Muhammad Yusril Ihya’ Maksum
Aku seorang pecundang, manifestasi debu pembangunan industri yang mangkrak di kota-kota besar; terlalu kecil untuk bermimpi, terlalu rapuh untuk dipadatkan. Aku hanyalah sisa-sisa mimpi yang telah terurai, bunga tidur yang tak disyukuri, hancur dan tersapu arus hujan deras kemarin malam.
Namaku Ali, seorang manusia normal dengan mimpi besar. Aku seorang pekerja yang giat dengan gaji tak seberapa, meski begitu hasilnya lumayan untuk sekadar makan nasi padang di depan gereja sebelah toko kelontong Madura 24 jam. Aku pemuda taat yang cenderung menjauhi maksiat, kecuali jika mencium bibir Shinta dulu kau anggap sebuah maksiat, maka aku sudah berdusta enam kali banyaknya. Ibadah lima waktuku padat terjaga, doaku tulus, seolah-olah aku menyembah Tuhan dengan penuh suka cita.
Tahun ini adalah tahun pertama aku menjalin kasih kembali, kekasihku sebuah sunyi, dengan kesedihan yang dibawa-bawa “Apakah aku hidup hanya untuk hancur? Atau Tuhan memang sengaja menciptakan sedih ini khusus untukku?” Sebagai manusia, tak bisa terus kumanjakan pikiran ugal-ugalan seperti itu. Yang aku tahu, Tuhan ada di hatiku, menemani setiap detik keseharianku. Jika sedih ini melengkapi, maka Tuhan harusnya juga ikut sedih atas semua yang terjadi. Asal Tuhan tak marah padaku, itu sudah cukup.
Dari semua keindahan di dunia ini, kuletakkan “Jam makan siang” sebagai seni klasikal nomor dua. Hidung abadi Dian Sastro tetap mahakarya nomor satu yang tak perlu diperdebatkan. Dimulai dari rasa lelah yang berbenturan, juga hidup setengah hari yang dipertaruhkan mati-matian. Rasanya tak afdol jika jatah makan siang hanya habis sebagai formalitas. Jam makan siang tidak se-sederhana itu. Ada aspek kebutuhan, kenikmatan, kasih sayang, dan ketuhanan yang harus diperjuangkan! Begitu indah perpaduan kompleksitas tersebut, terbungkus rapi hanya dalam satu jeda: Jam makan siang.
Aku merindukan momen singkat makan siangku yang indah, yang lengkap sempurna aspek penyusunnya. Sudah lama aku kehilangan kasih sayang dan kenikmatan dalam makan siang yang kusegerakan. Lambat laun ini hanya jadi sebuah formalitas; kewajiban atas tubuhku, juga rasa syukur kepada Tuhanku. Semua ini terasa berbeda saat Sukma mulai berlari meninggalkanku, mengejar kehidupan terbaiknya. Aku hanya diam membatu, meratapi kesedihan yang masih membiru.
***
“Sukma?” panggilku via telepon.
“Ya, ada apa, Mas?”
“Bekalmu selalu sempurna, Sayang. Kamu harus bertanggung jawab!”
“Bertanggungjawab atas apa, Suamiku?”
“Atas rasa cinta yang luber ini, Sukma.”
“Bagaimana jika aku bertanggung jawab dengan mencintaimu setiap hari?”
“Boleh, siapa takut?”
Sukma Aji Putri, perempuan mungil yang paling cantik di semesta ini. Matanya indah, tegas menawan. Hitam matanya sempurna, pantas saja tatapannya tajam penuh kecantikan. Ia diberkahi kulit sawo matang manis yang aku sukai. Cocok dipadukan dengan rambut sebahunya yang terpotong rapi, hitam terurai. Terhitung sudah lima bulan yang lalu sejak aku berhasil menyunting statusnya. Ia adalah istri yang baik, pandai memasak, juga perhatian. Meskipun kadang sering lupa dan labil kemauannya, aku tetap mencintai Sukma dengan segala rasa syukur.
