaan saling mengerti dapat timbul. Jadi, jika suatu hari pasangan melakukan hal di luar ekspetasi yang bertujuan menggapai keinginannya, tidak perlu terkejut, juga tidak perlu membanting ekspetasi life plan. Karena semua sudah disepakati bersama, baik plan dan goals kedepannya.

Kelima, ialah mengenai kesehatan reproduksi. Alangkah lebih baik jika kesehatan reproduksi diperiksa secara medis sebelum memutuskan untuk menikah. Hal ini mencegah pengingkaran komitmen, penularan penyakit menular, juga hal-hal lain yang tidak diinginkan.

Lalu, kapan waktu yang tepat untuk membicarakan dan mendiskusikan kelima hal di atas? Jawabannya ialah sebelum menikah. Yap, orang sering menyebut tahap ini ialah talks before marriage. Tentu saja tahap ini untuk mencegah rasa penyesalan, pelanggaran komitmen, bahkan mencegah perceraian. Dengan melakukan talks before marriage, diharapkan masing-masing telah memahami keinginan pasangan dan telah menyepakati serba-serbi pernikahan, setidaknya lima hal riskan di atas.

Jadi, bagaimana? Ingat ya, menikah bukan hanya soal usia atau tagihan sanak saudara. Kamu sendiri yang bisa memahami apa makna menikah menurutmu. Agar menikah di usia muda tak menjadi malapetaka.


Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.

What's your reaction?
0Suka6Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment