Chusnus Tsuroyya
Redaktur Pucukmera.id
PUCUKMERA.ID – Sekitar satu minggu yang lalu, beberapa orang yang saya ikuti di Instagram mengatakan, film berjudul I Care A Lot adalah film yang layak ditonton di bulan ini. Pada mulanya, saya tidak begitu tertarik. Hingga suatu malam, di tengah kegabutan melanda, notifikasi di akun Netflix saya muncul. Watch for Unun: I Care A lot is now on Netflix. Begitu kira-kira bunyi notifikasinya.
Sontak, saya langsung melihat trailernya. Banyak hal yang mencuri perhatian. Adegan di pengadilan, pencurian berlian, dan aksi yang berdarah-darah. Sepertinya, film ini memang layak ditonton.
Premisnya sederhana. Marla Grayson, tokoh utama yang diperankan oleh aktris Inggris Rosamund Pike, adalah perempuan mandiri yang berprofesi sebagai legal guardian para lansia yang sudah tidak bisa mengurus dirinya sendiri. Sebagai legal guardian, Marla mengurus semua urusan harta kebendaan si lansia. Marla berdalih, ia menjalankan profesi ini semata karena ia peduli.
Dalam 10 menit pertama, kita akan dibuat bersimpati dengan Marla. Dibuka dengan narasi yang begitu meyakinkan, kita seakan terkagum-kagum dengan sosok Marla Grayson yang dapat bertahan hidup di tengah hiruk-pikuknya kota besar dengan hanya mengurus para manusia yang berusia senja.
Namun pada 10 menit setelahnya, J. Blakeson, sang sutradara, tak ingin membuat film ini berjalan dengan begitu biasa. Ada twist kecil yang disuguhkan. Untuk pertama kalinya, saya benar-benar merasa kesal dengan pemeran utama dalam film. Marla, sesungguhnya bukan orang yang sangat peduli. Tidak. Dia hanya bersembunyi di balik topeng manisnya dan dia pandai bersolek lidah.
Layaknya fucking lioness, begitu Marla menyebut dirinya sendiri, dia benar-benar memangsa pihak yang lemah. Dengan modus operandinya, dia memanfaatkan kelemahan para lansia dan mengambil harta kekayaan para lansia yang menjadi korbannya.
Ia kemudian menipu dan merekayasa hukum. Marla bersama pacar perempuannya, Fran, merekayasa sedemikian rupa hingga pengadilan memutuskan bahwa seseorang dianggap sudah tidak cakap lagi untuk melakukan suatu perbuatan.
Jika sudah demikian, pengadilan akan menetapkan Marla sebagai legal guardian dan bertindak sebagai penerima kuasa dari para lansia. Setelah itu, mereka kemudian dipenjara dalam panti jompo milik rekan Marla. Para lansia, untuk alasan tertentu, tidak boleh keluar dari panti tersebut. Sanak keluarga juga tidak diperkenankan untuk menemui mereka sama sekali.
Hal ini dilakukan Marla agar dia leluasa menguasai barang-barang peninggalan si lansia. Rumah mereka dijual, tabungan hari tuanya diambil, bahkan warisannya pun dirampas. Hasilnya, tentu akan digunakan Marla untuk memperkaya diri sendiri. Mungkin, Marla adalah orang yang peduli. Tapi ia tidak benar-benar peduli dengan para lansia, ia hanya peduli pada hartanya saja.
Di pertengahan film, J. Blakeson menguji kita dengan tambahan twist. Karena sifat piciknya, Marla kemudian mendapat ganjarannya. Hal ini bermula ketika ia memburu seorang mangsa baru. Kali ini lansia bernama Jennifer Peterson. Bagi Marla dan Fran, Jennifer merupakan mangsa yang potensial. Mereka menyebutnya sebagai cherry, lansia dengan harta melimpah tapi tidak memiliki satu keluarga pun.
Namun, dugaan mereka salah. Jennifer bukanlah lansia yang seperti mereka kira. Jennifer justru menjadi awal pertemuan mereka dengan orang yang sama kejam dan liciknya. Di sinilah, aksi tegang dan berdarah-darah dimulai.
J. Blakeson memang jenius. Ia mampu membuat karya yang begitu ngena. Tidak ada protagonis dalam film ini. Semua antagonis. Masing-masing punya motif dan sisi buruknya sendiri. Maka benar jika Marla mengatakan, “There’s no such thing as good people.” Tidak ada yang namanya orang baik. Yang ada hanya orang yang mengambil dan yang diambil. Pemangsa dan mangsa.
Marla memilih menjadi pemangsa, pihak yang selalu mengambil dari yang lemah. Setelah mendapatkan apa yang ia mau, pihak yang lemah tidak dipedulikan sama sekali. Bagaimanapun juga, seperti siklus rantai makanan dan jaring-jaring makanan, posisi pemangsa yang diambil Marla tidak akan bertahan lama. Karena, pada akhirnya, pemangsa juga akan mati di tangan pengurai.
Melalui kepiawaiannya untuk mendalami peran, Rosamund Pike berhasil menjadi antagonis yang membuat kesal para penontonnya. Sejak awal, saat mendapati Marla mempunyai motif tersendiri terhadap para lansia, saya berharap kisah Marla berakhir dengan tragis. Tapi, J. Blakeson tidak ingin membuat filmnya nampak begitu mudah untuk ditebak. Ia berhasil mengaduk emosi penonton dengan karakter Marla yang kuat–penuh ambisi dan tak mau kalah. Kita seakan mengamini perbuatan licik yang dilakukan Marla.
Namun, untuk sekelas film bergenre dark comedy dan thriller, tidak ada hal baru yang dapat disuguhkan. Durasi dua jam berjalan begitu saja. Meski begitu, hal tersebut menjadi termaafkan saat J. Blakeson menutupnya dengan adegan yang bisa membuat kita tertegun seraya berkata, “Bajilak film iki.”
Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.
Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.
1 Comment
www.binance.com registrera dig
Thanks for sharing. I read many of your blog posts, cool, your blog is very good.