“Tok-tok-tok….Angela ayo bangun nak sudah shubuh loo” panggil ibu Amira dengan lembut. Terdengar suara parau “ iya, ibu duluan aja ke bawah” katanya sambil membuka mata pelan dan menyelinapkan rasa kantuk yang masih tersisa. Terhuyun dia menuju pintu dan mengambil air wudhu yang terasa dingin menggigil. Di depan pintu depan terlihat ayah, ibu dan acil tengah menunggu Angela. Terlihat acil, adik Angela yang masih kelas 1 SD terkantuk-kantuk di dipan dekat meja depan.
“Oh ya kak fa……tir….. “ seru Angela sedikit kecewa
“Ela, sudah mau iqomah. Ayuuk kita berangkat” kata ibu menyeka kekecewaan Angela
Keluarga Pak Afid memang telah membiasakan diri untuk pergi sholat shubuh berjamaah ke Masjid didekat rumah, sudah sejak pernikahan Pak Afid dan Bu Amira bahkan sampai Acil yakni anak paling bungsu dikeluarga ini.
Angela sangat menikmati shubuh berjamaah setiap harinya, apalagi setelah dari masjid ayah dan ibunya pasti mengajaknya untuk berjalan-jalan didekat taman sambil menikmati dinginnya kabut pagi buta.
“Ayah, kakak sedang apa ya?” Celetuk Ela sambil memandang danau yang tenang
“Mungkin… kakak juga habis sholat la..” jawab ayah singkat sambil melirik Ibu Amira
Bu Amira menghentikan langkahnya dan memegang pundak Angela yang tengah tertunduk didepannya.
“Sayang, kami tau kamu pasti rindu sekali ya sama kakak. Percayalah kakak pasti juga rindu sama kita, dia pasti baik-baik saja disana” kata Ibu Amira sambil memeluk erat putri keduanya tersebut.
“Iya bu, maafkan aku ya yang selalu bertanya tentang kakak sehingga ibu sama ayah juga ikut rindu. Oh ya, aku akan mengirim email aja buat kakak” Tambah Ela sembari menyorotkan sedikit rasa sumringah. Ela memang sangat mencintai kak Fatir, bagi ela kak fatur adalah sesosok kakak laki-laki sekaligus teman yang selalu memberinya nasehat, candaan dan perlindungan. Sebelum kuliah di Jakarta , kak Fatir memberi pesan agar Ela menghubunginya lewat Email agar mudah diterima dan dibalas. Bahkan kak Fatir juga mengajari Ela menggunakan email sebelum dipelajari di sekolah.
Sesampainya dirumah, Ela langsung masuk kamar dan menyalakan komputer tua peninggalan kakaknya ketika masih duduk dibangku SMA. Dengan sangat antusis dia mengetik kata demi kata hingga berbaris-baris, dia terkadang bercerita tentang liburan semester ataupun hanya sekedar bercerita tentang acil, adik semata wayangnya yang selalu mengganggunya ketika belajar bersama teman-temannya. Namun, terkadang Ela juga merasa sedikit kecewa karena kak Fatir tak kunjung pernah membalas satu emailpun yang ia kirim selama hampir 3 bulan terakhir. Padahal Ela sudah mengirim hampir 50 email dan beberapa diantaranya terselip foto-foto liburannya bersama ayah, ibu dan acil.
Tiba-tiba sore itu, ketika Ela pulang sekolah. Ibu bersiap menyambutnya sambil membersihkan sisa tanah pekarangan yang menempel di setelan rok kusut warna hitam. Namun, ibu tak menyangka Ela langsung masuk kamar dan menangis sesenggukan.
Ibu berjalan pelan ke arah Ela yang merebahkan tubuh kecilnya diatas tempat tidur sambil sudah menduga apa yang akan dikeluhkannya.
“Nak, bersabarlah… jika ada masalah dan kesedihan pasti itu suatu ujian agar kita menjadi pribadi yang lebih baik” ucap ibu sembari mengelus kepala ela yang masih mengenakan jilbab putih dengan cap SMP dibagian belakannya.
“Buk, tadi pagi aku mengirim email lagi ke kakak. Sampai sekarang belum ada jawaban sama sekali, sudah 3 bulan bu. Apa kakak marah sama Ela karena ketika hari terakhir kakak dirumah Ela sempat merusak gelang milik kakak bu…” kata ela sambil menitikkan air matanya lagi.
“Sudah ela, kakak tidak marah sayang…. kakak mungkin lagi sibuk dan belum bisa diganggu” kata ibu dengan memeluk ela sambil diam-diam meneteskan air matanya.
