Jihad Konstitusi : Sebuah Upaya Meluruskan Kiblat Bangsa

PUCUKMERA – Masyarakat umumnya melihat Muhammadiyah sebagai lembaga kegamaan, ormas Islam, ormas keagamaan yang bermain hanya pada wilayah kegamaan, dakwah, serta pendalaman ilmu-ilmu agama, namun ternyata Muhammadiyah mampu menerobos bahkan melakukan sesuatu yang penting bagi bangsa ini. Sesuai dengan amanat Muktamar Muhammadiyah tahun 2010 di Yogyakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang saat itu dipegang oleh Prof. Dr. Din Syamsudin agar Muhammadiyah melakukan gerakan untuk mengoreksi dan merevisi undang-undang yang dinilai bertabrakan dengan konstitusi. Terutama undang-undang yang dianggap dapat meruntuhkan kedaulatan negara, khususnya dalam bidang ekonomi. Melalui jihad konstitusi, Muhammadiyah mengoreksi setiap undang-undang yang dianggap menabrak Undang-Undang Dasar 1945, terutama Pasal 33 tentang Kedaulatan Ekonomi.

73 tahun Indonesia merdeka, tapi Indonesia belum secara konsisten dan konsekuen berpegang teguh pada cita-cita nasional. Rezim demi rezim berjalan, Indonesia serasa tertatih-tatih serta kehilangan orientasi terutama ketika menghadapi era globalisasi, modernisasi, bahkan sekarang berhimpit dengan era teknologi informasi sehingga semakin kehilangan arah. Muhammadiyah bersama tim yang terdiri dari 20 pakar merumuskan dan mendiskusikan realitas kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Hasil kerja pakar tersebut akhirnya berhasil menemukan sebanyak 115 undang-undang yang ditengarai melenceng dari UUD 1945 khususnya pasal 33 yang sangat tegas bahwa ekonomi nasional  Indonesia itu berdasarkan kekeluargaan, tentang hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, termasuk pula sumber daya alam dikuasai oleh negara dan digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Ini yang jauh panggang dari api dalam pelaksanaannya.

Di tengah keinginan Muhammadiyah mengamandemen konstitusi tersebut, ternyata tidak mudah, sebab tidak cukup mendapat dukungan dari partai-partai politik. Din Syamsudin lewat Muhammadiyah berpikir apa yang tidak bisa diraih sepenuhnya jangan ditinggalkan seluruhnya. Selama masih punya konstitusi sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, maka perlulah menempuh jalan konstitusi tersebut.

Undang-undang yang pertama digugat adalah undang-undang tentang Minyak dan Gas Bumi, kemudian tentang Minerba, selanjutanya tentang Sumber Daya Air.  Atas usaha yang luar biasa dari Muhmmadiyah, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permintaan Muhammadiyah, bahkan undang-undang terakhir tentang Sumber Daya Air dibatalkan seluruhnya oleh MK namun sampai 7 tahun lebih setelah putusan MK belum ada perubahan sampai sekarang. Oleh DPR dan pemerintah tidak tergerak untuk membentuk Undang-Undang baru baik tentang Migas, tentang Sumber Daya Air, Minerba dan juga undang-undang yang digugat Muhammadiyah yang bertentangan dengan konstitusi.

Muhammadiyah sebagai gerakan kebudayaan mengambil langkah dan strategi perjuangan melalui pendekatan kultural. Berbeda dengan strategi partai-partai politik yang lebih pada pendekatan struktural, yang tentunya bermain pada level pembentukan undang-undang. Sementara itu Muhammadiyah, NU, dan banyak ormas lainnya memilih jalur kultural yang bertujuan untuk strengthen the cultural base with in the society yaitu memperkuat landasan budaya. Karena tanpa landasan budaya yang memadai bangsa ini tidak akan maju. Inilah bentuk perjuangan kebudayaan yang seabad lebih dilakukan Muhammadiyah tanpa kenal lelah, dengan mendirikan belasan ribu sekolah, ratusan universitas, rumah sakit, klinik, panti asuhan, dan juga lembaga-lembaga pemberdayaan ekonomi.

Tetapi kerja kebudayaan dari ormas-ormas tersebut terutama Muhammadiyah sering terkendala oleh proses-proses struktural yang tidak sesuai dengan cita-cita nasional sehingga terkesan gamang, gagap, dan akhirnya menimbulkan problematika. Maka tak pelak, Muhammadiyah dan ormas lainnya harus juga memberikan perhatian pada kerja struktural tersebut, yang sejatinya adalah tanggung jawab partai-partai politik.

Karena partai politik selama ini tak membawa dampak yang cukup signifikan ke arah yang dicitakan oleh the founding fathers yang juga tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Maka jalan yang harus dilalui adalah mengoreksi lewat kerja konstitusional dengan cara menggugat lewat konstitusi. Namun hal ini sangat melelahkan, sebab gugatan itu menghabiskan waktu satu tahun untuk satu undang-undang.

Lalu, apa yang salah dengan kiblat bangsa kita? Sudah jelas bahwa ada yang salah, bahkan mengalami pergeseran. Jelang pilpres tahun 2009, Muhammadiyah membentuk tim yang terdiri dari 20 pakar untuk mediskusikan kondisi bangsa saat ini. Terutama dalam 3 gatra utamanya yakni politik, ekonomi, dan budaya. Dan Muhammadiyah melahirkan buku kecil yang isinya tentang revitalisasi cita-cita nasional. Buku ini berangkat dari evaluasi kehidupan kebangsaan, kenegaraan yang mengalami deviasi, distorsi, dan disorientasi yang dikaitkan dengan cita-cita nasional.

Jihad konstitusi merupakan gerakan pembaruan di bidang hukum dan upaya korektif yang dilakukan melalui jalur formal, yakni dengan mengajukan uji materi kepada Mahkamah Konstitusi terhadap sejumlah undang-undang yang dinilai bertentangan konstitusi. Karena itulah dengan gagasan Jihad Konstitusi, Muhammadiyah berusaha meluruskan kiblat bangsa yang tak sesuai dengan cita-cita bangsa yang tertuang dalam UUD 1945.

Oleh : Nainunis Nailati
Editor/illustrator : Mufardisah

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment