Bentrok Aktivis AMP vs Warga di Malang : Kedepankan Opsi Damai !

PUCUKMERA – Tepat pada 1 Juli 2018 malam kemarin, Malang khususnya kawasan Dinoyo sempat mencekam karena adanya bentrokan antara mahasiswa asal Papua dengan warga sekitar. Kabarnya, mahasiswa Papua yang sedang berdiskusi di asrama dibubarkan paksa oleh aparat karena disinyalir mengatasnamakan Organisasi Papua Merdeka (OPM).  Diskusi yang dilakukan di kontrakan IPMAPAPARA  Malang dibubarkan dan sempat terjadi baku hantam antar Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota (AMP-KK) Malang dengan aparat. Melalui akun Facebook ‘Aliansi Mahasiswa Papua”, mereka menyatakan bahwa sempat terjadi pemukulan dan peludahan yang dilakukan TNI dan POLRI. Setelahnya, dengan massa sekitar 35 orang, AMP melakukan aksi longmarch dari Dinoyo menuju Mapolresta Malang untuk menyampaikan tuntutan terhadap apa yang mereka alami malam itu.

Tak cukup hanya di Malang, pembubaran diskusi yang di gelar di dalam asrama juga terjadi di Surabaya. Penyelenggara diskusi masih dari satu payung organisasi yang sama, yakni mahasiswa yang tergabung dalam AMP-KK Surabaya. Di Bandung, mahasiswa Papua turut menggemakan aksi di depan Gedung Merdeka Alun-alun Bandung.  Aksi ini di lakukan oleh Aliansi Mahasiswa Papua dan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (AMP-FR-WP) Bandung. Diskusi juga terpantau dilakukan oleh AMP-KK Jakarta , AMP-KK Yogyakarta , AMP-KK Bali, dan masih banyak lagi kota kota lain yang mengadakan diskusi dengan tema yang sama.

Ada apa dengan 1 Juli? Mengapa kawan kawan Mahasiswa Papua secara bersamaan di beberapa kota menyelenggarakan diskusi?

1 Juli menjadi hari penting bagi sejarah Indonesia. HUT Bhayangkara bertepatan pada tanggal ini. Khusus untuk masyarakat Papua, terdapat peristiwa penting yang dilaksanakan di Desa Waris, Hollandia Victoria pada tahun 1971. Kala itu, Proklamasi atas Kemerdekaan West Papua digaungkan.

Namun, sejarah prokamasi West Papua juga pernah dilakukan pada 1 Desember 1961. Saat itu, masyarakat memproklamasikan Kemerdekan West Papua untuk yang pertama kalinya. Setelahnya, pada tanggal 15 Agustus 1962, Indonesia mencapai kesepakatan dengan Pemerintah Belanda untuk menjadikan Papua sebagai bagian dari Indonesia yang dituangkan dalam Perjanjian New York. Yang menjadi masalah adalah tidak diikutkannya pendapat masyarakat papua dalam pembentukan Perjanjian New York. Hal ini menimbulkan keputusan sepihak Indonesia terhadap kebebasan masyarakat Papua kala itu. Ketersinggungan tersebut menjadikan Papua merasa terjajah atas Indonesia.

Beberapa sikap pemerintahan Indonesia dinilai sepihak dan menekan masyarakat Papua dengan kekuatan militer Indonesia. Sejarah kelam tersebut melahirkan permintaan masyarakat Papua agar Negara Indonesia dan PBB segera menyatakan sikap untuk memberikan hak penentuan nasib sendiri sebagai solusi yang demokratis untuk Papua. Selain itu, mereka menuntut agar Indonesia dan PBB mengakui bahwa 1 juli 1971 adalah Hari Proklamasi Kemerdekaan Negara West Papua.

OPM menuntut agar Indonesia menutup dan menghentikan aktivitas eksploitasi yang dilakukan oleh Freeport, BP Tangguh, Medco Papua, dan Korindo Abadi dari tanah Papua. Perusahaan-perusahaan tersebut disinyalir melakukan eksploitasi besar besaran di alam Papua. Selain itu, OPM meminta agar militer Indonesia ditarik dan menjamin kebebasan pers dan jurnalis di Papua. OPM berkli-kali terlibat baku hantam dengan pihak militer Indonesia. selain itu, kebebasan peliputan pers nasional dan internasional terasa dibatasi.

Tuntutan tersebut terasa kronis, apalagi mengingat beberapa waktu lalu kala pilkada serentak dilangsungkan di Indonesia, OPM berlaku anarkis menyerang pesawat Trigana Air Twin Oter di Nduga, Papua. Peristiwa tersebut disusul dengan penyerangan terhadap beberapa warga sekitar bandara. Tiga warga sipil tewas dan satu terluka akibat terkena bacok.

OPM dan keinginannya untuk merdeka menjadi masalah yang harus segera diatasi sebelum menjadi momok bagi pemerintah Indonesia sendiri. Pemerintah dan PBB menjadi satu-satunya harapan terselesaikannya masalah saudara serumpun kita, Papua. Tuntutan serius OPM harus dirundingkan dan diselesaikan secara damai, kendati demikian keinginan mereka untuk merdeka merupakan hak bagi mereka. Oleh karena itu langkah-langkah diplomatis dan rekonsiliasi harus selalu dilakukan agar dapat tercapai perdamaian dan hubungan yang baik antara warga Papua dan pemerintah Indonesia secara umum. Permasalahan HAM di Papua dan berbagai masalah lain harus segera diselesaikan dan dituntaskan agar warga Papua mendapatkan kehidupan yang layak dan berbahagia sebagaimana seorang warga negara yang merdeka.

Oleh : Devi Wulantika Fitria
Editor : Ifan
Ilustrasi : Mufardisah

What's your reaction?
0Suka0Banget
Show CommentsClose Comments

Leave a comment