“Baiklah bu… Semoga memang yang ibu katakan memang benar. Maaf akhir-akhir ini Ela jadi cengeng padahal kak Fatir tidak suka kalau Ela menangis”
“Iya sayang, kalau begitu gimana kalau kamu mandi dan kita siap-siap buat sholat berjamaah di masjid lagi pula setelah ini ayah sama acil juga pasti pulang dari rumah nenek” celetuk ibu memberi saran
“Ayukk…” ajak Ela
Mungkin, sholat yang membuat Angela menjadi tenang dan sejenak hanyut dalam kepasrahan akan rasa rindu yang ia sering rasakan untuk kakak tercintanya. Malam itu, lagi-lagi dia mencoba mengirim sebuah email untuk sang kakak karena dia selalu ingat ucapan kak Fatir “ Dimana kamu bisa berbagi maka berbagilah untuk saudaramu dan kakak adalah tempat yang akan lapang untukmu berbagi”.
Hai kakak…hehehe
Malam ya kak, disini dingin sekali sampai aku pakai selimut tebal milik kakak. maaf Ela belum tidur nih. Habis kakak gak mau kirim email sih padahal Ela pengen banget cerita tentang si Jean yang lagi – lagi nginjak tai ayam di sekolah dan sumpah bikin ngakak loo wkwkwk, atau anabel eits …. si barbie maksudnnya yang suka marah-marah akibat ketusuk gantungan tas ku atau si acil yang coret-coret buku gambarku bikin sebel deh…… Aku sampai bingung mau cerita ke siapa , jika cerita ke ibu sama ayah pasti cuma di senyumin aja.
Kak, tau nggak?
Ketika aku tanya gitu pasti kakak bakal bilang “ iya tau, yang itu ya yang kamu pas ujian sangking gugupnya hingga keceplung got …. wkwkwkwk(sambil tertawa renyah)” dan saat-saat itu aku merindukanya dan pakai sangat. Padahal, aku sering melapor sama ibu kalau kakak jahat.
Kak, segera pulang dong. Aku sudah ingin main gendong-gendongan… hehehe (peace)
Email sudah terkirim sempurna, malam pun sudah larut bahkan sepi mulai menelisik di gelapnya suasana. Dengan wajah pengharapan Ela merebahkan diri di atas kasur empuknya sambil mengucapkan lantunan salawat dan do’a.
Matahari merayap di angkasa dengan pijaran sinarnya, membuat pagi hari Ela di hari ahad mulai membawa keceriaan.
“Hmmm, bau pisang goreng jadi lapar nih” gumamnya pelan
“Bu…. ibu…. suara ibu di depan nih “ ela berjalan ke depan
Tapi, tidak sengaja Ela mendengar perbincangan ayah dan ibu yang sedang menikmati teh dan pisang goreng hangat di teras.
“Yah, gimana sama Fatir? Tanya ibu penasaran
‘’ Nanti sore, dia minta pulang buk….”
“Aku yakin, dia ingin bertemu Ela yah ”tambah ibu
Mendengar percakapan tersebut, Ela benar-benar bertanya-tanya apa sebenarnya yang terjadi sama kak Fatir.
“Haa, dokter… kak fatir, dan pulang? Apa maksudnya?” gumam Ela dalam hati.
Spontan Ela beranjak keluar dari rumah dan mendatang Pak afid dan bu Amira.
“Ayah, ibu ada apa sama kak Fatir ? tanya Ela antusias
“Aku dengar ayah sama ibu cerita tentang kak Fatir, dokter dan minta pulang? Sebenarnya ada apa yah, bu? Tambah Ela bertubi-tubi.
Ayah dan ibu saling berpandangan mendengar semua pertanyaan kemudian, ibu menghembuskan nafas panjangnya dan mulai berjalan kearah Ela.
“Duduk dulu sayang…. oke baiklah..” kata ibu sambil menarik tangan Ela dan menyuruhnya duduk.
“Mungkin, ini saatnya kamu tau sayang. Tentang semua yang sudah terjadi, sebenarnya selama 3 bulan ini. Kakak bukan kembali ke Jakarta dan sibuk dengan kuliahnya tapi, dia sedang mencoba melawan penyakitnya di rumah sakit.” Kata ibu pelan
“Apa? jadi selama ini kakak sakit ? dan ibu sama ayah merahasiakan semua dari aku?”
“Maaf kan ibu sama ayah, nak…
“Kami tidak memiliki pilihan lain, kakakmu yang melarang memberitahu. Karena kakak tidak mau kamu bersedih sayang. Tambah ayah dengan raut wajah bersalah.
“Berarti selama ini, kakak menanggung semua kesusahan sendiri, dan tidak berbagi. Kakak , mengapa kakak jahat sekali. Aku disini terkadang berfikir kakak sudah lupa dengan ku tapi justru sebenarnya kakak masih sangat peduli dengan perasaan ku…..” seru Ela sambil mengucurkan air matanya yang kian deras.
Ayah dan ibu hanya bisa tertunduk lesu sambil memeluk Ela, dan acil yang sedari tadi bermain boneka ,mulai berhenti dan memeluk ela juga seakan ikut bersedih.
“Hari ini kak Fatir sudah boleh pulang? Berarti dia sudah sembuhkan yah ? tanya Ela
“Hemmm…..” ibu dan ayah saling memandang
“Kalau begitu bagaimana jika setelah ini, kita masakkan kakak makanan kesukaannya bu dan ayah bantu aku buat bersihkan kamar kakak yukk…” ajak Ela sambil menyeka air mata dan merubah sedikit senyum di wajahnya.
“Hemm … baiklah nak, …. “ jawab ayah dan ibu yang hanya bisa menuruti permintaan Ela.
Wajah Ela mulai menunjukkan kecerahan, ketika mendengar kak fatur mau pulang sore ini. Tapi berbeda dengan Ela, Kini Pak Afid dan Bu Amira yang terlihat gelisah. Entah apa yang membuatnya begitu tidak tenang.
“Alhamdulillah, udah selesai semua. Masakan buat kakak sudah dan tempat tidur juga sudah nih bu,,,’’ ucap Ela kepada ibu yang tengah membuatkan teh hangat untuk semua.
Ibu hanya tersenyum melihat antusiasme dan kegembiraan yang tengah dirasakan Ela.
Sementara dirumah sakit, ketika semua urusan administrasi rumah sakit sudah selesai. Ayah yang terlihat khawatir menemui Fatir di ruangannya.
“Fat, apa kamu yakin mau pulang sekarang? Tanya ayah cemas
“Iya ayah, Fatir sudah enakkan kok dan fatir juga udah tidak mau membohongi Ela lagi.” Kata Fatir sambil menuju ke depan rumah sakit.
“Tapi, kata dokter kamu belum boleh pulang nak…” tambah Ayah
“Ayah percaya deh sama Fatir.”
Akhirnya pak Afid hanya mengangguk dan mobil Pak Afid meluncur menuju rumah mereka.
Sementara, di rumah…
“Ibu… ibu… itu mobil ayah, “ seru Ela yang tiba-tiba sudah ada di depan pintu melihat mobil warna merah tua dari arah kejauhan. Ibu yang mendengar langsung menuju ke depan dan menyambut semua.
“Kak Fatiiiir…..” Ela berteriak sambil merangkul kak fatIr yang baru turun dari mobil.
“Ela….” kata kak fatir dengan senyum di wajahnya yang terlihat pucat.
Sejak kak Fatir pulang, Ela merasa penantiannya terbayar sudah dan mendapat kelengkapan lagi di hidupnya. Dia mulai banyak bercerita dan bercerita, hingga suatu malam tepatnya 2 hari setelah kepulangan kak Fatir. Adik dan kakak itu bercengkrama di depan teras rumah hanya untuk sekedar melihat bintang.
“Bintang itu indah ya? Mirip kamu” kata kak Fatir menunjuk saah satu bintang sambil setengah menggoda
“Aaah kakak… “ terlihat Ela tersenyum malu
“Kak, jangan tinggalkan Ela lagi ya?… Ela merasa rindu setiap kali kakak tidak membalas Email ku,” gerutu Ela
“Oh ya, adikku ini sebegitu khawatirnya sama kakaknya ya…. sini-sini peluk kakak..” menjulurkan tangan panjangnya ke badan Ela yang kecil.
“Kak, besok waktu Ela liburan kakak harus menemani Ela ke Agrowisata ya…”
“Baiklah…”
“ Besok kalau perlu kakak ke Jakartanya aku juga ikut ngantar ya..”
Kak Fatir hanya menganggukkan kepala
“Dan aku kakak harus membalas Emailku ketika terjadi apapun dan meski kakak sibuk sekali… harus pokoknya..oh ya tangan kakak kok dingin sekali, leher kakak juga. Kakak… kak..” panggil Ela sambil melepaskan pelukkannya.
Terlihat darah menetes dari lubang hidung sang kakak dan kelopak matanya yang menutup.
“Kakak… kakak… bangun,,,,,,. Suara tangis memecah kesunyian di malam yang tak disangka adalah malam terakhir buat sang kakak.
Oleh : Khorun Nisa’
Illustrator/Editor : Mufardisah