Lusa Indrawati
Anggota Community Pena Terbang
Suara gemuruh samar-samar terdengar dari kejauhan. Terlihat gelombang ombak meninggi bersiap menyapu daratan. Air laut seolah murka ingin melahap daratan dengan penuh amarah. Tsunami telah datang. Air di mana-mana, pohon-pohon tumbang, bangkai-bangkai makhluk hidup bergelimang. Sampah-sampah berserakan, bangunan-bangunan porak-poranda. Semuanya hancur dan yang tersisa hanya duka. Bumi kembali lagi berduka.
***
“Kita tidak bisa membiarkan hal ini terjadi. Kita harus mencari cara bagaimana untuk bisa mencegah musibah ini. Tempat tinggal kita yang dulu asri sekarang dipenuhi banyak sampah, limbah dan plastik yang menghasilkan banyak polutan. Bahkan, sekarang, untuk bernapas saja harus berhati-hati supaya tidak terkena racun.” tutur seorang ikan di laut bernama Bara, salah satu ikan kerapu besar.
“Kau benar, Bar. Kita harus hentikan ini. Kondisi lingkungan kita semakin hari semakin memburuk. Kita tidak bisa hanya berdiam diri.” pekik Hero, salah satu ikan hiu kecil ikut angkat bicara.
“Tapi, bagaimana kita bisa menghentikannya? Bagaimana caranya? Apakah ada yang punya ide untuk itu?” tanya seorang ikan buntal bernama Leo.
“Ada salah satu cara, yaitu dengan kita menjadi cerdas. Jika kita cerdas pasti kita bisa menghalau musibah ini.” timpal salah seorang kuda laut bernama Tika.
“Lalu, bagaimana caranya kita menjadi cerdas?” tanya Kamir, ikan layur yang tubuhnya memanjang meliuk-liuk.
“Dengan membaca. Bukankah dengan membaca kita bisa berpengetahuan luas? Bukankah dengan membaca kita bisa tahu cara-cara efektif untuk menyelamatkan lingkungan kita dari bahaya? Bahkan dengan membaca kita bisa tahu akan pengetahuan dunia. Bukankah buku adalah jendela ilmu?” tutur salah seorang ikan kakap merah dengan menggebu bernama Satria.
“Kau benar, yang aku pikirkan sekarang adalah apakah kita harus pergi ke daratan sekarang, untuk ke perpustakaan mencari buku-buku itu?” usul Leo.
“Ya, kau benar, Leo. Kita harus ke sana untuk mencarinya.” pekik Tika.
“Benar. Di sana sangatlah berbahaya jika kita sampai ketahuan. Tapi sebuah mimpi yang besar harus dipenuhi dengan perjuangan dan pengorbanan.” timpal Bara dengan mata yang jauh menerawang.
“Bagaimana teman-teman, apakah kalian siap dan setuju untuk kita ke daratan mencari buku-buku itu?” timpal Leo.
“Setuju!” semua ikan menjawab serempak dengan semangat yang berkobar.
Bara dan kawan-kawan mulai mengumpulkan pasukan untuk mencari buku-buku itu. Mereka, dengan tekad yang bulat, ingin berjuang menyelamatkan tempat tinggal mereka. Laut yang berwarna biru cerah adalah impian dari semua ikan-ikan. Bahkan untuk sekarang sinar matahari terhalang oleh sampah-sampah yang beranak-pinak menimbun polutan yang beracun. Pencemaran air sudah merajalela melahirkan polusi-polusi yang berkepanjangan. Para ikan-ikan mulai berenang ke arah daratan. Di sana mereka melihat sebuah gedung yang besar.
“Hei, teman-teman. Mungkinkan itu tempatnya? Tempat di mana buku-buku itu disimpan?” tutur Tika.
“Bisa jadi. Tapi lihatlah tempat itu dijaga seekor anjing buldog yang besar. Hati-hati. Mereka adalah pemangsa untuk kita.” timpal Hero.
“Bagaimana ini, bisakah kita melewatinya?” tanya Satria.
“Pasti bisa.” jawab Bara tegas
***
Semua ikan mengendap-endap masuk ke gedung itu. Mereka sangat berhati-hati untuk bisa sampai ke sana. Setelah melewati rute yang panjang, mereka berhasil masuk ke gedung itu tanpa ketahuan oleh anjing buldog yang menjaga tempat itu. Saat mereka masuk, semua mata ikan terpana melihat rak-rak buku berjejer banyaknya. Ribuan ilmu ada di sana. Ribuan cahaya tepat di depan mata mereka. Impian mereka tinggal selangkah lagi bisa terwujud. Tiba-tiba, dari kejauhan, samar-samar terdengar suara langkah kaki. Seekor anjing buldog membawa senjata sedang berkeliling memantau tempat itu. Kulitnya gelap, taringnya yang tajam dan matanya yang melotot. Begitulah perawakannya. Anjing itu mulai memeriksa. Semua ikan bersembunyi supaya tidak ketahuan. Setelah memeriksa, anjing itu pergi dan langkahnya pun mulai memudar dari kejauhan.
“Ayo, kawan-kawan! Ambil buku apa saja yang bisa kalian dapat!” seru Bara.
“Iya!” jawab ikan-ikan dengan serempak.
Leo membawa dua buku, Tika membawa tiga buku, Kamir membawa lima buku dan semua rata-rata membawa lima buku. Mereka begitu antusias untuk menjadi cerdas demi menyelamatkan lingkungan mereka. Ikan-ikan ingin memerangi sebagian penghuni daratan yang tidak bertanggung jawab karena telah membuat air laut semakin tercemar. Tiba-tiba, di tengah perjalanan, saat ikan-ikan akan kembali ke lautan, anjing buldog itu mencium kehadiran mereka. Anjing itu meniupkan peluit memanggil semua pasukan untuk menangkap ikan-ikan.
***
“Dasar maling! Berani-beraninya kau menginjakkan kaki di wilayah kami!” kata anjing buldog berkulit hitam.
“Apa katamu? Tidak tahukah kau, kami seperti ini karena ulah bangsamu. Kau meracuni lingkungan kami. Kau membuat air laut tercemar. Kau menebar penyakit bagi kehidupan kami.” timpal Bara.
“Kau buta. Memang sepantasnya tempatmu seperti itu. Kau hanya ikan. Kau bisa apa?” ledek anjing buldog itu.
“Kau tidak pernah tahu apa yang bisa kami lakukan atas perbuatanmu ini.” timpal Leo.
“Ha ha ha. Ikan hiu kecil yang pengecut. Dasar ikan bodoh. Kami membawa senjata dan kau beserta pasukanmu yang bodoh itu hanya bertangan kosong. Bagaimana kau akan menyerang kami? Sebentar lagi kau dan pasukanmu akan kami jadikan santapan makan malam kami.” jawab anjing buldog itu dengan nada sinis dan mengancam.
“Kami tidak takut dengan ancamanmu, wahai anjing buldog yang jelek. Yang kami takutkan hanyalah kami tidak bisa menyelamatkan tempat tinggal kami dari musibah yang kau datangkan.” sergah Leo.
“Cukup sudah ocehanmu. Sekarang waktunya menghancurkan kalian. Seranggg!” pekik anjing buldog itu mengomando semua pasukan.
“Serang! Saatnya kita berperang! Kerahkan semua kekuatan kalian.” perintah Satria.
Melihat Semua pasukan ikan yang marah menyerang anjing buldog dan pasukannya, air laut pun geram. Air laut datang membantu ikan-ikan di tengah pertempuran melawan anjing buldog itu. Dengan sekuat tenaga, air laut berusaha merobohkan apapun semua yang ada di daratan termasuk rumah-rumah anjing buldog. Air laut kini marah dan tidak ada siapa pun yang bisa mencegah amukannya. Melihat itu, pasukan anjing buldog lari terbirit-birit. Mereka ketakutan dan berusaha menyelamatkan diri. Tapi sayangnya, mereka semua mati terkena terpaan gelombang dahsyat dari air laut yang tinggi.
“Rasakan! Dasar makhluk serakah yang tidak bertanggung jawab. Kau sudah membuatku kotor terlalu lama. Sekarang nikmati airku ini!” tutur air laut yang murka.
***
Semuanya hancur dalam sekejap. Tidak ada lagi rumah-rumah, bangunan-bangunan megah, perpustakaan ataupun segala aktivitas daratan. Semuanya tersapu bersih oleh tsunami yang melanda. Dengan sekali terpaan dahsyat dari air laut, mampu membuat makhluk yang di daratan meregang nyawa.
“Kenapa kau terlihat sedih, Bara? Bukankah ini yang kita inginkan?”
“Semuanya sudah hancur. Kita telah menghancurkan segalanya. Kalau benar memang ini yang kita inginkan, bukankah kita sama saja dengan anjing buldog itu yang hanya bisa membawa musibah?” timpal Bara sambil berenang menjauh melihat sekelilingnya.
***
Karena tsunami yang melanda, sekarang keadaan di darat mengalami kerusakan yang parah. Semua rumah, pohon, harta benda, dan barang-barang berharga lenyap dalam sekejap. Air laut membawanya. Menghanyutkan dan menenggelamkannya. Semua makhluk darat hanya bisa meratapi nasibnya.
Pucukmera.ID – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangunkk budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.
Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.