Kegigihan Puthu Lanang di Tengah Gempuran Industri Kuliner Modern

Malang (2/3), menjelang pukul 20:00 WIB, hujan lembut turun di salah satu sudut Jalan Jaksa Agung Suprapto, lokasi Kedai Puthu Lanang. Beberapa mobil dan kendaraan bermotor terparkir rapi di dekat kedai itu, kuliner tradisional yang telah berdiri sejak 1935. 

Ya, Puthu Lanang memang sudah masyhur sejak dulu. Kedai puthu yang awalnya bernama Puthu Celaket itu, telah dikenal oleh berbagai kalangan. Mulai dari tukang becak, travellers, hingga pejabat pemerintahan, semuanya kagum dengan cita rasanya. 

Gerobak Puthu Lanang yang legendaris

Campuran parutan kelapa, gula merah, lopis, cenil, klepon, dan puthu memang membuat lidah siapa saja yang berkunjung bergoyang ria. Racikan itu seolah menggoyang lidah. Menemukan sensasi unik yang menggembirakan.   

Kalau anda menggigit kleponnya yang mungil, gula merah cair akan pecah di mulut, dan mengeluarkan sensasi luar biasa. Campuran gula merah cair yang manis dan parutan kelapa yang gurih, menyatu, menjadi sajian nikmat tiada tara.

Yahut, banget ini”, kata Habib (2/3), salah seorang pengunjung yang rela mengantre di tengah lembutnya guyuran hujan.

Sepanjang pantauan Tim Pucukmera, terlihat beberapa pembeli kecewa karena sebagian menu sudah ludes. Padahal, baru sekitar 1,5 jam dibuka. Tapi, meski begitu, mereka tetap rela antre untuk membeli sisa sajian yang ada. 

“Iya, kalau di sini, jam segini sudah mulai habis”, kata Siswoyo (2/3) yang merupakan generasi kedua Puthu Lanang.

Sajian lopis Kedai Puthu Lanang

Saat ini, Puthu Lanang sudah memasuki generasi kedua. Generasi pertama adalah Ibu Supiyah. “Saya awalnya tidak mau, apalagi diserahi [bisnis] yang punya nama. Karena biasanya bisnis kuliner itu kalau sudah di tangan kedua ketiga pasti bangkrut”, katanya.

“Tapi itu jadi tantangan saya. Ibu saya bisa, kenapa saya tidak bisa”, ujarnya.  

Sebetulnya rahasia Puthu Lanang bisa bertahan sampai sekarang, lebih-lebih di tengah menjamurnya berbagai kuliner modern di Malang terletak pada kontrol kualitas. “kepuasan pelanggan dan kualitas itu memang betul-betul kita jaga”, ujar Siswoyo. 

Lebih lanjut, Siswoyo menyampaikan, “kami punya motto jual mau beli mau”, katanya. Maksudnya, Puthu Lanang menjaga betul kualitas bahan baku produksi sehingga pembeli tidak kecewa dengan kualitas sajian yang disediakan.   

Siswoyo, Generasi Kedua Puthu Lanang yang gigih mempertahankan kuliner tradisional.

Nah, kegigihan Siswoyo mempertahankan kuliner tradisional di Malang memang perlu kita apresiasi. “Ternyata makanan tradisional yang lama, tidak akan ketinggalan dengan makanan modern”, ujarnya penuh semangat.

Nah, bagi anda yang hendak berkunjung, jangan lupa siapkan niat untuk antre, dan jangan lupa datang lebih awal. Jika anda datang terlambat sedikit saja, seperti kami, pasti anda tidak akan dapat apa-apa, hehe. 

Buka mulai pukul 17:30 WIB. Tidak ada cabangnya, loh. Lapaknya kecil di ujung gang buntu, tapi tenang, ada papan nama besar bertuliskan Puthu Lanang.

Selamat mencoba! Kuliner kebanggan Malang: Puthu Lanang!

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

1 Comment

  • Hatijah
    Posted April 3, 2019 at 10:14 am 0Likes

    Beh enak le..

Leave a comment