PUCUKMERA – Saat itu aku sangat lelah, merupakan puasa Rahamdhan terberatku. Tak pernah terbayang sebelumnya akan melewati Ramadhanku dengan perjalanan yang tak biasa ku alami. Tak pernah ku sangka melakukan perjalanan ini.
Canda tawa menghiasi awal perjalanan kami dari Bandara Adisucipto Yogyakarta hingga pelabuhan Tanjung Selor Kalimantan Utara. Ketika kami telah menumpangi speedboat menuju dermaga Sepunggur dengan melawan derasnya arus sungai, kami bercanda dan tertawa menikmati euforia KKN yang akan segera kami lakukan.
Jilbabku berkibar-kibar diterpa angin sore. Rasa dingin mulai menghampiri, kami hanya berbalut jas almamater di atas derasnya perairan sungai. Tatapi entah mengapa kami masih bisa tertawa riang gembira menikmati perjalanan seakan hendak mengunjungi destinasi yang sangat didamba, tanpa memikirkan tempat seperti apa yang akan kita jumpa. Bahkan sesekali batuk menyelingi tawaku menikmati candaan receh mereka.
Kurang lebih satu setengah jam berada di perairan, bukan berarti perjalan telah usai. Masih ada satu ketinting yang menunggu kami di sana. Jarak 3-4 km menunggu untuk kami jelajahi dengan berjalan kaki. Tetapi entah mengapa lagi-lagi canda tawa masih menghiasi kami hari itu.
Aku bersama 3 temanku mencoba naik ketinting. Semacam perahu mesin tanpa layar dan penyeimbang. Awalnya rasa takut menyelimuti. Tak hilang juga rasa takut kami
. Hingga saatnya kami terpana melihat pemandangan tepian sungai persis seperti apa yang aku lihat di film itu. Pepohonan liarnya, gelombang air sungainya, bergoyang-goyang ketinting diiringi teriakan-teriakan kami para penumpang wanita.
Akhirnya kami tiba di tanah itu. Sepunggur. Langit sudah menampakkan sinar jingganya. Kami memutuskan untuk membatalkan puasa dengan minuman alakadarnya. Bahkan aku sempat lupa kalau kami sedang berpuasa. Kulihat sekeliling. Hatiku bergetar. Ternyata selama ini aku salah. Bayanganku tentang Sepunggur selama ini tak sesederhana itu. Oh airnya keruh? Its ok. Oh ga ada listrik? Tak apa-apa kita akan terbiasa. Oh kita harus berbagi beberapa botol minuman untuk 26 orang? Tidak masalah, kita juga sudah sering buka puasa bersama. Tidak!! Tidak sesederhana itu. Sepunggur tidak sesederhana teori yang kami terima di kelas.
Sepunggur yang hanya bisa kulihat dari gambar saja, kini dapat kulihat dengan nyata. Cerita Sepunggur yang biasanya kudengar dari ketua tim saja, kini bisa kurasakan sendiri adanya. Sadis gigitan nyamuknya, kubangan lumpur abadinya, gelap malamnya, pasang surut airnya, keruh air paritnya, rumah panggungnya. Kini terasa nyata benar-benar nyata.
Aku tak mengira bahwa aku akan hidup di sini selama 2 bulan kedepan. Menghabiskan 60 hariku bersama orang-orang yang kebanyakan belum kenal. Menghabiskan waktu bersama 26 orang yang belum aku tahu betul sifatnya. Berusaha bersahabat dengan alam atas pasang dan surut air sungai. Berusaha menerima keadaan bahwa aku harus hidup ditengah kegelapan malam, jujur saja aku sangat takut dengan gelapnya malam. Berusaha melepas kemanjaan atas nikmatnya penerangan. Berusaha kuat untuk menerima bahwa hari raya Idul Fitri tahun ini jauh dari keluarga dengan tempat yang apa adanya.
Saat itu rasa sedih sempat terbesit dalam benakku. Ternyata di Indonesia masih ada tempat seperti ini. Tempat yang nyata adanya. Tempat para transmigran menggantungkan harapan. Tempat yang juga menjadi calon penerus bangsa di tempa. Tapi semua rasa sedihku hilang, rasa kekhawatiranku sirna sesaat setelah mereka datang. Mereka yang memiliki jiwa yang kuat. Mereka yang merelakan tangan-tangannya hitam terbakar panas matahari. Tangan-tangan mungil yang melambai-lambai gembira dengan teriakan riangnya “Heeeiii KKN…” seakan tidak peduli dengan keterbatasan yang ada. Tak mengerti tantangan apa yang sedang dihadapi oleh orang tua mereka.
Aku merasa menyesal sempat berputus asa. Mungkin tim kami tak seistimewa tim KKN seberang yang kedatangannya disambut oleh para petinggi daerahnya. Tapi sambutan dari anak-anak itu, sapaan “ Heeii KKN… ” itu lebih dari cukup menurut kami dan merupakan sambutan yang tak kan pernah kami lupakan. Dari sana lah semangatku pada negeri ini tumbuh kembali. Ya dari sana lah. Cukup dari sapaan ” Heeii KKN.. ” yang keluar dari bibir mereka. Mereka yang mempunyai tangan-tangan mungil nan gelap. Tangan yang nantinya meneruskan perjuangan bangsa.
Oleh :
Arina Nursafrina Rahmatina
Universitas Gadjah Mada
Prodi Kebidanan
Ilustrator/editor : Mujahidin
2 Comments
Utivafe
05 INS 60 ОјIU mL 92 priligy review youtube
Escactaps
priligy 30mg price Thickness varies depending on the stage of a person s menstrual cycle