M. Khusni Tamrin
Kader IMM Malang Raya

PUCUKMERA.ID – Siapa pun kita, pasti pernah terbesit dalam benak akan sebuah gagasan. Itu merupakan sunnatullah sebagai manusia. Selama manusia masih memegang teguh perannya sebagai ciptaan yang dilengkapi dengan perkakas yang bernama akal, maka gagasan akan selalu lahir dari manusia.

Sebuah gagasan kadang muncul secara tiba-tiba, kadang pula dihasilkan dari proses perenungan yang panjang. Kerap kali dalam sebuah momen, di mana kita bertemu dengan seseorang, lalu tiba-tiba muncul ide untuk menyapa. Atau kemudian ketika seseorang itu adalah pengemis di perempatan jalan, sering kali keinginan untuk menolong hadir dalam benak kita. Hal itu bisa muncul secara tiba-tiba.

Lalu bagaimana halnya gagasan yang muncul sebagai hasil dari perenungan panjang? Sering kali kita melihat sebuah problematika kehidupan. Seperti contoh, melimpahnya limbah plastik dan perilaku buruk masyarakat membuang sampah sembarangan. Hal yang berulang kali kita saksikan. Lalu lambat laun kita akan berpikir, hal ini tidak bisa dibiarkan terjadi terus-menerus dan berlarut-larut.

Kemudian mulailah kita merancang sebuah ide. Kita mulai menganalisis kondisi dan keadaan yang terjadi. Sehingga, sampailah pada sebuah gagasan yang mengharuskan kita untuk memulai aksi. Aksi yang kemudian mampu menjadi problem solver dari problematika limbah dan buruknya perilaku masyarakat tadi. Gagasan baru tentang “Bank Sampah” dan “Aliansi Masyarakat Peduli Sampah” merupakan aksi konkretnya.

Contoh lagi, baru-baru ini, rekan kolektif dan ketua kami di IMM Malang Raya dengan mantap menggagas Sekolah Tinggi Filsafat Muhammadiyah. Dalam kurun waktu kurang dari sebulan, gagasan itu sedikit demi sedikit digaskan menjadi sebuah aksi. Konsep, skema dan strategi untuk melangkah ke sana sudah perlahan ditempuh. Begitulah sejatinya sebuah gagasan. Karena gagasan yang tak kunjung digaskan, akan menguap laksana gas.

Atau bahkan pernah terbesit dalam benak akan problematika hukum dan kebangsaan yang begitu pelik dan genting untuk segera dicari solusinya. Seperti halnya fenomena pro kontra adanya istilah dalam konsep kewarisan Indonesia. Ialah “ahli waris pengganti” yang ketentuannya jelas tertuang dalam pasal 185 Kompilasi Hukum Islam (KHI).

Letak masalahnya sangat jelas, dalam konsep Hukum Kewarisan Islam, tidak pernah dikenal adanya istilah “ahli waris pengganti”. Jadi, bagaimana mungkin konsep Hukum Kewarisan Islam di Indonesia membuat istilah baru bahkan disahkan sebagai undang-undang yang sah di mata hukum padahal istilah tersebut tidak ada? Dari fenomena seperti ini kemudian muncullah kritik yang diikuti oleh gagasan, sampai nantinya akan berbuah suatu aksi intelektual dan akhirnya digaskan sampai menjadi riset hukum Islam.

Kita tidak akan terlalu jauh mengupas terkait “Bank Sampah”, “Sekolah Tinggi Filsafat Muhammadiyah” ataupun “Sistem Kewarisan Islam Indonesia menurut KHI” di sini. Tapi mari kita coba renungkan, sudah berapa banyak gagasan emas yang pernah singgah dalam benak kita tapi akhirnya menguap laksana gas karena tak kunjung digaskan?

Ada beberapa hal yang patut untuk kita perhatikan ketika gagasan itu hadir dalam benak. Baik ketika datangnya secara tiba-tiba, maupun melalui perenungan panjang. Pertama, pastikan gagasan itu mengandung kebermanfaatan untuk orang banyak. Perkara manfaatnya besar atau kecil, itu urusan belakang. Yang perlu dipastikan ialah, apakah ia bermanfaat atau tidak? Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lainnya. Begitulah kata Rasulullah dalam sabdanya.

Kedua, tanamkan niat dan mulailah melangkah. Gagasan sebesar apa pun, impian setinggi apa pun, tidak akan mungkin bisa tercapai tanpa satu langkah kecil sebagai awal. Bukankah perjalanan ribuan mil dimulai dari satu langkah kecil? Bukankah bisnis yang paling baik adalah bisnis yang segera dimulai? Jadi, tunggu apa lagi?

Ketiga, merawat aksi dengan istikamah. Sebuah pepatah Arab mengatakan, “Istikamah itu lebih baik daripada seribu karomah.” Istikamah bukanlah perkara yang mudah, ia harus terus diasah dan dikembangkan. Istikamah adalah hal yang istimewa, mengapa demikian? Karena tidak semua orang mampu untuk tetap istikamah.

Terlalu banyak godaan ketika kita dalam beristikamah. Mager atau malas gerak adalah salah satu godaannya. Kita kerap kali abai, lalai dan lupa akan kewajiban akibat terlalu menuruti rasa malas. Istikamah adalah perkara yang tidak didapatkan secara instan, tapi ia perlu “riyadhah”. Ia perlu pembiasaan dan latihan.

Ada sebuah kisah menarik dari dua sufi kenamaan. Ialah Rabi’ah Al-Adawiah dan Hasan Al-Bashri. Suatu ketika mereka berdua berada di suatu tempat, lalu kemudian Hasan Al-Bashri mengajak untuk salat. “Rabi’ah, salat yuk.” Hasan Al-Bashri sebenarnya ada niatan untuk memamerkan karamah yang dimilikinya.

Dihamparkan sajadahnya di atas sungai, lalu berjalan dan hendak salat di permukaan airnya. Dengan tenang, tanpa rasa takjub sedikit pun, Rabi’ah dengan tangkasnya menghamparkan sajadahnya tinggi mengudara dan melayang lalu berkata, “Kita salat di atas sini saja, biar terlihat oleh penduduk kota.” Hasan Al-Bashri diam seribu bahasa karena takjub dan tercengang melihat karamah yang dimiliki oleh Rabi’ah Al-Adawiah. Tapi kemudian, Rabi’ah Al-adawiah kembali berujar, “Apakah ini yang kamu anggap istimewa? Jika hanya sekadar berjalan di atas permukaan air, ikan pun bisa melakukannya. Jika hanya terbang melayang di udara, burung dan lalat pun mampu melakukannya. Tidak ada yang istimewa kecuali istikamah beribadah dan bermunajat kepada Allah SWT.” Hasan Al-Bashri semakin terpaku dan tidak bisa berkata-kata. Itulah mengapa istikamah itu lebih utama dan lebih istimewa jika dibandingkan dengan seribu karomah sekalipun.

Akhirnya, sekali lagi, gagasan jika tidak sesegera mungkin digaskan, maka akan menguap laksana gas. Penting bagi kita untuk terus-menerus memproduksi gagasan sebagai tanda bahwa kita tetap eksis. “Aku berpikir maka aku ada,” begitu kata Descartes.

Kemudian penting juga untuk menimbang dan memastikan adanya kebermanfaatan yang menjanjikan dari gagasan itu. Tidak kalah pentingnya, mampukah kita merawat gagasan itu kemudian mengejawantahkannya sehingga berbuah aksi nyata? Tentunya, dengan komitmen kuat untuk melangkah dengan istikamah. Kita bisa. Kita harus bisa. Ayo digaskan!

Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.