Dian Kurniasih
Penulis Pucukmera.id
PUCUKMERA.ID – Produk barang dan jasa yang terdapat di pasaran terdiri dari berbagai merek, harga, dan kualitas berbeda-beda. Jika calon konsumen kurang memahami produk-produk tersebut, maka akan mengakibatkan kebingungan untuk menentukan produk mana yang dapat memenuhi kebutuhan. Ditambah lagi, produsen juga menerapkan berbagai macam strategi penjualan untuk menarik minat calon konsumen, termasuk dengan konsep pemasaran digital (digital marketing).
Metode ini kerap memapar calon konsumen melalui smartphone dengan permainan algoritmanya. Maka, agar dapat dikategorikan sebagai konsumen cerdas (smart consumer), perlu kiranya membedakan antara kebutuhan dan keinginan dalam membeli agar tidak menimbulkan kerugian yang berlebihan. Sebab, tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas konsumsi sudah mendarah daging dalam kehidupan sehari-hari manusia.
Aktivitas ini ternyata menimbulkan permasalahan baru, khususnya terletak pada budi daya yang tidak memerhatikan konsep kelestarian lingkungan yang dilakukan oleh produsen. Terkait hal ini, tahun 2016 lalu World Wild Fund Indonesia (WWF Indonesia) merilis bahwa kelestarian sejumlah ekosistem bumi mengalami ancaman serius akibat aktivitas konsumsi manusia yang terus meningkat terhadap sumberdaya alam.
Sebenarnya permasalahan lingkungan ini telah menarik perhatian dunia internasional sejak puluhan tahun lalu. Sebab, perhatian terhadap isu lingkungan membuat pola pikir manusia bergeser pada arah untuk menjaga alam agar tetap lestari. Terbukti dengan diadakannya konferensi PBB dalam KTT Bumi tentang lingkungan di Rio de Janeiro, Brazil, tahun 1992.
Wujud kepedulian ini kemudian dibuktikan dengan adanya tuntutan bagi pelalu bisnis untuk memikul tanggungjawab lingkungan (environmental responsibility). Salah satu bentuk tanggungjawab tersebut yaitu dengan mencantumkan logo ramah lingkungan (ecolabel) pada kemasan produk. Di Indonesia, hal ini terejawantah lewat Permen Lingkungan Hidup No 2/2014 tentang pencantuman logo ramah lingkungan (ecolabel) pada produk-produk yang telah memenuhi standar kelestarian sumber daya alam berkelanjutan.
Ecolabel dan Green Product
Ecolabel ini diharapkan dapat memudahkan konsumen untuk membedakan produk yang telah memenuhi kaidah green product dengan yang tidak green product. Beberapa negara Asia seperti China, Singapura, Malaysia, Jepang, Korea telah lebih dulu tanggap untuk mengatasi permasalahan lingkungan ini.
Nguyen dan Du (2010) dengan penelitiannya yang berjudul Effectiveness of Eco-Label? A Study of Swedish University Students’ Choice on Ecological Food memaparkan bahwa keputusan pembelian konsumen terhadap green product dipengaruhi oleh beberapa kondisi. Kondisi-kondisi tersebut di antaranya; pertama, keputusan pembelian bergantung pada motivasi lingkungan pada diri konsumen.
Jika tingkat kepercayaan konsumen terhadap green product dapat memberikan pengaruh terhadap lingkungan rendah, maka konsumen cenderung mengabaikan ecolabel. Kedua, konsumen perlu memiliki pengetahuan yang cukup terhadap ecolabel. Konsumen yang tahu bentuk ecolabel serta memahami manfaat yang diberikan akan tertarik untuk membeli produk tersebut. Ketiga, produk ecolabel tersedia di tempat konsumen berbelanja.
Forest Stewardship Council (FSC) merupakan salah satu contoh ecolabel yang dapat dijumpai oleh konsumen pada kemasan tisu Tessa dan kemasan susu Ultra sebagai produk kayu hasil hutan. Setiap perusahaan yang telah mencantumkan logo FSC pada kemasan produknya berarti telah memenuhi kaidah green product.
Hal ini penting untuk diketahui karena penebangan hutan secara liar akan mengakibatkan hilangnya habitat satwa serta memicu terjadinya konflik antara satwa dengan manusia. Selain FSC, ada juga RSPO (Roundtable on Suntainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) untuk produk olahan hasil sawit, serta MSC (Marine Stewardship Council) dan ACS (The Aquaculture Stewardship Council) pada produk seafood.
Meskipun begitu, proses itu tidak boleh hanya berhenti pada pencantuman ecolabel saja. Mengingat bahwa konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jujur, dan jelas mengenai kondisi jaminan produk yang dibeli. Terlebih atas informasi yang didapatkan, konsumen juga memiliki kewajiban untuk mengikuti upaya penyelesaian hukum apabila produk mengalami suatu permasalahan.
Edukasi dan Smartphone
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa pemahaman konsumen terhadap green product masih sangat minim, bahkan konsumen tidak tahu apakah produk yang dibeli merupakan green product atau tidak. Oleh sebab itu, perlu adanya edukasi secara lebih mendalam dari produsen maupun pemerintah kepada calon konsumen mengenai hal-hal yang berkaitan dengan label tersebut.
Edukasi ini diharapkan mampu memberikan pengaruh terhadap keputusan pembelian oleh konsumen untuk tidak hanya memertimbangkan faktor rasa, harga, atau kemasanan produk, melainkan juga isu-isu lingkungan yang akan memberikan dampak besar bagi kelangsungan hidup generasi masa depan.
Namun, tampaknya upaya tersebut belum dapat berjalan dengan baik. Bahkan, ecolabel masih sulit untuk ditemukan pada kemasan produk di tempat konsumen berbelanja. Pahahal diprediksi angka kepadatan penduduk dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, bahkan pada tahun 2050 diperkirakan jumlah populasi penduduk dunia mencapai 9,3 milyar (Sartiani, 2015).
Artinya, angka kenaikan jumlah penduduk akan berbanding lurus dengan kenaikan konsumsi manusia. Jika produsen dan konsumen tidak segera berbenah, maka akan berdampak terhadap terancamnya kelestarian alam berkelanjutan. Barangkali agar upaya edukasi dapat berjalan dengan baik, perlu adanya pembenahan aturan dalam green marketing bagi perusahaan yang ditetapkan oleh pemerintah, misalnya memaksimalkan teknologi informasi yang dikembangkan melalui smartphone.
Dengan teknologi ini, konsumen cukup melakukan scan kemasan produk untuk mendapatkan edukasi dan informasi secara lebih lengkap mengenai green product. Sehingga informasi yang berkaitan dengan ecolabel tidak hanya melalui kemasan, tapi juga dapat diakses dengan mudah oleh konsumen melalui smartphone ketika berbelanja. Harapannya tentu agar konsumen dapat mengambil peran untuk menentukan nasib alam.
Jadi, konsumen tidak perlu lagi bertanya-tanya apalagi ragu untuk berperan menjaga alam. Sebab, dengan menjadi smart consumer ternyata dapat memberikan pengaruh yang signifikan bagi kelestarian. Siapa yang tahu, kan?
Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.
Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.
1 Comment
binance doporucení
Thank you for your sharing. I am worried that I lack creative ideas. It is your article that makes me full of hope. Thank you. But, I have a question, can you help me?