PUCUKMERA – Kemarin, 3 Juli 2018 tepatnya pada pukul 17.00 diumumkan hasil seleksi SBMPTN 2018, tentu bagi siswa yang lulus itu merupakan kabar yang menggembirakan bukan?

Setelah belajar maksimal, ikut bimbel sana-sini, berdoa tanpa henti, dan akhirnya perjuangan itu tak sia-sia. Diterima di PTN terasa bak masuk surga, perasaan bangga bisa kuliah dikampus impian, bergedung mewah serta memakai jas almamater kebanggaan menjadi daya tarik tiap orang yang melihatnya. Seakan-akan mimpi mereka tinggal satu langkah. Iya, satu langkah dari Hongkong.. hehe.
Memang, menjadi mahasiswa di kampus ternama adalah suatu kebanggaan, prestise, bahkan dianggap kekinian. Namun, apakah engkau tau jika menjadi mahasiswa tidak sebercanda itu, tanggungjawab besar ada dipundakmu, nama baikmu menjadi pertaruhan dihadapan jutaan masyarakat yang menanti ide cemerlangmu, karenanya jika engkau hanya sebatas jadi mahasiswa jangan sedikitpun bangga, apalagi sekedar mahasiswa kupu-kupu (kuliah-pulang kuliah-pulang) ah, anak TK pun juga bisa seperti itu.
Bukankah sudah terbukti, jika mahasiswa kekinian kuliah hanya sebatas rutinitas, tidak memiliki visi yang jelas, boro-boro visi, jodoh aja masih belum jelas, eaa. Mereka, masuk Perguruan tinggi ternama hanya dijadikan jembatan mencari kerja, mereka berfikir untuk lulus secepatnya, wisuda, mendapat ijazah, diterima kerja di perusahaan ternama, gaji tinggi, menikah, punya rumah, mobil yang mewah, sukses di usia muda, dan mati masuk surga. MasyaAllah, mulia sekali cita-citanya. tapi sayangnya itu hanya cerita fiktif belaka seperti halnya cerita acara karma.
Apalagi sekarang, kredibilitas lulusan sarjana sedang dipertaruhkan habis habisan. Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi mencatat sekitar 630.000 dari total 7 juta pengangguran di Indonesia adalah sarjana, padahal yang lulus SBMPTN setiap tahun hanya sekitar 135.000, artinya jumlah sarjana yang mengganggur hampir 5 kali lipat jumlah siswa yang lulus SBMPTN tiap tahun. Tentunya, data ini tidak menggembirakan seperti segembiranya berita lulus SBMPTN.
Dari sini, muncul pertanyaan besar atas apa yang sebenarnya terjadi?, ngapain saja mahasiswa selama berproses di kampus, mereka belajar atau dakonan?, mereka kuliah atau mikul uyah?. Tentu ini tidak dapat dibiarkan, kualitas mereka ketika menjadi mahasiswa patut dipertanyakan, apalagi saat ini semakin merebaknya virus mahasiswa kupu-kupu, apatis, dan tidak organisatoris. Bahkan mahasiswa yang organisatoris saja dari tataran HMJ hingga BEM Pusat, apa yang mereka lakukan bak seperti event organizer atau EO saja, padahal HMJ dan BEM adalah organisasi pemerintahan kampus, namun kebanyakan malah membuat acara lomba, konser, bahkan mengundang DJ untuk sekedar euforia sesaat. Sekejap kampus berubah bagaikan diskotik. Pihak kampus terkesan membiarkan, sedangkan mahasiswa tak kunjung sadar, yang penting senang, yang penting happy. Ingat cita-cita agungnya, hidup senang, bahagia, muda kaya, mati masuk surga. Iya betul, surga KW.
Maka tak heran, dengan kondisi demikian, ketika lulus sarjana, mereka diharapkan menjadi solusi di masyarakat, justru menjadi sampah dimasyarakat itu sendiri. Kluntang-klantung mencari pekerjaan kesana-kemari, berharap diterima dan digaji tinggi. Mereka tak kunjung sadar jika tempat mereka berproses yakni Universitas didirikan bukan untuk mencari pekerjaan, namun sejatinya Universitas didirikan adalah untuk membuka lapangan pekerjaan, dan itulah yang hari ini terlupakan di benak mahasiswa, sehingga sampai hari ini telah menjadi budaya, lulus kuliah langsung mencari kerja, padahal kuliah tujuannya untuk membuka lapangan kerja. Tak salah memang kalau lulus mencari kerja, namun yang jadi masalah jika semuanya mencari kerja, lantas siapa yang membuka lapangan kerja. Maka tidak salah, jika hari ini semua kampus menggalakkan program kewirausahaan. Karena lembaga pendidikan kita mulai menyadari jika terlalu banyak mahasiswa yang memiliki mindset mencari kerja dibandingkan membuka lapangan kerja (entrepreneur).
Wahai anak muda, engkau harus sadar, jika ingin diterima di PTN saja engkau mempersiapkan semuanya dengan penuh kerja keras dan kesungguh-sungguhan, namun kenapa ketika sudah menjadi mahasiswa justru sebaliknya?. Apakah engkau terlalu banyak nonton drama Korea?, ah sudahlah, tak perlu disalahkan dan saling menyalahkan. Jika benar engkau ingin sukses, maka itu harus dipersiapkan. Hari ini, bukan besok atau bahkan minggu depan menunggu selesainya gelaran piala dunia. Karena sejatinya, sukses hanyalah bagi orang yang telah mempersiapkan dirinya untuk sukses, maka mulai sekarang pantaskanlah dirimu untuk menjadi orang sukses, tak perlu bingung bagaimana caranya, cukup engkau melihat orang sukses dan cari tahulah kenapa dia bisa sukses, niscaya engkau akan mendapat banyak  pelajaran yang tidak dapat engkau temukan di bangku perkuliahan. Tak perlu menunggu lulus untuk mempersiapkan sukses, tapi mulailah mempersiapkan sukses sejak hari ini, sejak hari pertama engkau memperoleh gelar sebagai mahasiswa. Karena cita-citamu begitu mulia, yakni muda kaya dan mati masuk surga. Maka buatlah itu menjadi nyata. Everything is possible, not something is impossible.

Oleh : Wahyu Fathuddin Jazir, S.E
Illustrator : Mufardisah