Lalik Kongkar
Kau Pamit
Rinduku tak tersampaikan.
Ternyata sudah ada yang menahan.
Di antara senja, kucoba mengikhlaskan.
Namun hati berontak tak karuan.
Di balik senyummu kau menyapa.
Bertanda untuk pamit, tak lagi ada.
Sahutanku hanya tertawa.
Karena kuanggap kau hanya bercanda.
Sekejap kau mengulang pernyataan.
Bahwa kita tak bisa lagi dipersatukan.
Melalui hati dan pikiran.
Sebab kita sudah tak lagi sejalan.
Lalu kau memutuskan untuk pergi.
Bait-bait puisiku menghitam.
Alunan puisiku yang terlalu terikat.
Menandakan ada kau di dalamnya pekat.
Begitu sangat menjerat.
Namun dengan gampangnya sekarang kau menyekat.
Dengan gunting potong yang laknat.
Lantas sopankah kau mengenalkan dia padaku secepat itu?
Pengorbanan
Mengucur deras keringat.
Membasahi tubuh yang terikat.
Membawa angan jauh entah kemana.
Bagaikan pungguk merindukan bulan.
Jiwa ini terpuruk dalam kesedihan.
Pagi yang menjadi malam.
Bulan yang menjadi tahun.
Sekian lama telah menanti.
Dirinya tak jua lepas.
Andai aku sang ksatria.
Aku pasti menyelamatkannya.
Namun semua hanya mimpi.
Dirinyalah yang harus berusaha.
Untuk dapat pergi dari kegelapan.
Rasaku Mati di Pelabuhan Rindu
Sajak ini kutulis dengan mesra.
Bersama sejuta doa terangkai dengan cinta.
Tentang kerinduan abadi seorang hamba.
Entah di mana akan kusandarkan perahu rindu pada dirinya.
Hati hanya terdiam dan membisu saja.
Terdiam dalam pelukan dingin malam tanpa dirimu.
Terbenam rindu terkubur dalam sanubari.
Rengkahan hati menjerit dalam gelap.
Saat malam mulai perlahan bentangkan layar kelam.
Saat rindu perlahan hampiri jiwa.
Di mana batas waktu terputus dalam hening malam.
Di mana perindu hanya terdiam dalam kebisuan.
Aku terdiam dan menatap hari.
Menunggu tanpa tujuan dan kepastian.
Kapan kita kan bersua nanti.
Kembali bercumbu dalam tepian malam.
Ada rindu tertanam dalam sanubari.
Rindu tanpa tepi dan tanpa peraduan.
Kutanya rembulan mati.
Kutantang mentari bisu.
Bintang hanya mengerling manja menggoda.
Ketika kutanya tentang rindu.
Di mana kan kulabuhkan bahtera ini.
Jika tiada dermaga kudapat.
Laksana mayat aku terdiam dalam kebisuan.
Nanti jika tiada waktu kan berulang.
Maka aku hanya perindu yang menghina rindu.
Tanpa tahu dermaga rindu sandaran jiwaku.
Pengemis Doa
Tentang perih yang terlukis.
Luka biru lebam yang terkikis.
Atau tragedi kehidupan yang tragis.
Memiluh hati penuh ratapan tangis.
Ujian adalah saat Tuhan bentangkan penggaris.
Berupa jalan yang tidak selalu simetris.
Bahkan pula halangan yang membuat hati miris.
Semua hanya teguran agar hati suci dari najis.
Sejujurnya sifat manusia sangatlah egois.
Meminta enak tanpa harus mengais.
Tanpa menyadari segalanya telah tertulis.
Sebagai takdir yang diwajibkn untuk menangis.
Penat dalam Rindu
Riuh angin yang begemuruh.
Menerobos kabut malam.
Langkah yang semakin tak tahu arah.
Bersenandung bersama harapan.
Harapan yang selalu dipanjatkan.
Namun hilang bersama angan.
Rindu yang mengancam.
Membayangkan dirimu.
Seperti rumah yang kosong.
Tak berpenghuni.
Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.
Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.
1 Comment
Slot88 Game Gacor
SLOT88