Kritis Media di Era Disrupsi Digital

Raif Alfawaz


PUCUKMERA.ID – Semenjak Maret tahun lalu, pandemi telah mengubah segala aspek kehidupan kita. Mulai dari berbelanja kebutuhan sehari-hari, bekerja, belajar, dan segala kebutuhan lainnya. Segala aspek kehidupan bergusar secara drastis semenjak pandemi Covid-19 merebak di seluruh dunia. Pandemi mengharuskan kita semua untuk stay at home dengan segala keterbatasan yang ada. Segala informasi mulai dari angka kasus Covid-19 hingga segala kebijakannya menjadi santapan yang tak akan ada habisnya selama pagebluk melanda.

Pandemi ini menuntut kita semua untuk bersahabat dengan media elektronik dengan segala keterpaksaan. Tak lain juga, pandemi ini memaksa kita untuk beriringan dengan siklus globalisasi yang terus mengalir dengan cepat. Globalisasi menjadi tawaran yang sulit untuk dielakkan. Bagaimana tidak, globalisasi telah melenakan kita semua dengan segala perkembangan yang ada seiring beriringnya peradaban.

Globalisasi menuntut kita semua untuk mengeksekusi segala informasi yang ada. Tanpa adanya batasan, kita telan mentah-mentah informasi tersebut tanpa menelaah atau bahasa lainnya ‘bertabayyun’ terlebih dahulu sebelum mengkonsumsinya. Ibarat memilih segelonggong daging untuk dikonsumsi, kita harus memastikan apakah daging tersebut layak untuk dikonsumsi atau tidak.

Memang mudah untuk membedakan daging yang segar dengan yang busuk, hanya dengan mengidentifikasinya cukup melihat secara visual dan jika memang memiliki nyali mungkin dapat dibuktikan dengan memegang secara langsung daging tersebut dan dari situlah kita dapat membedakan mana yang layak dikonsumsi dan mana yang tidak layak untuk dikonsumsi.

Jika daging yang kita makan memanglah daging yang layak dikonsumsi, tak akan terjadi apa-apa dan menjadi tambahan untuk nutrisi tubuh kita. Akan tetapi, jika daging tersebut busuk dan tidak layak untuk dikonsumsi, sudah pasti tubuh akan merasakan gejala-gejala ketidaknyamanan yang timbul, seperti mual perut dan gangguan pencernaan lainnya. Sama halnya dengan informasi yang sering kita konsumsi, semakin kita selektif dan bertabayyun atas informasi apa yang kita konsumsi, maka tidak akan adanya kerugian yang ditimbulkan bagi diri kita selaku penikmat informasi.

Arus informasi memang sangat berkembang dengan cepat. Apalagi dibenturkan dengan keadaan yang ada yaitu pandemi Covid-19. Semakin mudahnya untuk menelan informasi yang kita konsumsi menimbulkan beberapa efek yang cukup signifikan terhadap gaya hidup dan moral.

Inilah yang disebut dengan moral panic karena media dianggap sebagai sumber dari berbagai masalah degradasi moral. Hingga pada akhirnya muculnya berbagai tindakan asusila seperti kekerasan dan sebagainya. Kemudian, media informasi yang semakin kita konsumsi lama-kelamaan akan menjadikan kita konsumtif akan segala hal. Hal ini disebabkan karena secara terus-menerus kita dipaparkan dengan segala informasi hingga ideologi yang tidak tahu-menahu apakah itu relevan atau tidak.

Memang tidak ada salahnya untuk mengkonsumsi informasi yang ada, tapi tidak semua informasi layak untuk ditelan mentah-mentah. Lalu, bagaimana untuk memanajemen segala informasi yang kita konsumsi?

Menurut Buckingham, pendidikan media sebagai upaya literasi media. Prosedurnya sama halnya dengan memilih daging yang layak dikonsumsi, secara singkatnya kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan dalam berbagai bentuk medium. Melalui pendidikan bermedia diharapkan seseorang dapat merefleksikan nilai-nilai pribadinya, menguasai berbagai teknologi informasi, mendorong kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah dengan kreatif, dan mendorong demokratisasi. Beberapa upaya yang dapat dijalankan dengan pendidikan media melalui berbagai proses, di antaranya:

  1. Protectionist model yang berangkat dari asumsi bahwa budaya popular yang ditawarkan media bersifat lebih rendah nilai daripada budaya klasik. Dengan mengatur informasi yang menurut kita baik atau tidaknya untuk dikonsumsi yaitu dengan diet media. Dengan ini kita dihindarkan oleh segala misinformasi yang merugikan.
  2. Uses and gratification model yang mengandaikan bahwa penikmat media informasi adalah entitas aktif yang memiliki kemampuan luar biasa untuk memilih dan memilah sendiri konten media yang dikonsumsi. Metode ini berusaha mempersiapkan peserta didik untuk memiliki kemampuan diri sehingga dapat membuat keputusan sendiri dalam memilih media. Kemampuan ini berkaitan dengan pengentahuan konten media.
  3. Cultural studies model dengan beranggapan bahwa pengertian budaya sangat luas sehingga mencakup lingkungan sosial. Sehingga pendidikan bermedia juga harus mencakup ranah yang lebih luas yaitu kesadaran politik. Penikmat media informasi diharapkan mampu tidak sekedar memilih dan memahami konten media tetapi juga memiliki sikap terhadap isu-isu di media. Sehingga demokratisasi dapat berjalan.
  4. Active audience model (inquiry model), metode ini yakin bahwa penikmat media informasi tersebut mampu mengintrepretasikan konten media berdasarkan latar belakang pengetahuan yang dimiliki. Jadi penikmat media informasi yang memiliki latar belakang sosial dan kultural yang berbeda akan memahami media dengan cara yang berbeda.

Pada dasarnya tidak banyak sebagian orang telah menerapkan keempat metode tersebut dalam bermedia sosial. Sebagian dari mereka meyakini bahwa dengan keempat metode tersebut efektif untuk meminimalisir misinformasi dalam bermedia sosial dan meningkatkan kesadaran kritis dalam bermedia sosial. 


Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment