21 Oktober 2023 yang lalu adalah malam minggu yang tidak biasa. Sebagai seorang yang jomblo dan mageran, malam minggu biasa saya habiskan dengan berselimut sarung di atas kasur. Sembari menonton anime, menonton video Youtube atau sekedar scroll timeline media sosial. Tapi pada malam itu berbeda. Dengan kemeja hitam, celana hitam dan sepatu, akhirnya saya keluar untuk merayakan malam minggu dengan penampilan yang rapi. Malam itu, saya memiliki rencana untuk menonton sebuah stand up show dari seorang komika nasional, Abdur Arsyad.
Abdur Arsyad ini adalah seorang komika yang memperkenalkan saya dengan seni stand up comedy. Hingga akhirnya saya menyukai seni ini dan kesukaan saya menjalar ke kedua temannya di Suci 4, Dzawin dan David Nurbianto. Kala itu, saya sedang bermain di warnet dan iseng membuka beberapa folder di komputer warnet. Saya menemukan file-file video yang mempertontonkan penampilan para komika di sebuah acara bertajuk Suci 4. Tiga orang komika yang sudah saya sebut sebelumnya, adalah komika pertama yang saya tonton. Saya merasa begitu tertarik selama menontonnya. Singkat cerita, akhirnya saya mengikuti Suci 4, dan tentu jagoan saya kala itu adalah Abdur Arsyad.
Selain karena materinya yang luar biasa, perasaan sebagai sesama anak timur juga melekat dalam diri saya. Meskipun saya juga menyukai materi-materi Dzawin tentang anak pesantren yang terasa dekat dengan kehidupan saya kala itu di pesantren. Selain ketiga nama tersebut, saya juga sering mendengar nama Arie Kriting di tongkrongan, terutama materinya tentang sleding babi. Namun saat itu saya belum tertarik mencari lebih lanjut di internet.
Malam minggu kala itu saya akhirnya bisa menonton Abdur Arsyad langsung tanpa penghalang seperti layar televisi. Abdur Arsyad menjadi top of mind di kepala saya ketika berbicara soal komika, apalagi saat berbicara perihal komika cerdas. Walaupun setelah mengikuti lebih dalam soal stand up comedy pasca menonton Suci 4, saya menganggap semua komika itu cerdas, namun memiliki keunikan pikirannya masing-masing. Opini saya ini lahir dari fakta bahwa para komika memiliki keahlian membuat materi yang akan mereka bawakan di panggung. Tentu saja itu tidak mudah. Para komika harus menangkap sebuah fenomena, lalu membuatnya menjadi sebuah materi dengan premis, set up, punchline yang pas.
Mungkin beberapa orang menganggap bahwa stand up comedy sama halnya dengan melucu di tongkrongan. Namun dari banyak podcast dan wawancara komika yang saya tonton, mereka lahir menjadi stand up comedian dengan ide awal di kepala mereka bahwa mereka merasa lucu di tongkrongan, tapi mengalami kegagalan melucu saat mencoba open mic. Kondisi itu menggambarkan bahwa stand up comedy tidak semudah yang dibayangkan. Oleh karena itu, bagi saya semua komika itu cerdas, hanya saja mereka memiliki cara berfikir dan ciri khas masing-masing dalam menyampaikan leluconnya.
Nama show milik Abdur Arsyad kali ini bertajuk Black Camping. Sebuah stand up show yang membahas soal politik. Dari menonton pertunjukan itu, saya melihat bagaimana kualitas beliau dalam membungkus fenomena menjadi materi lelucon yang pantas ditertawakan. Dari membahas soal perbijian sampai membahas soal rumus ampuh untuk “memfitnah” seseorang. Sebagai fans, saya berharap bisa tertawa lepas dan puas setelah menonton pertunjukan beliau. Tentu harapan itu terbalaskan, bahkan melebihi harapan saya.
Pertunjukan semakin menarik karena opener yang mengisi pun luar biasa hingga penonton tidak berhenti tertawa. Dua opener local dan satu opener dari nasional, Dwik. Dwik ini salah satu jagoan saya di Suci 10. Saya baru mendukung beliau di tengah-tengah season, karena pada awal season saya rasa lucunya terlalu tipis. Mulanya saya tahu kalau Dwik yang akan menjadi opener. Saya agak ragu—bukan karena takut tidak lucu, tapi takut materinya kurang related dengan kehidupan masyarakat Makassar. Tapi menonton beliau menjadi opener di Black Camping Makassar, saya sangat senang. Lucunya terasa sangat padat. Beliau sangat berkembang dari ketika di kompetisi Suci 10 kemarin.
Ketika Dwik selesai stand up, saya sempet berpikir sejenak, “apa memang benar ya kalau mau menonton stand up dan bisa tertawa puas itu sebaiknya yang offair atau ditonton secara langsung? Karena kalau masuk media entah itu tv ataupun media lainnya, selalu ada batasan-batasan yang kadang membuat lucunya kurang sampai ke penonton”. Meskipun sebenarnya wajar saja. TV ataupun media lain punya jangkauan penonton yang lebih luas, sedangkan kalau pertunjukan seperti ini penontonnya khusus, dan mereka pun harus membayar.
Openernya luar biasa. Kalau diibaratkan seperti makanan pembuka, opener ini membuat para penonton makin bersemangat untuk menonton show inti. Yah, meskipun saya belum pernah makan di restoran yang ada makanan pembukanya. Paling mentok, warung makan yang minumannya datang dulu dan habis duluan sebelum makanannya datang. Tapi kalau boleh diibaratkan, seperti yang saya bilang sebelumnya, opener ini seperti makanan pembuka yang membuat para penonton semakin menggebu untuk memakan makanan utamanya, yaitu stand up show sang komika favorit, Abdur Arsyad.
Saya sangat excited menulis ini. Akhirnya saya bisa bertemu dengan beliau, setelah saya hanya menonton semua karya-karya beliau dari layar. Bahkan saya sampai menonton stand up show lama beliau ketika di kampus S1-nya dulu dan membeli semua digital downloadnya. Mungkin agak berlebihan, tapi menurut saya semua materi beliau benar-benar lucu, bahkan untuk materi yang menyenggol Bang David Nurbianto. Beberapa penonton terlihat tidak tertawa, mungkin karena tidak tau arahnya, tapi bagi saya tetap lucu. Mungkin juga karena saya mengikuti cerita soal David Nurbianto ini.
Dan seperti biasanya beliau, Abdur Arsyad, materinya selalu disisipi dengan kritik sosial, kebijaksanaan hidup, nilai-nilai keagamaan, ajakan dan motivasi hidup lebih baik, dan tentu saja kritik politik. Bukan stand up comedy show politik namanya jika tidak ada kritik politik. Saya tidak tau apakah ada yang tersindir dengan materi beliau. Seharusnya tidak, karena mereka sudah membayar dan datang dengan sadar bahwa show ini memang dibuat untuk sama-sama menertawakan kelucuan dunia politik Indonesia.
Saya jadi teringat salah satu materi Ngaji Filsafat, yang kala itu membahas intuisionisme Henri Bergson, dalam salah satu pembahasannya. Pak Faiz membahas soal manusia dan tertawa. Henri Bergson mengatakan bahwa manusia pada dasarnya lucu, dan manusia adalah satu-satunya hewan yang dapat tertawa. Bahkan, tidak hanya tertawa tapi manusia adalah hewan yang dapat menjadi bahan tertawaan. Satu lagi teori Bergson bahwa tertawa bukan emosi tapi intelektual, artinya tertawa itu datang dari pikiran bukan dari hati. Maka dari itu butuh yang namanya insensibilitas (gak baper).
Kalau baper, jatuhnya bukan tertawa tapi malah marah-marah. Mending dicari saja lucunya pakai akal. Kalau kata Henri Bergson, “a momentary anesthesia of the heart”. Tapi memang benar seperti itu, karena kalau bercanda tapi pikirannya minim digunakan dan lebih banyak pakai emosi, akan banyak komika yang masuk penjara.
Sebagai penutup, saya memberi 100/10 untuk pertunjukan stand up comedy Abdur Arsyad, bertajuk Black Camping di Makassar. Pertunjukan yang sangat luar biasa, menyenangkan dan membahagiakan. Salah satu kata-kata yang terngiang-ngiang di kepala saya adalah, “Menikahlah!”. Oke! Semoga di stand up show Abdur Arsyad selanjutnya, saya sudah datang dengan pasangan saya yang sah. Amiin dong!!!
Pucukmera.id – Sebagai media anak-anak muda belajar, berkreasi, dan membangun budaya literasi yang lebih kredibel, tentu Pucukmera tidak bisa bekerja sendirian. Kami membutuhkan dukungan dan kolaborasi dari semua pihak. Untuk itu, kami merasa perlu mengundang tuan dan puan serta sahabat sekalian dalam rangka men-support wadah anak muda ini.
Tuan dan puan serta sahabat sekalian dapat men-support kami melalui donasi yang bisa disalurkan ke rekening BNI 577319622 a.n Chusnus Tsuroyya. Untuk konfirmasi hubungi 085736060995 atau email sales@pucukmera.id.
1 Comment
Vito
You really make it seem so easy together with your presentation but I to find this matter to be actually something which
I feel I might never understand. It kind of feels too complex and extremely wide
for me. I’m having a look forward to your subsequent publish,
I’ll attempt to get the hold of it!