Liburan Corona: Bukan Liburan Biasa

Chusnus Tsuroyya
Pucukmera.id


Per 16 Maret minggu lalu, dalam rangka mencegah penularan Covid-19, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah VII menerbitkan surat edaran. Surat edaran tersebut mengimbau untuk kegiatan belajar mengajar diliburkan, diganti dengan sistem daring/online dan menunda kegiatan pelaksanaan upacara akademik (wisuda, dies natalis, orasi ilmiah dan pertemuan ilmiah).

Menanggapi surat edaran tersebut, banyak perguruan tingggi yang menerapkan kebijakan ini, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya misalnya. Melalui surat edarannya, Dekan FHUB memberlakukan pembelajaran jarak jauh, Social Distancing dan Work from Home. Itu artinya, dosen menyampaikan materi tanpa disaksikan langsung oleh Mahasiswa. Mahasiswa hanya mendengarkan materi dengan hanya duduk manis di rumah, sesekali sambil main Mobile Legend/PUBG atau bahkan scroll timeline Instagram.

Jujur saja sebagai mahasiswa tingkat akhir, saya amat senang mendengar kabar ini. Jika kuliah diliburkan, maka waktu untuk bersantai ria bertambah.  Jam untuk streaming drama Korea juga bertambah. Jam terbang kaum rebahan juga semakin tinggi. Terpujilah kau wahai, Corona!

Tapi tanpa disadari, imbauan ini juga menjadi ke-ambyaran tersendiri bagi saya, juga teman-teman veteran yang lain. Karena terdapat kebijakan yang mengatakan bahwa bimbingan tugas akhir dan pelaksanaan seminar proposal sampai sidang tugas akhir dilakukan secara daring. Bahkan, seremoni wisuda pun ditunda.

Sebagai mahasiswa tingkat akhir, saya justru tidak siap dengan metode daring seperti ini. Bimbingan secara tatap muka saja dosen susah ditemui, apalagi secara daring? Bakal susah lulus cepat, nih, kalau begini. Ah, sialan kau, Corona!

Tapi, saya tidak boleh terus-terusan hanyut dalam ke-ambyaran ini. Mungkin ada secuil hikmah yang didapat di balik liburan Corona. Seperti kata Raka Ibrahim, berdiam diri di rumah atau di indekos menjadi momen yang tepat untuk bermuhasabah diri sekaligus momen untuk mengasah kemampuan dan keterampilan.

Karena liburan Corona, saya menyadari betapa nikmatnya menunggu dosen di depan ruangan. Saya menyadari bahwa kuliah justru lebih mengasyikkan dari pada harus berdiam diri di indekos. Ternyata mengerjakan tugas berlembar-lembar tebalnya lebih seru dari pada hanya stalking akun mantan, duh.

Di tengah itu semua, karena liburan Corona lah saya dapat mengasah kemampuan dan keterampilan saya. Terhitung delapan hari sejak imbauan WFH, saya sudah menyelesaikan dua buku. Saya sudah memperbarui curriculum vitae, syukur-syukur setelah pandemi berakhir saya bisa langsung kerja. Bahkan, karena liburan Corona ini, saya dapat bertukar resep makanan dengan teman saya dan langsung mempraktikkannya di dapur.

Meskipun begitu, lagi-lagi, perasaan gundah, cemas dan khawatir masih menghantui. Gundah karena nasib tugas akhir yang tidak pasti. Cemas karena ingin pulang tapi takut lantaran Malang sudah memasuki zona merah. Khawatir, karena jumlah pasien dan tenaga medis yang terinfeksi kian bertambah. Mengheningkan cipta untuk mereka yang berada di garda terdepan penanganan Covid-19.

Tidak seperti liburan pada umumnya, liburan Corona bukanlah liburan yang dinanti. Bukan pula liburan yang patut dirayakan. Oh, betapa saya ingin kembali pada masa sebelum Covid-19 melanda. Covid-19, Covid-19, pergilah, datanglah lain hari.

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

1 Comment

  • Peni Wulandari
    Posted April 17, 2020 at 3:37 am 0Likes

    good job dik… Tetap semangat untuk terus menulis.

Leave a comment