Inas Alimaturrahmah
Redaktur Pucukmera.id
PUCUKMERA.ID — Saya sampai di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul sepuluh pagi. Saat itu saya hendak melakukan perjalanan ke Kendari, karena saya ditugasi menjadi fasilitator acara nasional Sekolah Literasi PP IPM. Karena acara tersebut, saya punya kesempatan untuk merasakan terbang menggunakan transportasi udara karena ini pengalaman pertama untuk menaiki pesawat dalam seumur hidup saya.
Dari Tangerang, saya berangkat bersama dengan tiga kawan. Namun, ketiga orang itu belum tampak juga batang hidungnya di bandara. Akhirnya, saya menghubungi salah seorang kawan bernama Nabila. Dia mengabari jika dirinya dan Ian—salah seorang kawan saya yang lain—masih dalam perjalanan.
“Kamu chat Ria coba. Ria barusan bilang ke aku kalau dia sudah sampai.” saran Nabila.
Saya pun mengikuti saran Nabila dan segera mengirim pesan kepada Ria—salah seorang kawan yang belum pernah saya temui sebelumnya—dan memintanya untuk menghampiri saya yang sedang duduk di ruang tunggu dekat Max Coffee.
Selang beberapa saat, seorang perempuan yang membawa troli dorong tengah celingukan, lalu ragu-ragu menghampiri saya.
“Kamu Inas?” tanya Ria tak yakin.
“Iya. Sini duduk!” balas saya dengan senyuman ramah sembari menawarkan bangku kosong di sebelah saya.
Perempuan yang bernama Ria itu langsung duduk sejenak sambil menghela napas pelan, lalu mengeluarkan laptop dari tas ranselnya dan langsung mengetik sesuatu.
“Tugas kuliah?” tanyaku basa-basi.
“Iya, nih. Ada tugas membuat bahan presentasi dan tenggat pengumpulannya hari ini.” jelasnya sambil tetap fokus dengan layar laptopnya.
Karena Ria sibuk dengan tugas kuliahnya, saya memutuskan untuk membaca novel karangan sastrawan Jepang Sayaka Murata yang saya bawa dari rumah. Selagi membaca, seseorang menepuk pundak saya. Saya menoleh dan berhenti membaca. Nabila dan Ian sudah berada di hadapan saya dan Ria.
“Woh, udah sampai aja, nih. Kapan kita ngurus tiketnya?” tanya saya.
Nabila memperhatikan ponselnya untuk mengecek jam.
“Sekarang aja, deh, kayaknya.” sahut Ian yang berdiri tak jauh dari Nabila.
Saya dan Ria pun beranjak dari bangku. Sambil menata ketiga tas yang saya bawa untuk diletakkan di troli saya meringis sembari berkata, “Haha, ini ada risol dari bulikku, nanti buat bekal di pesawat katanya.”
Saya menjelaskan karena tatapan ketiga kawan saya seolah terheran-heran dengan barang bawaan saya yang cukup banyak. Kami pun berjalan menuju tempat pengurusan tiket dan mengantre untuk check in. Antrean check in ternyata cukup panjang. Ketika giliran kami tiba, ternyata petugas loket menyampaikan kalau kami salah antre. Maskapai penerbangan yang kami pesan adalah Batik Air, tetapi kami justru mengantre di bagian Lion Air. Sial betul memang. Sudah cukup lama mengantre, eh malah salah. Haduh, ada-ada saja.
Saya bersama ketiga kawan saya pun membubarkan diri dari antrean dan mencari loket untuk maskapai penerbangan Batik Air. Beruntung, di loket Batik Air tidak banyak antrean, sehingga kami berempat tidak perlu menunggu lama. Petugas loket memberikan tiket kepada kami berempat dan kami langsung menuju ke lantai dua untuk melakukan screening tas dan barang bawaan.
Usai melakukan screening, kami mencari tempat duduk yang kosong sembari menunggu diperbolehkan masuk ke pintu gerbang pesawat. Saya membuka kotak makan yang dibawa bude saya yang berisi risoles buatan sendiri dan memakannya perlahan. Sedangkan Ria kembali sibuk dengan tugas kuliahnya. Ian sibuk dengan ponselnya.
“Eh, bentar. Jadwal penerbangannya masih nanti pukul 11.43 WIB, kan? Kalo aku mau ke kursi pijat itu dulu cukup gak, ya?” celetuk Nabila sambil menatap kursi pijat yang berada tak jauh dari tempat duduk kami.
“Kayaknya cukup, sih.” sahut saya ngasal.
“Oh ya, pinjam sekalian duit dua puluh ribu, dong. Kata Mbak-Mbak penjaganya bayarnya harus pakai uang pas.”
“Ah, bentar. Aku kayaknya ada.” saya mengeluarkan selembar uang dua puluh ribuan dari dompet dan menyerahkannya kepada Nabila. Ia menerima uang pemberianku dan langsung ngacir ke arah kursi pijat.
Tanpa terasa waktu berlalu dan saat Nabila kembali dari kursi pijatnya mendadak kami mendengar pengumuman kalau pesawat yang akan kami tumpangi akan segera berangkat. Sontak kami terkejut. Kami langsung bangun dari kursi dan berlari sekuat tenaga. Awalnya kami mengira akan masuk melalui gerbang dua, tetapi ternyata setelah mendengarkan pengumuman gerbang masuk pesawat Batik Air yang akan berangkat.
Kami semua langsung terpontang-panting bak dikejar setan. Yang paling parah saya, sih. Saya berada jauh di belakang, sementara kawan-kawan saya, Nabila, Ian dan Ria sudah jauh di depan.
Merasa tertinggal, rasa-rasanya saya hampir menyerah berlari karena sudah kepayahan dengan bawaan seabrek dan saya masih harus lari kencang mengejar mereka. Saya pasrah jika akhirnya saya tertinggal. Namun, saya berpikir ulang karena saya sudah melakukan perjalanan sampai sejauh ini—dari Blora sampai Jakarta. Masa iya, sih, saya harus menyerah mengejar pesawat yang sudah dibayarkan PP IPM. Alhasil, saya mengumpulkan sisa tenaga yang saya miliki dan mengejar mereka sampai akhirnya menunjukkan tiket pesawat kepada pramugari pesawat yang akan kami tumpangi dan mencari tempat duduk.
Di tempat duduk, saya, Nabila dan Ria masih ngos-ngosan mencoba mengatur napas kami—bahkan, badan saya dan Ria sampai gemetar. Ian langsung duduk dan memejamkan mata. Setelah suhu badan dan napas agak mendingan, masing-masing dari kami mengenakan earphone dan mendengarkan musik secara offline yang ada di ponsel sembari pesawat take-off.
Duh, Gusti, nggak lagi-lagi jika saya harus lari-larian kaya begitu kecuali saya sudah jadi atlet lari—ah tidak, paling tidak saya sanggup diajak lari-larian lagi setelah saya rutin olahraga supaya nggak ditinggal lagi. Haha. Namun, setidaknya rasa capek saya usai berlari-larian terbayarkan dengan pemandangan apik awan-awan yang bergerak di antara langit biru muda.
Saya langsung memotret dan merekam pemandangan yang saya lihat dengan kagum. Terlihat ndeso memang, tapi ya sudah peduli amat kata orang. Lagi pula ini pengalaman pertama saya melakukan perjalanan udara. Jadi, ya nikmati saja, kaaan?
Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.
Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.