Lebaran

Taufan Sopian Riyadi
Penulis Lepas


Mengapa Rahmat yang ini? Padahal banyak orang yang namanya serupa. Pak Rahmat, begitu saya biasa memanggilnya. Ia adalah seorang masinis yang bertugas di PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung. Setiap lebaran tiba biasanya ia bertugas mengantarkan para pemudik ke kampung halamannya untuk bertemu keluarga. Sedangkan ia sendiri harus meninggalkan keluarganya dan berlebaran tidak seperti para pemudik yang ia antar.

Kami mengenalnya dua puluh tahun lalu ketika pertama kali pindah ke kompleks perumahan ini. Pak Rahmat sudah terlebih dahulu menempati salah satu rumah. Dulu ia hanya ditemani oleh istri dan anaknya yang masih berumur 3 tahun. Sekarang anaknya yang pertama sudah menikah, memiliki satu anak dan kini mengikuti sang suami ke Jakarta. Sedangkan yang kedua masih kuliah semester dua dan si bungsu masih duduk di kelas delapan.

Pandemi  yang melanda dunia membuat kehidupan berbeda dari biasanya. Kita seperti berada pada suatu keadaan baru yang disebut new normal. Kegiatan belajar di sekolah dan kampus kini pindah ke dalam jaringan. Beberapa perusahaan menetapkan untuk bekerja dari rumah bagi para pegawainya. Beberapa lainnya bahkan harus menutup perusahaan. Ibadah yang biasanya digelar ramai di dalam rumah-rumah peribadatan kini harus menepi ke rumah masing-masing.

Ramadan kali ini Pak Rahmat lebih banyak di rumah. Banyak jadwal perjalanan kereta yang harus dibatalkan. Tiket yang kadung dibeli calon penumpang kini harus dikembalikan. Pak Rahmat terkena dampaknya. Ia tidak memiliki jadwal dinas di masa arus mudik-balik lebaran kali ini. Tetapi ia tidak begitu menyesalinya, sebab, itu artinya ia bisa berkumpul bersama keluarganya dan merayakan lebaran yang sudah sejak lama ia nantikan.

“Selamat sore, Pak.” Saya menyapanya saat ia duduk di beranda rumahnya.

“Sore, Pak Mukhlis. Alhamdulillah akhirnya bisa bertemu kembali. Mari mampir, duduk, sembari ngabuburit.” Ia berdiri dan menyambut saya untuk duduk bersamanya.

Kami berbincang banyak hal selama hampir dua jam. Mulai dari situasi Covid-19 di Bandung Raya, Indonesia maupun dunia secara umum. Tentang kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam menangani situasi ini. Tentang masyarakat yang masih tidak mengindahkan anjuran dan aturan yang ada. Juga tentang dirinya yang senang sebab akan melalui hari raya bersama keluarga. Hari yang begitu ia dambakan, hari yang seolah hanya menjadi angan-angan jika ia masih berdinas sebagai masinis.

***

Ia sempat mengalami hari-hari tanpa pekerjaan selepas lulus SMA. Sebelum pamannya datang memberitahu ada lowongan untuk menjadi masinis. Ia tak menyianyiakan kesempatan tersebut. Segera ia menyiapkan berkas yang diperlukan lalu diberikan kepada pamannya yang kebetulan bekerja di sana.

Hampir sebulan sebelum akhirnya ia mendapat pemberitahuan untuk mengikuti proses seleksi. Serangkaian seleksi ia ikuti dengan baik sebelum akhirnya bisa berangkat ke Yogyakarta untuk menjalani pelatihan. Setiap orang yang lulus untuk menjadi masinis tidak bisa langsung bekerja. Mereka harus melakukan pelatihan awal selama satu tahun sebelum terjun bekerja. Setelah menjalani pelatihan pun statusnya masih menjadi asisten masinis.

Tugas perdananya sebagai masinis ia jalani dua tahun setelah selesai pelatihan. Pertama ia bertugas melayani kereta Rangkas Jaya tujuan Rangkasbitung-Tanah Abang. Setelahnya ia pindah tugas dan melayani kereta api lokal Bandung Raya tujuan Padalarang-Cicalengka. Setelah jumlah jam perjalanan dan pengalaman yang cukup ia mendapat tugas baru untuk melayani kereta jarak jauh.

Kereta api Kahuripan tujuan Padalarang-Kediri menjadi kereta jarak jauh yang ia layani pertama kali. Sekarang relasi kereta tersebut menjadi Kiaracondong-Blitar. Berangsur tugasnya berganti-ganti melayani kereta jarak jauh lainnya. Pasundan, Kiaracondong-Surabaya Gubeng; Argo Gede, Bandung-Gambir; Parahyangan, Bandung-Gambir; Argo Parahyangan, pengganti Argo Gede dan Parahyangan; Argo Wilis, Bandung (sekarang Gambir)-Surabaya Gubeng.; Malabar, Bandung (sekarang Pasar Senen)-Malang;

Semoga suatu saat saya bisa melewati lebaran seperti para pemudik itu. Setiap momen seperti itu perasaan dan pikirannya pulang ke rumahnya. Istri dan anaknya hampir setiap tahun, saat momen lebaran melewatinya tanpa kehadiran suami dan ayah. Ia pun selalu melewati lebaran di tempat orang atau di sepanjang jalur kereta yang ia lalui.

Ia tidak sendirian, kru yang bertugas pada perjalanan tersebut pun memiliki nasib demikian. Harus melewatkan momen hari raya jauh dari keluarga. Ada seorang anak yang harus meninggalkan orang tuanya. Seorang istri yang meninggalkan suami dan anaknya. Kondektur, petugas kebersihan kereta, train attendant, petugas restorasi. Semuanya menjadi rekan melewati lebaran. Juga para penumpang yang kebetulan di hari raya itu masih berada di perjalanan menuju kampung halamannya.

***

Selepas tarawih di rumah masing-masing, biasanya kami ngobrol di beranda rumah. Kadang saya yang berkunjung, kadang juga ia yang datang ke beranda saya. Itu kami lakukan setiap malam. Hampir tak pernah terlewat satu hari pun sejak ia tidak berdinas luar kota. Tidak seperti saya, ia tidak begitu candu terhadap kopi. Sebagai gantinya ia lebih menyukai teh hangat yang disajikan dengan gula terpisah.

“Saya lihat di berita, perjalanan kereta akan kembali di buka Pak. PT. KAI berencana mengoperasikan kereta luar biasa.” Saya membuka obrolan.

“Betul, Pak. Tapi sejak banyak perjalanan kereta dibatalkan saya sudah tidak mengambil perjalanan dinas jarak jauh. Seperti kemarin, saya masih bertugas tetapi hanya melayani kereta lokal. Menjelang lebaran nanti saya sudah mengambil cuti.”

Pak Rahmat nampaknya begitu antusias sekali menyambut lebaran kali ini. Pun begitu dengan keluarganya, si bungsi Amir menceritakan kesenanngannya saat bermain bersama anak saya. Di usianya yang ketiga belas ia akhirnya merasakan lebaran dengan kehadiran ayahnya.

“Mumpung ada kesempatan Pak Mukhlis, jangan disia-siakan.” Ia berkata sambil menyeruput tehnya. “Ini menjadi lebaran yang beda untuk saya, bukan saja karena terjadi di saat pandemi, tapi itu akan saya lalui bersama keluarga. Momen yang biasanya terlewati begitu saja setiap tahun.”

Saya tak menjawabnya, hanya mengangguk-ngangguk menyetujui perkataannya sambil tersenyum. Tak berselang lama rasa kantuk datang, saya pamit undur diri. Sementara Pak Rahmat sendiri nampak masih segar. Obrolan kami malam itu pun berakhir sekitar pukul 11.

Pukul 3 pagi, biasanya marbut masjid melantunkan puju-pujian dan memberitahu warga sudah waktunya sahur. Itu kebiasaan yang sudah dilakukan jauh sebelum pandemi ini terjadi. Istri saya tiba-tiba menggoncangkan tubuh saya tiba-tiba. Suara marbut masjid masih terdengar.

“…warga Kompleks Griya Bukit Raya Blok A pukul 1 dini hari tadi. Sekali lagi. Innalillahi wainna ilahi raa’jiuun. Telah berpulang Bapak Rahmat, suami dari Ibu Asih Warga Kompleks Griya Bukit Raya Blok A pukul 1 dini hari tadi. Adapun proses pemakamannya akan diselenggarakan di TPU Cibadak. Untuk itu kepada sanak, saudara, keluarga, tetangga, warga masyarakat diharapkan mohon ziadah doanya untuk almarhum. Semoga amal ibadahnya diterima Allah SWT.”

Mendegar itu, saya bergegas pergi ke rumahnya. Orang-orang sudah berkumpul. Isak tangis memenuhi rumah dan halaman. Tak terasa air mulai keluar dari sela-sela mata. Saya teringat wajahnya yang begitu antusias saat bercerita tentang lebaran yang akan ia lalui bersama keluarga. Wajah istri dan anaknya yang sama antusiasnya saat bercerita kepada istri dan anak saya tentang suami dan ayahnya.

Semua ini tidak sia-sia Pak. Saya bergumam mengingat apa yang ia katakan di malam terakhir saat kami berbincang di beranda rumahnya.


Pucukmera.ID – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id


What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment