Lusa Indrawati
Anggota COMPETER (Community Pena Terbang)
Mungkin pertemuan ini adalah bagian kecil dari takdir yang sudah direncanakan Tuhan. Seseorang bisa berencana ingin bertemu siapa tapi, dengan cara bagaimana dan siapa yang akan kamu temui di dalam hidup, takdirlah yang menentukan. Ada kalanya seseorang datang di hidup kita, digariskan untuk tetap tinggal. Tetapi ada juga hanya sebatas pertemuan singkat untuk memberi arti di hidup ini sebagai pembelajaran.
***
Terlihat halte bus masih sepi penumpang. Matahari mulai memeluk wajah bumi namun masih enggan menampakkan sinar hangatnya. Jangan katakan, langit hari ini masih kelabu. Hanya terdengar suara angin berembus dan deru kendaraan membelah jalanan kota. Aku berjalan ke arah halte untuk menunggu bus yang akan mengantarku ke tempat tujuan. Hari ini, aku ingin pergi berlibur ke rumah nenek menggunakan bus. Namaku Alna dan seperti biasa saat aku libur semester selama tiga bulan, aku akan menyempatkan liburan selama beberapa hari. Untuk liburan semester kali ini, aku menjatuhkan pilihanku ke rumah nenek.
Di sana aku berencana untuk menginap selama 2 minggu. Sudah lama sekali aku tidak mengunjunginya. Aku ingin istirahat sejenak dari aktivitas kuliahku yang padat. Menghilangkan kepenatan dari tugas-tugas kuliah yang seabrek. Menghapus kelelahan dari rutinitas harian dan tentunya dari hiruk pikuk bising kota. Rumah nenekku bisa dibilang jauh dari perkotaan. Tepatnya di desa Halimunda. Desa yang sangat asri dan menenangkan. Banyak perbukitan dan hamparan baris perkebunan teh membentang. Udara di sana juga sangatlah sejuk dan yang paling aku rindukan, puding buatan nenek yang sangat enak.
Aku berkutat dengan lamunanku sendiri. Membayangkan betapa menyenangkannya liburanku kali ini. Samar-samar, terdengar suara deheman kecil dari seseorang tidak jauh dariku. Aku menoleh kearahnya. Di sana, aku melihat seorang pemuda memakai hoodie berwarna hitam menutupi sebagian wajahnya. Dia duduk sambil menatap lalu-lalang orang berkendara. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku jaket. Entah kenapa saat aku melihatnya, aku merasa ada yang berbeda. Karena hoodie yang dipakainya, aku tidak bisa melihat seluruh wajahnya.
Kami duduk berdampingan. Melihat pemuda itu, aku jadi teringat salah satu tokoh novel yang pernah aku baca. Satu kata misterius. Sesosok rahasia yang bisa menjadi menakutkan atau membahayakan dan bisa juga sebaliknya, memiliki hati seperti malaikat. Ada sisi lain di dalam kepribadiannya yang sengaja disembunyikan dari kebanyakan orang. Biasanya orang-orang seperti ini berusaha untuk tidak menampakkan apa yang tidak ingin dilihat oleh orang lain. Mereka memiliki sifat yang sulit ditebak bahkan bisa juga penuh teka-teki. Begitulah kira-kira paparan karakter misterius, yang pernah aku baca di salah satu novelku.
***
Langit masih menampakkan mendung. Sinar matahari belum juga menyapa bumi. Di sisi lain, pemuda itu tetap duduk dengan posisi yang sama. Dia hanya menatap lurus jalanan kota. Alna sempat memperhatikannya sekilas. Pemuda itu tidak bergeming dari tempatnya. Sudah hampir setengah jam Alna menunggu bus, namun tak kunjung juga datang. Alna mulai bosan. Untuk menghilangkan kejenuhan, Alna memakai headset dan mendengar musik favoritnya. Beberapa menit kemudian, bus yang akan mengantarkan ke tempat tujuannya pun datang. Alna bergegas masuk ke dalam bus. Alna memilih tempat duduk di dekat jendela.
Sejak kecil, Alna suka sekali duduk dekat jendela saat menaiki kendaraan. Melihat pemandangan dari dalam bisa menghilangkan rasa bosan selama perjalanan. Saat Alna sibuk mengamati pemandangan dari kaca jendela bus, tiba-tiba seseorang mengulurkan dompet kecil ke arahnya. Alna menoleh. Ia pun begitu terkejut. Ternyata benda itu adalah dompet miliknya. Mungkin benda itu tidak sengaja terjatuh saat dia duduk di halte atau saat dia berjalan ke arah bus. Alna menatap wajah orang itu dengan lekat. Ternyata dia adalah pemuda yang duduk di halte tadi. Seorang pemuda yang sempat mencuri perhatiannya sekilas.
Alna melihat wajahnya. Alna menatapnya sambil mengucapkan terimakasih karena sudah mengembalikan dompet miliknya. Perasaan sedih tiba-tiba merayap di dada Alna. Ketika melihat matanya, Alna teringat peristiwa 2 tahun lalu saat dia menjadi sukarelawan korban bencana alam di kota Bandung. Mata itu mirip sekali dengan para korban bencana disana. Mata yang basah dan berembun. Sorot mata yang hanya mengisyaratkan ada kesedihan dan duka mendalam. Tidak ada harapan dan kebahagiaan. Hanya ada luka dan penderitaan.
“Apa yang terjadi dengan kehidupannya? Apakah dia juga mengalami hal yang sama seperti mereka?” batin Alna dalam hati seiring pemuda itu menjauh pergi.
Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.
Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.