Aku seorang jurnalis media cetak terbesar di kota tempatku tinggal. Pekerjaan menuntutku untuk siap pergi ke mana-mana sesuai dengan kebutuhan linimasa berita. Saat masih bujang, makanku tidak teratur. Aku tak mengenal apa itu sarapan dan makan siang, semua kusatukan jika memang sudah lapar. Istilah kerennya mungkin bisa kalian sebut dengan Brunch (Breakfast Lunch). Hal itu sepenuhnya berubah saat Sukma jadi istriku. Dengan perhatiannya yang menggebu-gebu, rutinitas sembrono perihal makanku jadi teratasi, sakit lambungku membaik, dan nafsu makanku jadi meningkat. Betapa tidak? Aku yang sembrono ini ajaibnya jadi punya waktu sarapan, bekal makan siangku juga tak pernah luput ia siapkan
“Mas, kotak bekalmu sudah kumasukkan ke dalam tas, jangan lupa dimakan.”
“Terima kasih, Chef. Mana mungkin aku lupa? Yang kugendong di punggungku ini berisi cinta yang luar biasa.”
“Sudah-sudah, gombalanmu seperti remaja baru puber saja.”
“Loh, perlu kamu ingat, kamu memang nomor satu di hatiku, Sayang. Tapi yang nomor dua, dan tidak ada duanya itu bekal makan siangmu.”
Dunia seolah-olah berpihak padaku, memanjakanku dengan kasih sayang tiada tara. Aku yang awalnya hanya sebuah wadah kosong, kini jadi memiliki nyawa, seperti sukma baru saja masuk ke dalam ragaku. Benar-benar Sukma adalah sukma bagi hidupku. Ia hadir laksana hujan di kala panas dan larut malam di akhir pekan; lembut dan menenangkan. Ia mengajarkanku bagaimana cara hidup dengan benar, cara mencintai diri sendiri dan orang terkasih, juga tentang manfaat baiknya olahraga di sore hari “Olahraga itu tidak membutuhkanmu, tapi tubuhmu pasti butuh olahraga. Sedikit saja, pelan-pelan asal sehatmu terjaga.”
***
Saat ini aku hanya dapat merangkul sunyi, kekasihku yang banyak kurangnya itu. Ini sudah tahun ke-tiga sejak tahun 2019 Sukma meninggalkanku. Awalnya aku tak mengerti apa maksud semua ini? Yang menimpaku, alasan Sukma pergi, juga pedihnya hidup yang tak seberapa ini. Kini aku hidup di tempat asing, ramai orang namun yang kukenal hanya sepi. Dalam bilik kecil ukuran 4×3 meter yang kutempati, aku mulai membangun kesadaran, mencoba mengurai seluruh kejadian yang membingungkan.
Aku mereka ulang seluruh kejadian yang sempat pudar, ajaibnya berhasil “Tuhan, rupanya Kau kembali menolongku, atau ini hanya belas kasihmu pada Sukma?” Aku bahagia atas kewarasan yang baru-baru ini kudapatkan. Sungguh, mengingat Sukma adalah sebuah kewarasan itu sendiri. Badai problema hari itu serasa membentur pusat otakku. Kepalaku menghitam, ingatanku menghilang. Ali namaku, Sukma istri yang meninggalkanku, tapi bagaimana kisahku? Aku seolah-olah jadi tak memiliki cerita masa lalu.
Pulihnya kesadaranku ini memang nyata, tangis bahagiaku menjadi saksinya. Mungkin ini bentuk jawaban atas ikhtiarku. Benar, aku menyimpan kotak bekal kesayangan Sukma, aku menyimpannya bersama Sukma dalam ingatanku. Aku ingat betul jika itu kotak bekal milik Sukma. Aku hanya tak mengingat momen-momen bahagia yang melengkapinya. Sekarang semua jadi jelas, pesan terakhir yang Sukma sampaikan sebelum pergi, sebelum kesadaranku hilang terkunci.
“Mas, berubahlah. Jangan tangisi aku lagi!”
“Kamu berhak bahagia atas hidupmu selanjutnya, Mas. Jangan habiskan sedihmu di sini, dunia mungkin akan lebih kejam saat kau tak bersamaku. Tapi jangan khawatir, kamu sudah jadi orang baik, orang yang jauh lebih baik dari saat awal kita bertemu. Aku yakin orang baik akan selalu dikelilingi orang baik lainnya, meskipun aku sendiri masih belum baik untukmu, Mas.”
“Lanjutkan hidupmu sebagaimana aku juga akan melanjutkan hidupku. Cintai dirimu sebesar cintamu padaku, Mas. Kamu pasti mendapatkan kekasih yang mencintaimu setulus aku, yang tak meninggalkanmu seperti diriku. Jaga dan sayangi dia untukku, untukmu, dan untuknya.”
Semua diucapkan Sukma dengan lembut namun tegas. Aku yakin, itu adalah ritual terberatnya sebelum akhirnya pergi meninggalkanku.
Dalam ingatanku, Sukma terbaring di kasur dan aku memeluknya kuat-kuat. Setelah kalimat itu diucapkan, badai itu datang. Aku tak mengingat apa pun hingga akhirnya kesadaranku kembali beberapa minggu yang lalu.
“Sukma, aku sudah berubah. Aku tak lagi mudah marah dan melempar wajan ke sembarang tempat. Aku sudah tak egois dan kekanak-kanakan seperti waktu itu. Di tempat asing ini, aku mulai menyukai kucing. Harusnya seru jika kita bisa memeliharanya bersama, sebab kamu juga mencintai kucing, Sukma.”
“Sukma, aku sudah sedewasa ini berkatmu, terima kasih. Kotak bekalmu selalu kujaga baik-baik, siapa tahu kamu mau memasak makanan untukku lagi. Cintaku padamu masih saja besar, sama besarnya seperti untuk diriku sendiri, sesuai permintaanmu. Aku sudah tak sabar pergi dari tempat asing ini. Semoga Tuhan mempertemukan kita di tempat yang lebih istimewa.”
***
Sore di musim panas bulan Mei menjelma sebuah kehangatan bagi yang merasa bahagia. Di pelosok pinggiran kota, tempat asing itu mendapat kunjungan, besukan keluarga katanya. Bukan rahasia umum jika tempat asing itu gemar dikunjungi oleh beberapa keluarga, sekadar menyapa atau hanya untuk ikut meneteskan air mata bersama. Seorang wanita paruh baya bermata teduh bak rembulan melangkah ragu masuk ke halaman tempat asing tersebut.
“Sore, Pak.” sapa wanita itu kepada penjaga.
“Oh Bu Sri, selamat sore juga, Bu. Sudah lama tidak berkunjung, kabar Ibu baik?” jawab sang penjaga dilengkapi basa-basinya.
“Ya gini-gini aja, Pak. Kebetulan kemarin memang banyak pekerjaan di rumah. Jadi belum sempat mampir.”
“Oalah, saya sebenarnya mau nelpon ngasih laporan, tapi kok gak sopan rasanya.”
“Laporan mengenai apa, Pak? Ali? Gimana kabarnya?”
“Interaksinya sudah baik, Bu. Dia juga sudah kembali beribadah. Beberapa minggu yang lalu, ia menceritakan banyak tentang seorang bernama Sukma, juga tentang dirinya.”
“Apa betul, Pak? Ingatan dan kesadarannya sudah membaik?”
“Masih perlu banyak dilakukan evaluasi, Bu. Ini belum pasti, kami masih harus mengobservasi perkembangannya. Mohon maaf, ia masih suka mengobrol dengan kotak bekal yang selalu dipeluknya, sambil memanggil-manggil nama Sukma.”
“Sukma memang istrinya terbaiknya, sayang ia meninggalkan Ali di akhir cerita.” jawab wanita itu dengan raut sedih.
“Maaf, Bu, sebenarnya Ali itu ditinggal istrinya ke mana ya? Saya dari awal kok belum mengerti fakta kejadiannya.”
“Hanya Tuhan yang tahu dia sekarang ada di mana, Pak. Pasti dia sekarang sudah bahagia. Kami cuma bisa ikut mendoakan saja.”
Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.
Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.
4 Comments
VAF shortener
Makasih banget buat infonya yang keren abis! Gak pernah ngecewain, selalu update dan relevan. Buat yang suka pendekin link, nih saran gue: cobain V.af! Gue udah nyoba, bener-bener efisien dan desainnya kece parah. Langsung aja cek di V.af ya. Terima kasih lagi buat konten keren di situs ini, semangat terus, guys!
падлеткавае дзіцячае порна d
child teen porn
падлеткавае дзіцячае порнаa
child teen
детское порно
child porn watch