Berapakah Seharusnya Gaji Guru?

Akhir- akhir ini kita dikejutkan dengan ‘janji’ salah satu tim sukses calon Presiden menyoal tentang dinaikkannya gaji guru hingga 20 juta.

Mendengar janji ini, guru mana yang tak terbelalak matanya, pasalnya tiap bulannya ia tak pernah memegang uang sebanyak itu. Jangankan di angka ‘juta’, kebanyakan guru honorer di daerah masih menikmati indahnya gaji ‘ratusan ribu’ saja. namun, jika dipikir kembali, ‘janji’ tersebut sepertinya sangat mustahil untuk dilaksanakan. Beberapa netizen mulai bertuah perihal topik ini.‘Hutang negara ajah belum mampu bayar, mau naikkan gaji guru’;‘sebentar lagi semua orang akan berprofesi sebagai guru, bye bye buruh, wirausaha, dll’; dan masih banyak lagi. Lantas, seharusnya, berapakah gaji guru itu?

Guru merupakan suatu pekerjaan.. aah, bukan! Lebih tepatnya Panggilan Jiwa. Sebab jika itu pekerjaan, atau profesi maka orientasinya kepada upah yang seharusnya sesuai dengan apa yang dia kerjakan atau setidaknya sama dengan upah minimum. Karna perbedaan inilah guru menjadi sosok yang kata pepatah sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Panggil saja Budi (nama disamarkan) seorang guru honorer di sebuah sekolah negeri di daerah. Pagi pagi sekali Budi bangun dan bergegas untuk berangkat ke sekolah, ia ingin menjadi teladan bagi siswa-siswinya oleh karena itu ia harus datang lebih awal sebelum siswa-siswinya datang. Pukul 06.30 dia sudah bersiap di depan gerbang sekolah, menyambut siswa-siswinya tentu saja dengan senyum yang ramah dan salam. Sesekali ia menyapa mereka dengan guyonannya yang khas agar suasana menjadi hangat. Setelah itu, Budi mengajar Bahasa Indonesia, ke kelas kelas sesuai dengan jadwalnya. Karna dia guru honorer, maka jam mengajarnya hanya 10 jam perminggu. Berbeda dengan PNS yang sudah sertifikasi dimana dia memiliki jam pelajaran minimal 24 jam perminggu. Budi juga harus rela mengganti jam pelajaran PNS tersebut karna terkadang masih ada saja diantara mereka yang mengajar di institusi lain kemudian meninggalkan jamnya di sekolah tersebut. Belum lagi Budi harus sebisa mungkin menangani siswa-siswinya yang beragam dengan bijak. Mulai dari yang sangat pintar, slow-learner, tidak bisa diatur, hingga yang suka berlari-larian keliling sekolah. Di sela sela waktunya Budi harus mengoreksi hasil ujian atau penilaian harian siswa-siswinya, atau mengerjakan administrasi sekolah yang menjadi kewajibannya. Sepulang sekolah Budi harus menunggu siswa-siswinya pulang semua untuk memastikan bahwa mereka pulang dengan aman, sepulang dari sekolah malamnya dia harus menyiapkan pembelajaran untuk besok, menyiapkan RPP, Penilaian, media pembelajaran dan lain sebagainya. Namun, di akhir bulan Budi harus ikhlas sebab gajinya hanya Rp. 250.000 saja.

Kalau kita sebagai non-guru atau yang sudah biasa dengan gaji besar maka akan enggan untuk beralih profesi menjadi guru. Yang pertama kali dipikiran kita adalah gaji yang tidak sepadan dengan kerja keras yang dilakukan.  Apalagi guru harus bertanggungjawab atas anak-anak orang yang dititipkan di sekolahnya. Namun, pertanyaannya mengapa menjadi guru masih menjadi cita-cita idaman anak-anak? Mengapa menjadi guru masih menjadi pilihan bagi para sarjana muda yang memulai karirnya? Mengapa masih ada saja guru yang mungkin usianya sudah lewat usia pensiun tapi tetap ingin mengajar meskipun hanya diberi jam yang sedikit saja?

Bisa jadi karna ‘gaji’ mereka sudah lebih dari yang dilihat orang lain. Bagi sebagian guru, ‘gaji’ yang sesungguhnya tidak bisa mereka nilai dengan banyaknya nominal rupiah yang mereka terima. Para guru yang memiliki dedikasi dan pengabdian lebih pasti sadar betul bahwa hal ini tak mencukupi kebutuhan hidupnya, namun karna merasa ‘puas’ dengan beberapa aspek dalam profesinya tersebut, seorang guru telah mendapatkan ‘gaji’ yang berlimpah ruah.

Kita bisa menilainya dari bagaimana guru itu mempersiapkan karirnya sebagai seorang guru, menyadari bahwa menjadi guru adalah panggilan jiwa dan sebuah pengabdian untuk mencerdaskan anak bangsa, ia akan dengan ikhlas mendidik dan menjalankan karirnya dengan baik.

Selanjutnya adalah bagaimana budaya dalam instansi itu berlangsung, budaya antar siswa dengan gurunya, antar guru dengan wali siswanya, antar guru dengan guru atau antar guru dengan karyawan. Jika semua berjalan dengan baik maka akan menciptakan kepuasan tersendiri bagi seorang guru dalam menjalankan abdinya tersebut. Kemudian work life balance, bagaimana seorang guru itu mampu menyeimbangkan antara pekerjaan dengan kehidupan sehari-harinya. Dan yang terakhir adalah bagaimana manajemen dari instansi tersebut mengayomi para gurunya. Bonusnya adalah senyum bahagia siswa-siswi dan cinta yang begitu banyak. Hubungan antara guru dan siswa inilah yang terkadang membuat seorang guru betah mengajar walaupun dengan gaji yang tidak seberapa.

Jadi, seberapa besar gaji yang seharusnya diterima oleh guru? Seharmonis hubungan Guru-Siswa-Walimurid-Karyawan, seseimbang kehidupan kerja dan sehari-harinya, seapik manajemen instansinya. ‘Gaji’ guru itu sudah berlimpah ruah, tapi akan lebih sejahtera apabila nominalnya ditambah.. hehehe

Selamat Hari Guru Nasional   [Mufardisah]

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment