PUCUKMERA – Seperti hari hari biasa yang kerap terjadi. Hari ini pun sama dengan hari hari sebelumya. Tapi dihari ini saya akan bertanya, pernahkah anda mendengar kalimat “hanya pintar saja percuma kalo tidak bisa bersosialisi dengan masyarakat” ya mungkin kata itu sering anda dengar anda resapi lalu anda setujui.

Ya, secarik kalimat itulah yang selalu digaungkan oleh para toa toa pengisi suara masyarakat, setiap waktu dan kepada setiap orang, dan orang orang pun langsung meng”iya” kan kalimat tersebut sesuai dawuh dari pengisi toa masyarakat.
Bersosial dijadikan sebagai salah satu kewajiban yang musti dilakukan selama manusia hidup. Diperkuat dengan pernyataan “manusia tidak bisa hidup sendiri, pasti membutuhkan bantuan orang lain”. Ya memang kalimat tersebut benar adanya, Tapi apakah hanya sebatas itu? Sebatas srawung dengan masyarakat? Sudah itu saja? Tidak ada yang lain? Apakah dengan srawung dengan masyarakat hidup pun menjadi lengkap? Apakah yang menciptakan dunia ini tidak perlu disrawungi juga? Padahal dia yang telah mengadakan semuanya, dan tetap tidak perlu disrawungi juga?
Wah wah… sungguh tega sekali kita jika jarang sowan kerumah yang maha pencipta. Jangan jangan lupa juga kalau tuhanlah yang telah memberi kita kenikmatan agar bisa srawung dengan sesama.
Lima kali dalam sehari tuhan mengajak kita untuk sowan ke rumahnya, bahkan setiap waktupun bisa, tuhan selalu open house. Nyerawung dengannya, bercerita tentang lika liku kehidupan, bercerita tentang keluh kesah yang dirasakan, memohon harap untuk suatu yang diinginkan. Bayangkan saja tuhan sang maha pencipta ingin bertemu dengan kita, dia dengan baik hati mengajak kita untuk menceritakan kesedihan dan kendala yang kita rasakan kepadanya. Lima hari sekali pula, nikmat sekali bukan yang seperti itu?
Tapi terkadang kita lupa akan kenikmatan itu, terbuai dengan mesra oleh nikmat cerita dunia yang padahal hanya kepada sesama. kita lebih memilih nikmatnya nyrawung dengan sesama, main sana sini Enjoy dengan segala pekerjaan dunia, Iya kalo berososial nya baik baik, coba saja kalo malah srawung bahas yang tidak tidak, bisa bahaya itu. Malah pada akhirnya menyesal kenapa semasa hidup tidak bisa mendapat bahagianya srawung dengan sang pencipta. Ketika sudah ke alam selanjutnya memohon mohon untuk kembali kedunia agar bisa srawung dengan tuhannya. Padahal tak mungkin juga balik
Yah memang benar adanya kita butuh untuk bersosialisasi kepada sesama, agama pun menyarankannya dengan sangat, malah malah bisa masuk neraka kalau tidak srawung dan peduli dengan sesama.Tapi kembali lagi pada pernyataan di atas bahwa jangan lupa untuk srawung dengan tuhan. Tapi jangan juga melulu srawung dengan tuhan sampe lupa sekitar. Karena srawung dengan tuhan juga tidak melulu di rumahnya bukan? Ya memang tidak selalu dirumahnya, karena bersosial dengan sesama juga salah satu nikmat yang tuhan berikan, tapi ya saat seruan pangilan dari tuhan untuk datang kerumahnya, ya datangilah, sehabis srawung dengan tuhan kan bisa dilanjutkan srawung dengan tetangga dan teman teman.
Jadi mungkin kalimat diatas harus ditambahi menjadi begini “ percuma pintar, kalo tidak bisa bersosialisasi dengan masyarakat, percuma juga bersosialiasi dengan masyarakat kalo lupa bersosialiasi dengan tuhannya”.
Maka dari itu, haruslah proporsional mengatur kapan bersosialisasi dengan diri sendiri, bersosialisasi dengan masyarkat, dan bersosialisai dengan tuhan. Ingatlah nahwa sesuatu yang berlebihan itu tidak baik.

Oleh : Rizqi Nurrahman Wahid
Illustrator : Mufardisah