Gadis yang Bercerita kepada Laut

Lusi Hanasari
Aktif bergabung dengan komunitas menulis COMPETER (Community of Pena Terbang)


Gadis itu berdiri sambil menatap hampa debur ombak yang melambai. Ia mendongak ke langit, lalu berteriak. Menumpahkan segala perasaan yang menghujam dan meremukkan hatinya bertubi-tubi. Untuk siapa ia harus bertahan bila setiap detik ia merasa hidup sendirian dalam keputus asaan.

“Dunia begitu kejam. Mengapa semua ini terjadi padaku, Tuhan?” suara sang gadis bergetar. Bulir-bulir bening dari kelopak matanya mengalir semakin deras. Gadis itu menangis tersedu-sedu.

Seperti biasa, nyanyian ombak setia menemani kesepiannya. Setiap kali bersedih, gadis itu akan berbicara kepada laut. Ia duduk di atas pohon kelapa tua yang roboh dimakan usia. Berbicara apa saja perihal keluh kesah kehidupannya.

Bagi sang gadis, laut adalah tempatnya berbagi segala hal. Laut adalah tempat berteduh dan sandaran terbaik. Laut tidak pernah gagal meredam segala ketakutan dan kekhawatiran yang ia miliki. Laut selalu membawa perasaan lega setiap kali gadis itu menatapnya.

“Hei, Kau! Untuk apa kau menunggu kakekmu balik dari berlayar? Kau bahkan sudah mendengar beritanya beberapa bulan lalu.” Seorang wanita paruh baya membuyarkan lamunan sang gadis.

“Kakek pasti pulang. Laut akan membawanya kembali ke rumah. Aku sudah berbicara kepada laut untuk membawa pulang kakekku.” Gadis itu menjawab dengan nada ketus.

“Dasar gadis tidak waras!” sergah wanita paruh baya itu seraya berlalu meninggalkannya.

Selain sebagai penjual ikan asin, akhir-akhir ini Imah memiliki rutinitas baru. Menunggu kakeknya pulang setiap senja. Sudah 2 bulan kakeknya belum kembali dari berlayar. Di hari terakhir sebelum kakeknya menghilang, Kakek Parman sempat mengajak Imah melakukan ritual kecil yang sudah lama tidak mereka lakukan. Menyaksikan matahari tenggelam bersama, ditemani dua buah es kelapa muda.

Mendengar ajakan tersebut, Imah kembali menjadi bocah kecil yang kegirangan. Ia melompat-lompat sambil memeluk kakeknya erat. Kakek Parman sampai kesulitan bernafas. Namun, Kakek Parman tak pernah memarahi cucu satu-satunya itu, meskipun Imah bukanlah cucu kandung Kakek Parman. Imah, adalah satu-satunya harta paling berharga bagi Kakek Parman.

Kenangan itu yang membuat Imah yakin laut akan membawa kakeknya kembali. Imah menolak percaya perkataan orang sampai ia sendiri melihat jasad kakeknya. Meskipun sebenarnya Imah tau bahwa ia hanya belum bisa menerima jika berita yang didengarnya adalah sebuah kenyataan. Kapal kakeknya telah tenggelam di terjang badai.

***

Ke esokan sorenya, Imah kembali. Senyum sumringah tercetak di wajahnya. Gadis itu berlari menuju laut. Ia memegang sebuah botol kaca berukuran kecil. Terlihat, di dalamnya terdapat sebuah gulungan kertas yang lebih kecil.

” Wahai laut, temanku yang paling baik. Aku ingin mengirim pesan kepada kakek. Tolong sampaikan ini kepadanya.” Imah kemudian melempar botol yang ia pegang. Ia percaya laut akan mengantarkan pesan itu kepada kakeknya.

***

Beberapa minggu berlalu. Imah terlihat semakin kurus dan rambutnya acak-acakan karena tidak terurus. Pesan dalam botol yang dilemparkannya tempo hari belum juga membawa kakeknya kembali. Orang-orang di sekitar yang melihatnya merasa kasihan. Beberapa kali para tetangga membujuknya ikut pulang ke rumah dan merawatnya. Namun Imah menolak dan memilih tetap setia berada di pinggir pantai menunggu kakeknya pulang.

Sampai penduduk pesisir pantai tersebut menjulukinya gadis penunggu laut. Pendiriannya sangat kokoh seperti karang-karang yang kuat meski terhempas oleh gelombang. Gadis itu percaya dengan tekad dan ketulusan, laut akan membawa kakeknya kembali.

Imah tiba-tiba menangis kencang. Segerombolan anak-anak kecil datang mengganggunya. Ia hanya mampu menutup telinga dan berlari naik ke perbukitan karang.

Gendis, salah satu anak kecil dari gerombolan tersebut mengejarnya. Ia terus mengejek Imah. Imah sudah tidak tahan lagi. Ia mendorong gadis itu agar menjauh darinya. Namun, malang tak dapat dihindari. Gendis terjatuh dan tubuhnya terbentur karang.

Gendis berteriak kesakitan. Darah bercucuran di tangan dan kakinya. Melihat ada korban jatuh di tangan Imah, akhirnya warga memutuskan untuk mengamankan Imah.

Imah memberontak saat salah satu warga menyeretnya. Ia di tempatkan di sebuah ruangan gelap berukuran sedang. Tempat itu tampak asing baginya. Hanya ada tumpukan jerami dan sedikit celah kecil untuk membiarkan cahaya masuk. Kedua tangan dan kakinya dipasung. Tak lama, para warga meninggalkannya sendirian disana.

***

“Aaaaaaa.” Imah terbangun. Jantungnya berdebar kencang. Dari kejauhan terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa mendekat.

“Ada apa, Imah?” Kakek Parman seketika merasa khawatir melihat muka Imah sangat pucat.

“Kakek baik-baik saja kan?” Imah mengusap wajahnya dan segera memeluk kakek Parman. “Untunglah semua hanya mimpi.”

Kakek Parman tersenyum sambil mengusap rambut Imah, “Makanya, Nduk, kamu jangan tidur sore-sore seperti ini. Ndak baik.”

Gadis itu bersandar pada bahu kakek lalu menutup kedua matanya. Membiarkan telinganya menikmati nyanyian debur ombak. Ia membuang mimpi buruknya ke laut bersama nyanyian tersebut,, kemudian mengajak laut berbicara dengan pikirannya. Meminta tolong, agar kelak, laut tidak pernah mengambil kakeknya saat pergi mengais rezeki.

“Imah menyayangi kakek”

“Kakek lebih menyayangi Imah”

Matahari mulai terbenam. Kakek mengajak Imah untuk mendekati bibir pantai. Mereka akan melakukan ritual lama, menikmati senja bersama. Senja yang begitu indah dengan warna langit kuning kemerahan. Segala yang mengapung di permukaan air juga tampak kuning berkilauan. Seolah segelas besar madu ditumpahkan ke laut dan langit.


Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.

Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.

What's your reaction?
0Suka1Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment