Bunda, Azeera Mudik!



Oleh: Dian Kurniasih
@diantwins


Purnama selalu tiba menemani malam, seakan membisik agar siapa pun mengucap syukur atas keagungan-Nya. Tak mau ketinggalan, purnama juga lihai memanggil kenangan manis masa lalu, memberi harapan sekaligus doa.

Malam itu, di sebuah kafe, Azeera masih sibuk dengan deretan toples beragam jenis kopi. Sementara beberapa orang lainnya mulai berkemas. Pulang ke kos. Azeera memang begitu, memilih santai meski diburu waktu. Eh, bukan santai, tapi detail menyelesaikan tanggung jawab pekerjaan.

Selain detail, Azeera juga termasuk orang yang beruntung. Dia punya dua lekukan yang menambah pesona saat tersenyum atau bicara. Tak banyak orang punya pesona begitu, setahu dia. Bahkan, ada banyak orang rela merogoh kocek dalam-dalam hanya untuk operasi plastik.

Setelah yakin semua pekerjaan selesai, Azeera mulai berkemas dan menutup kafe.

Dia melangkah, menyusuri jalanan pulang.

Kaki berhenti melangkah, sementara tangan sibuk merogoh tas mencari sesuatu.

“Cekrik… cekrik.” Bunyi kamera pocket yang ia beli beberapa bulan lalu, malam ini Ia gunakan untuk mengabadikan kisahnya bersama purnama.   

Seakan sudah diatur otomatis, mata Azeera selalu menatap langit selepas pulang kerja. Kebiasaan itulah yang selalu menyadarkannya tentang kehadiran purnama. Entahlah, Azeera tak tahu pasti sejak kapan jadi pemuja purnama.

Tanpa disadari, Azeera sudah sampai di depan gerbang kos.

‘‘Assalamuaikum.’’ Ucapnya memberi salam kepada Mang Asep, laki-laki 40 tahun, bertugas mengelola kosan tempat Azeera tinggal. Saat Azeera datang, Mang Asep masih asik nonton pertandingan Sudirman Cup di beranda depan.

‘‘Walaikumsalam, baru pulang, Neng?” Logat sunda kental Mang Asep masih melekat kuat meski bertahun-tahun bekerja di Jogja. 

‘‘Iya, mari Mang,” balas Azeera singkat.

Kalau jawabannya sudah seperti itu, pertanda Azeera harus segera ketemu kasur. Jangan diganggu! Maklumlah, Azeera bukan batu karang yang tetap berada di tempat walau badai terus menerjang. Lima belas jam berkegiatan di luar rumah dan terbagi di dua tempat, kampus dan kafe, sudah pasti lelah besar. Dia melakoni kerja part-time sedari mahasiswa, setahun lalu.

******

Jogja, 13:30 wib.

‘‘Bunda, kakak sudah di bandara. Siang ini kakak berangkat.” Sebuah pesan whatsapp mendarat ke ponsel Bunda.

Siang itu, di bandara, ramai sekali. Rupanya banyak perantau yang mudik. Azeera, sambil mendorong trolley menuju barisan check-in, merasa hatinya menari tanpa henti. Membayangkan hutang rindu masakan bunda segera lunas.

“Maaf, maskapai yang anda pesan sejak dua minggu lalu telah pailit. Untuk maskapai D transit, penerbangan Jogja-Jakarta dialihkan ke maskapai A. Tapi, maaf, kami kurang tahu maskapai apa lagi yang akan mengantarkan Anda ke lokasi tujuan. Mengapa tidak mengurus refund saja kemarin?‘‘ tanya petugas check-in siang itu.

“Yang benar saja, Buk. Kemarin saya lihat di tivi, nggak ngurus refund tetap bisa terbang pakai maskapai A.“kepanikan tampak jelas di wajah Azeera. Cemas jika harus merogoh kantong hasil kerja keras di kafe demi tiket ke kampung halaman.

‘‘Iya, memang benar seperti itu, tapi maskapai A hanya menanggung perjalanan sampai Jakarta. Untuk penerbangan selanjutnya, kami belum bisa memastikan. Nanti setibanya di Jakarta, coba datang ke maskapai D, sesuai yang Anda pesan sebelumnya. Semoga dapat jawaban di sana. Oh iya, nanti semua barang yang ada di bagasi dimohon untuk diambil dan silahkan melakukan proses check-in seperti semula.“ tambahnya memberikan informasi.

Jakarta, 16:30 wib

“Permisi, pak. Saya penumpang maskapai D yang dua pekan lalu bangkrut. Tadi saya diminta datang ke loket maskapai ini. Ternyata loket tutup. Tujuan akhir saya ke Banjarmasin, bagaimana?” kalimat itu selalu keluar dari mulut Azeera.

Akhirnya, dua petugas maskapai E saling pandang setelah mendengar keluhan Azeera.

“Maaf. Kami tidak bertanggung jawab atas kepailitan maskapai D. Coba ke loket maskapai C.”

“Pak, baru saja saya dari loket maskapai C setelah sebelumnya ke loket maskapai D dan B, kok sekarang bapak memindahkan saya ke maskapai C lagi. Sebenarnya ini bagaimana? Kok nggak jelas begini. Semua loket tadi juga bilang gitu, kecuali D karena loketnya tutup. Saya sudah lari-lari lho pak, Saya pikir ada titik terang di sini, ternyata sama saja.” Pupus sudah harapan Azeera. Energinya terkuras habis setelah berlari ke sana kemari. Matanya berkunang-kunang, tangannya gemetaran, dan kedua kakinya letih. Saat itulah tiba-tiba semuanya jadi gelap.

******

Jogja, 03:30 wib

Whuuuusss!suara pesawat tempur TNI AU melintas tepat di atas atap.

Azeera membuka mata, nafasnya kelelahan. Dahi dan bajunya basah karena keringat. Ah, selamat,” guman Azeera. Suara pesawat tempur itu membangunkan Azeera dari mimpi buruk perjalanannya dua hari lagi. []

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment