Keluarga Tempat Bertumbuh

Ahmad Fuady


Aku lupa dari mana, kapan, dan pada momen apa mendapati kalimat seperti tertera di judul. Tentu aku mengamini dan membenarkan esensi dari kalimat itu: keluarga adalah pijakan bagi lompatan, pertumbuhan, dan perkembangan setiap individu. Keluarga adalah tempat pertama dan utama untuk bertumbuh. Di antara pilar bagi bertumbuh adalah pendidikan.

Sering kali aku mendapat komentar, pertanyaan, dan ujaran sejenisnya berkaitan dengan hal ini, “Kamu sebagai pria kan belum sekolah doktoral, kok istri kamu sudah? Biasanya laki-laki yang lebih di atas wanita atau minimal setara dalam hal pendidikan.” Bukankah pemimpin akan merasa beruntung jika di sekelilingnya ditemani oleh orang pintar dan berilmu pengetahuan?

Mendapati hal itu, aku tidak tertarik menjawab, mengomentari, bahkan menyanggah. Yang pasti, akulah orang pertama yang mendorong dan mendukung saat istri mendapat tawaran beasiswa untuk sekolah lagi. Sederhananya, tawaran yang datang dan tidak dicari-cari itu tidak layak untuk ditolak —penghargaan bagi yang memberi tawaran.

Jadilah, satu tahun enam bulan, keluarga kami menjalani kuliah doktoral. Iyap, meski de jure, istri yang terdaftar kuliah, secara de facto kami sekeluarga yang kuliah. Sejatinya, kuliah doktoral adalah kuliah bagi seluruh anggota keluarga. Tenaga, waktu, pikiran, motivasi, dan sebagian biaya harus dikelola dan bisa juga dikorbankan dengan baik demi kelancaran studi.

Sependek yang aku tahu, seseorang yang melanjutkan studi doktoral adalah keluarga muda usia 30-an tahun dengan kondisi yang belum stabil dalam banyak aspek. Maka, kadang-kadang modal “nekat” begitu kental terasa.

Kakak kami hingga hari ini telah menjalani satu setengah tahun dari kewajiban empat tahun kuliahnya di salah satu negara di Asia. Berbagi dana beasiswa untuk empat anggota keluarga di kota yang terkenal sebagai salah satu kota paling mahal biaya hidupnya. Berbagi waktu antara kewajiban di laboratorium 8-10 jam sehari dengan keluarga. Berbagi waktu dengan anak-anak yang memasuki usia sekolah. Satu anggota keluarga yang sekolah, anggota yang lain juga “ikut sekolah”.

Lain lagi cerita, senior kami yang secara hampir bersamaan sama-sama menempuh doktoral di luar negeri, jauh dari keluarga, dan memiliki bayi. Bayangkan betapa repotnya membagi segalanya. Hebatnya bisa selesai dengan baik dan semua tampak berjalan normal.

Cerita di atas hanya salah satu cuplik cerita. Namun, jelas bahwa basis utama dalam lompatan pertumbuhan seseorang berpijak dan bertujuan pada keluarga. Keluarga adalah hulu sekaligus hilir. Keluarga adalah sumber sekaligus muara. Dan pendidikan ada di dalam proses tumbuhnya.

***

Tetiba kalimat bijak ini menyundul. “Jika kamu ingin cepat sampai di tempat tujuan, berjalanlah sendiri. Namun jika kamu ingin berjalan jauh, berjalanlah bersama-sama.” Tentu, kelakar akan muncul, bagaiman jika ingin berjalan cepat dan jauh? Jawabku, “Tunjuklah seorang pemimpin. Lalu berbagilah peran.”

Keluarga adalah miniatur kepemimpinan sekaligus ujian kompromi untuk berbagi peran. Kepemimpinan dan berbagi peran tentu akan menghadirkan kompromi, kemungkinan, dan kesepakatan. Hasil akhir yang hadir adalah ketidakidealan dan ketidaksempurnaan.

Kondisi ketidakidealan dan ketidaksempurnaan itu membawa efek: dialah sosok (suami atau istri) pasangan terbaik dan sempurna buat keluarga kami? Ujian kehidupan keluarga yang sempurna, bukan?

Barangkali ini klise dan mewah secara ide, tapi saya kira pendidikan adalah sparing partner atas ujian ketidakidealan dan ketidaksempurnaan.

Pendidikan yang dimaksud begini: keluarga adalah institusi pendidikan itu sendiri. Di dalamnya terjadi proses secara sadar dan terencana untuk menumbuhkan dan membagi peran.

Jika pendekatan pendidikan di atas diterima, maka kira-kira akan terjadi hubungan yang simultan. Keluarga adalah institusi pendidikan tempat bertumbuh bersama, dan institusi pendidikan akademik formal, setinggi yang bisa dicapai. Juga, tempat untuk menggali bekal agar institusi pendidikan bernama keluarga dapat berjalan dengan ketidaksempurnaan yang menyenangkan. Karena semangat bertumbuh, berbagi peran, dan menerima ketidakidealan. Dengan penuh keinsafan.


Pucukmera.ID – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangunkk budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment