Terlepas dari hal indah dan menyenangkan yang menghiasi kisah atau iming-iming segera menikah, akhir ini saya sering melihat kisah pilu dari sebuah pernikahan di linimasa media sosial. Entah dari pasangan yang baru saja menikah ataupun yang sudah lama menikah hingga beranak pinak.
Apakah saya yang kurang beruntung atau memang kebetulan saja seringnya malah melihat sesuatu yang menyakitkan. Kaget bukan kepalang sampai berpikir jauh bahkan jadi su’udzon pada pacar sendiri. Takut nanti apa yang dialami mereka berkemungkinan
juga saya alami.
Beberapa waktu lalu saat membuka Twitter, dikejutkan dengan seorang perempuan berinisial NM yang membagikan kisah pernikahannya di Twitter yang hanya bertahan 12 hari. Terlintas di pikiran, jika yang pacaran saja bisa bertahan sampai bertahun-tahun meski tidak sampai menikah, sedangkan menikah sebagai hal yang penuh dengan tanggung jawab dan keseriusan cuma bertahan 12 hari.
Ternyata, penyebab utama adalah suami tidak suka istri bekerja. Semasa pacaran laki-laki sangat bijak sekali dan menyukai perempuan yang bekerja serta mandiri. Dilengkapi dengan perlakuan ibu mertua si laki-laki yang sangat menyesakkan dada, yang tidak lain dan tidak bukan adalah dibanding-bandingkan dengan menantu satunya lagi. Bukankah hal di atas semakin menguatkan persepsi bahwa tinggal satu atap dengan ibu mertua kurang baik.
Kejadian di atas salah satu contoh dari sekian kasus memilukan dalam pernikahan yang berujung pada perceraian. Dalam urusan pernikahan tidak cukup mengandalkan saling cinta kemudian memutuskan untuk menikah. Dalam pernikahan menyimpan banyak hal yang setiap hari harus siap dilewati dan diselesaikan bersama pasangan.
Persoalan ekonomi merupakan permasalahan paling serius yang harus banyak dipikirkan oleh setiap entitas manusia sebelum memutuskan menikah. Dibutuhkan banyak hal untuk menopang roda pernikahan agar tetap berputar. Sekadar mengingatkan kalau cinta saja tidak cukup untuk mempertahankan pernikahan. Sebab menikah juga butuh uang selain kasih sayang.
Banyak perceraian terjadi karena faktor ekonomi, kondisi sosial masyarakat seringkali mendesak seseorang untuk segera menikah pada kondisi finansial yang belum mapan dan tertata. fenomena tersebut akan menyebabkan tingkat kemiskinan semakin tinggi. Setelah menikah laki-laki berubah statusnya menjadi suami yang memiliki peran wajib memberi nafkah keluarga.
Pernikahan bukan permainan, namun bukan juga sesuatu yang sakral. Jika melakukan pernikahan hanya didesak oleh omongan orang, target usia menikah, pasangan minta segera dinikahi, pilihan masa depan bukan melulu soal pernikahan. Seperti halnya nikah muda atau nikah tua, keduanya tidak menjamin kebahagiaan, bukan pada usia muda atau tua melainkan pada persiapan pra dan pasca menikah.
Tidak semua orang menikah saat dirinya benar-benar siap, faktor eksternal seringkali menjadi pengaruh mengapa seseorang segera menikah. Menikah adalah perjalanan panjang kehidupan, tidak hanya kamu dan pasangan, juga anak di masa depan. Apalagi ketika sudah mempunyai anak kehidupan akan berubah. ada sesuatu yang mungkin tidak pernah dibayangkan sebelumnya, sebelumnya hanya memikirkan membahagiakan pasangan, ketika sang buah hati lahir fokus keluarga berganti pada buah hati. Intinya kedua orang tua ingin bagaimana anak tumbuh dengan baik.
Perbedaan ketika masih berdua dan mempunyai anak, istri akan lebih sering update foto dan video anak di instatory daripada foto berdua dengan suami saat baru menikah. Saat suami melakukan video call yang pertama dicari dan ditanyakan adalah anak bukan istri.
Kehidupan setelah menikah membutuhkan lebih banyak pengeluaran. bukan hanya pengeluaran berupa membeli skincare routine, tapi belanja bulanan, biaya pendidikan anak, iuran BPJS, cicilan kendaraan, cicilan rumah, dan tabungan. Banyak anak banyak “yang dibutuhkan”. financial planing yang berantakan akan membuat pernikahan terasa tidak menyenangkan, emosional, saling menyalahkan dan ujungnya jika sudah tidak kuat berumah tangga akhirnya muncul perceraian.
Setiap rumah tangga pasti memiliki caranya asing-masing dalam mengolah keuangan. Alangkah baiknya segala sesuatu yang mungkin dan pasti akan terjadi di masa yang akan datang bisa dipersiapkan dan diminimalisir dampak buruknya. Saat istri tidak diizinkan oleh suami untuk bekerja, tetapi istri punya ibu bapak yang harus dihidupi maka pastikan sebelum menikah ada kesepakatan dengan calon suami bahwa setelah menikah bapak ibu tetap harus diberi jatah bulanan dari suami.
Demi pernikahan di masyarakat yang penuh kedamaian dan minimalisasi perceraian, memutuskan menikah harus siap segalanya. Sebab pernikahan bukan berlangsung pada pesta pernikahan. Punya anak dan cucu hingga bisa berkumpul seru saat lebaran hari raya tiba merupakan hal menggembirakan.

2 Comments
Arletha
Hi thyere too all, hhow iis all, I thiink eveery onee is getting more from this site, aand yourr views aree fastidous
inn spport oof new viewers.
My siote – novoporno.cc
Cathern
I’m gonne too inform myy littfle brother, that hee syould
also go to see thus wweb site oon regular bais too take upated frfom most
recent information.
My web-site :: xxxmissav